"OM AWIGNAMASTU NAMA SIDDHEM OM SWASTIASTU" SEMOGA SEMUA DALAM PERLINDUNGAN TUHAN, SELAMAT MEMBACA DAN SEMOGHA BERMANFAAT.jangan lupa kunjungi videobsaya di link https://youtu.be/-UJdPDAjETM

12/30/2015

Perbedaan Jadi Tidak Berarti

Perbedaan Jadi Tidak Berarti Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Nama saya Arini Destianti. Aku dilahirkan dari seseorang yang berhati malaikat yang sering ku panggil IBU. Terlahir sebagai anak yang tidak normal bukanlah keinginanku. Siapapun itu, pasti tidak ingin bernasib sama sepertiku. Memiliki jari tangan yang tidak sempurna, pernah membuatku merasa minder dan menganggap bahwa Tuhan tidak adil terhadapku.

Meskipun saya memiliki keterbatasan, tetapi aku tetap berusaha hidup normal seperti anak-anak yang lain. Sejak kecil, saya selalu mendapat cemohan dan ejekan dari teman-teman. “Si Alien”, itulah julukan yang aku sandang. Bahkan setiap hari ejekan itu selalu saya dengar. Kadang saya tidak bisa membendung air mata saya mengalir di pipi. Sampai suatu saat suara-suara mereka sudah membuatku kebal.

Meskipun saya tidak sempurna seperti anak-anak lain yang seusiaku, tetapi saya sangat bersyukur masih bisa di terima sekolah seperti anak-anak normal lainnya. Sekarang saya sudah duduk di bangku kelas 3 SMP. Sejak masih duduk di Sekolah Dasar, saya sering pulang sekolah dengan air mata yang membasahi pipiku. Kala ketika saya pulang sambil menangis, ibu selalu menasehati dan menyemangati saya. “Sayang kamu tidak usah bersedih dengan omongan teman-teman kamu, di mata ibu kamu adalah anak yang sempurna, Tuhan tidak pernah membeda-bedakan hambanya, dan ibu sangat bangga terhadapmu, kamu adalah anak spesial yang Tuhan titipkan ke ibu dan
... baca selengkapnya di Perbedaan Jadi Tidak Berarti Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Lara Prihatini Si Gadis Prihatin

Lara Prihatini Si Gadis Prihatin Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Malam yang sunyi, itulah yang senantiasa menemani malam malam ku. Tak ada yang istimewa, bintang bertaburan seperti biasanya ditemani bulan separuh yang berwarna putih. Sesekali terdengar suara lolongan anjing yang sedikit membuat bulu roma merinding. No body special! padahal aku sangat menginginkan kehadiran tiga sosok inspiratif bagiku biarpun aku belum sempat mengenalnya, merabanya, merasakan hangat dekap tubuhnya, melihat indah senyum dan kelembutan tangannya. Ya itulah nasib sialku.

Akulah Lara Prihatini, gadis malang 19 tahun yang sejak kecil telah ditinggal mati kedua orangtuaku karena kecelakaan maut di daerah Jakarta Selatan 14 tahun silam. Sungguh menyedihkan memang. Waktu itu, aku dan adikku yang baru berumur 2 tahun hanya bisa menangis terisak isak menyaksikan kedua orangtuaku dibawa dengan ambulan lalu dimasukkan ke dalam keranda mayat dan dibawa dengan iringan lantunan shalawat menuju tempat peristirahatan terakhir mereka. Aku dan adikku yang masih kecil tak sanggup berbuat banyak apalagi adikku belum mengerti tentang kematian, mungkin ia mengira ayah dan ibu pergi rekreasi seb
... baca selengkapnya di Lara Prihatini Si Gadis Prihatin Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

12/28/2015

JUNGKIR BALIK MORALITAS UAN

JUNGKIR BALIK MORALITAS UAN Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

06 Mei 2008 – 10:20   (Diposting oleh: Editor)

”Para guru di sejumlah sekolah tahu dan bahkan ikut menyebarkan kunci jawaban pada murid-muridnya saat Ujian Akhir Nasional (UAN). Sementara mekanisme distribusi soal yang selama ini disebut aman, setidaknya dalam empat tahun belakangan bisa ditembus para penyedia kunci jawaban soal yang menjualnya hingga Rp 6 juta per paket.”

Itulah isi tayangan Investigasi Trans TV yang ditayangkan pada sore hari tanggal 26 April 2008. Pernyataan bahwa kecil kemungkinannya soal UAN bisa bocor oleh pejabat dinas di Jakarta Selatan seketika terbantahkan oleh hasil pelacakan yang mendapatkan pernyataan dari penjual kunci soal.

Bahwa selama empat tahun belakangan ini, dia dan rekan-rekannya bisa mendapatkan bocoran soal yang didistribusikan ke sekolah siswa yang memesan kunci jawaban. Mereka mengaku bisa mendapat soal yang entah dengan cara bagaimana bisa dikeluarkan oleh kurir.

Titik lemahnya tampaknya pada soal dikirim ke sekolah sehari sebelum ujian dilaksanakan. Kelompok penjual kunci jawaban mendapatkan bendel s
... baca selengkapnya di JUNGKIR BALIK MORALITAS UAN Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Abdiku Untukmu Keluarga Kecilku

Abdiku Untukmu Keluarga Kecilku Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Seraya bulan mengitari bumi, malam itu aku dan adikku aliyah sedang menonton televisi. Oh ya, perkenalkan, namaku ika, aku anak sma kartika rinaf bangsa, aku kelas x. A, kelasku sih terkenal paling nakal, apalagi dengan aku yang selalu ribut dalam kelas.

“teeeeeeetttttttt” suara handphone ika “ternyata hanya sms” gumam ika. Ia tak tau siapa yg meng sms nya itu, pada saat di bukanya ia berkata “mama? Kenapa ya mama sms? Gak tumben-tumbennya maama sms deh. -_-” gumam ika lagi, betapa terkejutnya ternyata sms itu mengabarkan kalau mamanya ika kecelakaan mobil pada pukul 10.30 di depan jalan karya 3, air mataku pun menetes setes demi setetes, hal yang tak pernah kuduga.. Dalam hatipun aku berdoa “ya tuhan.. Kau tau kami masih membutuhkan mama, tolong selamatkan dia. Aku pun mengecek sms dari mama kembali, ternyata itu om fahri adik kandung mama ku… Aku pun bergegas belari ke arah meja piket guru, “ibu guru, ika izin ingin menjenguk mama” kata ika dengan nafas tersengah-sengah.
“mama mu emang kenapa ika?” tanya buk ratna
“mama kecelakaan bu, om fathni tadi mengabari ika.” jawab ika.
“ya sudah silakan kamu izin ika, ibu mengizinkanmu” jawab ibu ratna
“te
... baca selengkapnya di Abdiku Untukmu Keluarga Kecilku Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

12/27/2015

Pelangi Sesudah Hujan

Pelangi Sesudah Hujan Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Hujan…
Memang tak terlalu deras, tapi sudah cukup untuk membuat seragam ku basah setidaknya aku sendirian, aku menyukai hujan tapi bukan karena aku menyukai basahnya aku hanya menyukai airnya yang perlahan membasahi tubuh ini.. Tak ada yang bisa melihat tangis ku kan?

Ternyata benar tentang apa yang sering dikatakan orang-orang
“menyembunyikan daun harus di tengah hutan.. Dan menyembunyikan tangis harus di tengah hujan”
Seandainya waktu dapat berputar kembali…
Tapi tidak mungkin kan?
Karena air yang mengalir pun tak akan berhenti untuk mengikuti takdirnya, menangis ku memang tak ada gunanya

Sepi, sunyi, senyap dan sendiri… Terlalu munafik jika ku berkata tengah takut disini, karena kata-kata itulah yang telah mendarah daging pada tubuh orang kesepian ini, ayah dan ibu apa kalian bahagia disana? Tanpa aku? Yah diriku seorang yang pembawa masalah? Pasti kalian bahagia kan?
Hujannya semakin deras.. Seperti tengah mendukung kegiatan ku untuk menangis lebih keras..

“kaori…” panggil sebuah suara yang amat ku kenal tengah menyebut nama ku, charli itulah dia
“apa yang kau lakukan disini?” lanjutnya lagi
“pergi..” ucapku
“hei kaori… Apa kau tahu makna dibalik nama mu itu?” ucapnya

Jujur aku tidak tahu dan aku tidak terlalu berminat untuk tahu, ayah dan ibuku juga tidak pernah memberitahukannya pada ku, kenapa
... baca selengkapnya di Pelangi Sesudah Hujan Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

12/19/2015

DRAMA BALI


1.1  Pengertian
Drama inggih ipun susastra sane marupa sasolahan, tingkah laku ngundukang pratingkah manusa, tur nganggen basa anggena matutur-tuturan. Drama Bali inggih ipun drama sane nganggen basa Bali, anggena nekedang reraosan. Drama mateges lelampahan, paigelan, sandiwara. Drama Bali wenten 2 soroh, inggih punika:

1.1.1    Drama Bali Tradisional
Drama puniki taler kaparinama drama Bali klasik marupa soroh drama (lelampahan) sane nyatuang indik satua puri (istana), aab gumine sane ilu, tur nganggen gong, gagendingan, miwah busana Bali (kamben, udeng, keris, senteng, saput, msl).
Ciri (cihna) lelampahan drama Bali purwa puniki :
a.  Lelintihan satuane nenten nganggen sesuratan (naskah drama)
b.  Nenten wenten sutradara,
c.  Nganggen gamelan (gong, angklung( anggena ngrameang lelintihan lelampahan,
d. Madasar antuk igel-igelan (tanjek gong),
e.  Madgaing gagendingan (tembang),
f.  Nganggen rangki, stromking ring kalangane,
g.  Unteng satuane nyatuang soroh puri (istana), wayang, babad, parwa, msl,
h.  Nganggen sarana topeng miwah busana Bali,
i.   Ang pragina dados mareraosan ring para penonton (sang ngaksi).
Conto :
1.    Arja :      a. Arja Pakangraras
b. Arja Cupak Grantang
c. Arja Pajang-Mataram
2.    Gambuh: a. Gambuh Raja Lasem,
b. Gambuh Dalem Bungkut,
c. Gambuh Dalem Dimade
3.    Wayang Wong:
a. Ghatotkasa Sraya,
b. Prabu Salya,
c. Sang Prabu Parikesit
4.    Prembon: a. Prembon Mayadanawa
b. Prembon Utusan Patih Ularan
c. Prembon Puputan Badung
5.    Sendratari:
a. Ramayana
b. Kresna Duta
c. Wirata Parwa
Di Bali soroh arja, gambuh, prembon akehan masesolahan nganggen topeng. Soroh topeng Bali punika wenten 3 soroh, sekadi :
a.    Topeng Panca
Sekaa igel sane madue pragina wantah lalima nanging mangkin sampun wenten topeng Sapta sane pragina pepitu. Upama : Topeng ring Batuan, Blahbatuh, Singapadu, msl.

b.    Topeng Pajegan
Topeng sane pidagingane nyaritayang indik sejarah topeng ring Bali. Topeng puniki nyaritayang indik agama. Upami : Topeng Sidakarya, Topeng Wali.
c.    Topeng Prembon
Prembon utawi drama tari topeng puniki taler kaparinama arja. Arja embas warsa 1940 ring Badung karintis olih wayan Geria sareng I Made Kredek. Praginane : Dalem, Galuh, MAntri, Desak, Penasar (Punta Kertala, msl).

1.1.2    Darma Bali Modern
Drama Bali Modern (anyar) utawi sandiwara marupa soroh drama (lelampahan) sane nyatuang indik idep sane mangkin. Idepe kadi mangkin puniki wenten sane masesolahan indik sakancan ring jeroan kulawarga banjar, masyarakat, miwah indik KUD, transmigrasi, keluarga berencana (KB) utawi anak matungkasan miwah, mademenan (cinta kasih). Drama Bali modern puniki matiosan (mabinaan) pesan ring drama Bali tradisional (klasik). Binan Drama Bali tradisional sareng drama Bali Anyar (modern) makeh pesan.
Cihne (ciri) drama Bali modern puniki inggih ipun :
a.    Lelintihan satuane nganggen naskah (sesuratan, sewala patra)
b.    Nganggen sutradara
c.    Nenten nganggen gamelan, nanging nganggen iringan musik (instrumentalia)
d.   Tetindakane madasar sakadi polahe sujati (kenyataan), nenten madasar tanjek gong
e.    Nganggen tutur (dialog) sakadi anak mareraosan ring polahe sujati (kenyataan)
f.    Nganggen dekor (papayasan panggung manut kadi sekala) (realistis) utawi caciren (absurd)
g.    Nganggen lampu mawarna warni (tata sinar)
h.    Unteng satuane nyatuang soroh idepe sakadi mangkin (sedih, liang, makasih-kasihan)
i.     Nganggen busana sekadi sakala (realitas)
j.     Sang pragina kaparinama : peran tokoh, pemain tur tan dados mangraos ring para panonton (sang ngaksi)
Ring Bali perkumpulan drama Bali modern kaparinama teater. Utawi sanggar. Soroh teater sane wenten, inggih ipun :
1.    Magenah ring Singaraja
  1. Sanggar Bahtera
  2. Sanggar Bukit Manis
  3. Sanggar Citra
  4. Sanggar Bale Agung
  5. Sanggar Embun pagi
  6. Sanggar Bale Bengong
2.    Magenah ring Badung
  1. Sanggat Putih
  2. Sanggar Nyuh Gading
  3. Sanggar Minum Kopi
  4. Sanggar Kukuruyuk
  5. Teater Mini Badung
3.    Magenah Ring Gianyar
  1. Sanggar Malini

Conto karya Drama bali Modern :
1.    Gede Dharma :  a. Kobaran Apine
b. Aduh Dewa Ratu
c. Ki Bayan Suling
2.    Ketut Aryana :  Nang Kepod
3.    Putu arya Semadi : Palakarma
Wenten malih soroh drama gong sane marupa drama Bali Tradisional (kasik) nanging madaging tur nganggen sarana modern. Drama gong puniki kasub pesan ring Bali duk warsa 1960 awinan, TVRI, miwah ring genahe lianan.
Upama : Drama gong sanggalangit (Buleleng)
Drama gong Banyuning (Buleleng)
Drama gong Bhara Kartika Budaya (Badung)
Drama Gong Abianbase (Gianyar)


1.2  Srana Sane Ngwangun Drama
Soroh srana ngwangun drama mangda prasida masesolahan becik, inggih ipun :
1.2.1    Sutradara
Sutradara dados marupa panguruk, pelatih, pacang ngrerehang satua, pemain (pragina), miwah nglatih, nyantos prasida mlelampahan tur nentuang akuda pacang polih jinah upah-upahne punika.

1.2.2    Pemain (Pragina)
Pragina utawi pemain drama puniki wenten 3 soroh, tur nyihnayang watak, agem, solah.
1)   Pemain Inti : pemain sane pinih penting pesan sane nentuang lelintihan satuane.
2)   Pemain Utama : pemain sane penting pesan nanging marupa musuh saking pemain inti, yening wenten pasiatan, raraosan
3)   Pemain pelengkap utawi pendukung: pemain sane marupa nglengkapin, ngrentebin, nyarengin pemargin satua

1.2.3    Satua (Naskah Satua)
Satua patut pesan becik mangda sang nyingak (penonton) kengin nonton nyantos puput. Antuk punika satuane mangda nganutin:
1)   Lelintihan satua sane becik upami : madaging pangawit satua, pasiatan puncak satua (klimas) pamuput satua
2)   Madaging unteng satua, upami: wenten pabesen sane pacang katekedang ring masyarakat utawi sang nyingak (penonton)
3)   Madue pemain (pragina) sane ngungguhang agem, watak, solah miwah pratingkah sane patut (cocok)

1.2.4    Genah (Bloking)
Yening sampun masesolahan, sang pragina mangda prasida ngatur genahne ngadeg, genahne mlinggih. Ring base Indonesia indik puniki kaparinama panempatan pemain (bloking). Sang pemain mangda ngatur genah mlelampahan mangda becik kacingak ri kala masesolahan drama.

1.2.5    Panggung
Genah masesolahan punika patut pesan kaprehatiang. Masesolahan ring Bale Banjar, ring alun-alun, ring gedung bioskop miwah ring radio (RRI) utawi ring Teve (TVRI) Malian-lianan pesan. Panggung genah masesolahan patut pesan karunguang, mangda cocok pepayasanipune (Dekorasi).

1.2.6    Sang Nyingak (Penonton)
Sane nyingak (penonton) patut pesan kaprehatiang, mangda sesolahan dramane lantur pamargine. Antuk punika indik reraosan (dialog) unteng satua, patut pesan wenten kacocokan ring para penonton miwah sane masesolahan.


1.2.7    Tata Suara
Tata suara sane marupa srana anggena mareraosan, sakadi mikropon miwah tutur reraosan mangda kapireng olih sang nyingak patut pesan karunguang. Iringan gong utawi musik mangda patut karunguang tur adung (cocok).

1.2.8    Tata Lampu
Mangda pamargin sesolahan dramane punika becik tur nglanggenin patut pesan indik tata sinar karunguang.

1.2.9    Pepayasan Panggung (Dekorasi)
Panggunge mangda kapayasin nganutin isian satua.

1.3  Latihan
Mangda lelampahan sesolahan dramane becik patut pesan wenten latihan-latihan. Latihan punika dados marupa:
a.    Latihan nrawang (latihan imajinasi)
b.    Latihan mandingang (latihan asosiasi)
c.    Latihan masolah (latihan berpose/berakting)
d.   Latihan magenah (bloking/penempatan ruangan)
e.    Latihan tindak (latihan merespon)
Indayang mangkin makarya sesolahan nganutin latihan-latihane sakadi manut ring baduur. Wus punika lantas latih sesolahan dramane ring sor puniki :

1.3.1    Tehnik Latihan
Mangda beik lelampahane patut pesan wenten penyusunan latihan, minakadi: ngungguhang genah latihan, dina napi latihan, mangda sami pemain (pragina) rauh, mangda kaperluan sami sane pacang mange sampun kawentenang miwah ngraosang parindikan satuane (naskah) sane pacang kalampahang.
Antuk punika patut pesan wenten latihan sane nganutin kadi puniki.
a.    Latihan I :
-      Latihan ngwacen satua (naskah) mangda para pemain (pragina) uning indik tokoh sane pacang kaigelang (kasolahang)
-      Mangda para pemain uning ring lelintihan satua dramane punika
-      Latihan ngwacen ring tengahing ati miwah ngwacen anggen suara keras
b.    Latihan II :
-      Latihan ngwacen nganutin watak solah, sang masolah.
Upami : mangraos nganutin panes (tekanan) mangraos nganutin solah/unduk gedeg galak, sedih, bangras msl. mangraos nganutin tabuh (logat) sane patut.
-      Latihan ngwacen miwah mangraos mangda cocok sekadi sadina nanging marupa madrama-drama
c.    Latihan III
-      Latihan mangraos lancer, becik, miwah anut sahaning drama

d.   Latihan IV
-      Latihan mangraos nanging madaging gerak-gerik (tindakan). Bacane during ngafalang bacaan
e.    Latihan V
-      Latihan mangraos nanging nenten nganggen nanskah (ngafalang satua)
-      Latihan nganggen gerak-gerik, nganutin satua (naskah) drama
-      Latihan malinggih utawi ngatur genah kalangan (penempatan posisi ruangan)
f.    Latihan VI
-      Latihan nganggen busana kadi mungguh ring satua (naskah) upami: general repetisi
-      Wus puniki raris masesolahan ring tengahing panggung (bale banjar, miwah kalangane lian)
g.    Masolahan miwah malelampahan drama

Gancaran Bali

1 Pengertian
Gancaran mateges prosa Bali Indonesia. Pengertian gancaran inggih ipun soroh sarwa susastra Bali sane nenten nganutin guru laghu, nenten nganutin tembang, nenten nganutin makudang-kudang wanda ring apada lingsa, nangin bebas.
Gancaran Bali puniki ngungguhang pidagingan (unteng) sane pacang katuturang ring para pamiarsa (pendengar) miwah ring sang pangwacen (pembaca).
2 Wewidangan Gancaran
Gancaran Bali dados kasorohang 2 soroh; inggih ipun :

2.1 Gancaran Bali Purwa (Tradisional)
Soroh sastra gancaran Bali purwa punika wenten makudang-kudang soroh.
a.    Satua
Satua utawi dongeng (basa Indonesia) akeh pesan wenten ring masyarakat Bali. Satua madaging lelintihan satua sane tawah-tawah.
Satua sapuniki nenten kauningin sapa sira sane ngawit tur kaparinama anonim (tan madue pangawi).
Unduk miwah tokoh pelaku satua wenten makudang soroh, sekadi:
1)   Satua soroh buron dogen.
Upama: Sang Lutung teken Sang Kekua, Kidang teken Cekcek, msl.
2)   Satua buron ajaka jelema (manusa).
Upami : Crukcuk Kuning
Siap Badeng
I Botol teken Sang Samong,
Tantri Kamandaka,
Ni Dyah Tantri,
Cangak mati baan lobane, msl.
3)   Satua manusa ajaka manusa
Upami : I Dempuawang,
Ni Wayan Taluh
Pan Balang Tamak
I Belog
Pan Angklung Gadang, msl
4)   Satua dewa batara ajaka manusa
Upami : I Lengar
I Bagus Diarsa,
I Bintang Lara,
I Rare Sigaran,
I Sigir jalma tuah asibak,
Tosning dadap tosning prasi, msl.
5)   Satua indik manusa ajaka raksasa
Upami : I Bawang teken I Kesuna,
                   I Tuung Kuning, msl.
6)   Satua dewa, batara, ajaka buron.

7)   Satua dewa, batara ajaka manusa.
Upami : Watugunung, Gunawati
Yening anak masatua sinah pacang wenten anak alit-alit sane mirengang pitutur anake masatua punika, Cihna (cirin-cirin) anake masatua, ulasane ngungguhang :
-      Nggih, ada kone tutur-tuturan satua ….
-      Ada kone orah-orahan satua ….
-      Kruna “maan”
-      Nganggen kruna “laut, lantas, suud keto, suba keto, suba kento, msl.
Unteng (suksman) satua-satuane ngungguhang indik : pitutur, piteket, pengajahan, pengukuran, agama, adat istiadat, miwah sekancan unduk sane wenten ring tengahing masyarakat Bali (sosial), utawi filsafat hidup (falsafah hidup), indik skala miwah niskala.
Satua ring susastra Bali dados marupa satua masoroh satua dongeng miwah satua sane marupa satua sejarah.

b.    Babad (Hikayat)
Babad pniki berupa hikayat: satua sane nyatuang tokoh sane mlinggih ring puri (istana) tur madue kesaktian, nyatuang sekancan indik (peristiwa), peperangan, pesantian, urip, kahanan para satria, anak agung.
Upama : Babad Buleleng, Babad Blahbatuh, Babad Dalem, Babad Mengwi, Babad Pasek, Babad Tegehkori, msl.

c.    Wiracarita (Epos)
Wiracarita puniki marupa satua sane ngungguhang indik kesinatrian (kepahlawanan), kesaktian ring payudaan, paperangan.
Upama : Mahabrata, Sakuntala, Prabu Mayadenawa, msl.

d.   Satua Dewa-dewa (mitos)
Satua sane ngungguhang soroh dewa utawi batara-batari kaparinama satua dewa-dewa (mitos). Satua akehan ngundukang soroh agama, miwah mayapada (alam semesta), mercepada.
Upama :  Bagus Diarsa, Prabu Watugunung, msl.

2.2 Gancaran Bali Modern (Anyar)
Soroh sastra gancaran Bali modern puniki wenten makudang-kudang soroh.
a.    Satua Bawak (Cerpen)
Satua Bawak utawi cerita pendek (cerpen) Bali puniki wau wenten rikala wenten sayembara panulisan susastra Bali Anyar olih Balai Penelitian Bahasa (dumun: Lembaga Bahasa Nasional Cabang Singaraja). Sayembara puniki kawentenang duk warsa 28-10-1968 nyantos 28-10-1970, miwah tanggal 28-10-1989.
Upama :
(1) Pt. Sedana              : Mirah (1969)
(2) Wyat                      : Surup Ratih (1970)
(3) AAG. Jelantik        : Iwang Titiang Newek (1969)
(4) IB. Mayun              : Ni Luh Sari (1969)
(5) IGP. Rai                 : Kapatutuan Ngulati Kamajuan (1969)
(6) Winartha                : Tanggal Wayah (1970)
(7) M. Sanggra             : Tukang Gambar (1970)
(8) Wy. Rugeg Nataran : Talin Sampi (1970)
(9) Raka                      : Langite sayan pelung (1970)

b.    Novel (Roman)
Novel marupa satua Bali sane dawanan tekening cerpen. Lelintihan satuane ngundukang embas (lahir), idup, miwah seda (mati).
Satua novel ring susastra Bali sampun kawentenang ri kala warsa 1931 sane mamurda (judul) “Nemu Karma” pikardin I Wayan Gobyah, miwah Mlancara kapikardin olih Gde Srawana (asli: Wayan Badra).

2.3 Srana Sane Ngwangun Gancaran
Gancaran Bali kawangun antuk makudang-kudang srana (unsur) sastra. Srana sane anggena ngwangun gancaran Bali puniki wenten kadi ring sor puniki.

2.3.1 Unteng, Suksma (Tema)
Sakancan satuna sinah madue unteng, tetuek, suksma, utawi tema satua. Unteng satua puniki pacang ngungguhang indik napi sane dados pokok tutur (Raos) ring satua gancaranne punika.
Unteng (tema) satua  gancaran punika wenten sane masoroh Agama, pangurukan, pendidikan, filsafat, sih kinasih (cinta kasih), adat istiadat, masyarakat (sosial), kasinatrian (pahlawan, patriotisme).

2.3.2 Pemain (Tokoh)
Pemain sane dados tokoh ring satua gancaran punika ngungguhang watak, solah, pratingkah. Indik solah utawi watak puniki pinih dahat (penting) pesan, yen nyatuang gancaran.

2.3.3 Lintihan (Alur, Plot)
Punapi satua gancaranne punika kaceritayang tur punapi lelintihan satuane, punika kawastanin Lintihan, utawi alur sareng plot ring basa Indonesia.
Lelintihan satua nyatuang pamargin satuane nyantos puput. Sakancan kahanan (peristiwa) sane marupa anak memargi, magrengan (mrebet), mabiuhan, nyantos puput, sami kasatuang ring sastra gancaran punika.

2.3.4 Genahe Kasatuang (Latar)
Latar marupa genah ring dija puseh satuane kacaritayang utawi genah peristiwa (kahanan) satuane kawentenang. Latar machine pusat utawi lingkungan genah peristiwa kasatuang.
Latar puniki dados marupa genahne ring dija, kala napi (waktu) utawi kali napi, musim napi. Genah satua gancaran puniki wenten madasar saking sakala (kenyataan) miwah ring pangipian utawi niskala (maya).
2.3.5 Genah Sang Pengawi
Carita sinah wenten anak ngarang, ngawi, utawi nulis, ring basa Indonesia parinama genah sang pengawi puniki kaparinama pusat pengisahan utawi landas tumpu, miwah point of fiew ring basa Inggris.
Genah (posisi) sang pengawi ring kawinipune wenten 3 soroh.
a.    Sang pengarang dados pelaku tunggal pateh tekening tokoh pelaku satua gancaran.
Upama :
Tiang, titiang = nyihnayang 1) Sang pangawi miwah 2) Sang pelaku.
b.    Sang pengarang nenten manyinahang sang tokoh pelaku saking satua gancaran, punika.
Upama :
Tiang, titiang = wantah sang tokoh pelaku, menyinahang sang pengarang (pangawi)
c.    Sang pengarang nenten nentuang raga.
Kadang-kadang sang pangarang kacihnayang olih kruna tiang, nanging kadang-kadang kruna tiang nyihnayang sang tokoh pelaku, nenten ngatujuang sang pengarang.
Upama : tiang, titiang =
1)   Wantah sang pengarang, utawi ;
2)   Wantah sang tokoh pelaku utawi;
3)   Sang pengarang sareng sang tokoh pelaku gancaran.


2.3.6 Carane Masatua (gaya, style, tangkep)
Punapi solah, carane sang pengawi nyatuang lelintihan satuane punika kaparinama gaya mesatua utawi carane masatua (tangkepne nyatuang satua).
Basa sane anggena nyatuang sareng daya pikat masatua gancaranne punika. Daya pikat utawi daya tarik puniki kacihnayang ring:
a.    Basa Bali sane anggena matuturan,
b.    Carane sang pangawi nuturang satua,
c.    Napi sane katuturang,
d.   Carane ngawitin nglintihang satua nyantos muputang (nyarik) satua gancaran.

2.3.7 Paribhasa (gaya bahasa)
Basa Bali punika marupa basa sane anggena sarana mareraosan ring para semeton ring masyarakat. Ring susastra Bali wenten sane kasorohang paribahasa sane marupa gaya bahasa matutur-tuturan. Antuk kasub pesan dados anggen sarana ngwangun susastra Bali.
Soroh paribasa puniki inggih ipun sakadi bladbadan, wewangsalan, peparikan, sesonggan, sasenggakan, cacimpedan, sesawangan raos ngempelin, seloka, ungkapan, miwah kapatehan suara.
Upama :
1.    Jrinjinne mulus mangancan (sasawangan)
2.    Desak dadi desek, Dayu dadi dayanin, yen jaba kenken De? (kapatehan suara)
3.    Anak mula, gamongan dadi jahe (wangsalan)
4.    Tiang sing nyak nginem kopi nyem, nyanan nyem tiang. (Kapatehan suara).

2.4 Novel / Roman Bali
Wangun sastra novel Bali utawi roman Bali sampun wenten ring Indonesia duk warsa 1931. Novel sane mamurda Nemu Karma pikardin I Wayan Gobiah saking Panjer (Denpasar) sampun katerbitang olih Balai Pustaka ring Jakarta.
Wus punika, wenten malih terbit (mawurda Mlancaran ka sasak pikardin Gede Srawana (saking Banjar Delodpeken, Singaraja). Novel puniki sampun katerjemahang antuk I Gusti Putu Antara duk 1978.
Novel kekalih puniki sampun mungguh ring buku Kembang Rampe Kasusastraan Bali Anyar I/II kapupulang antuk I Gusti Ngurah Bagus sareng I Ketut Ginarsa tur kamedalang antuk Balai Penelitian Bahasa, Singaraja warsa 1978.

2.4.1 Novel : Mlancaran ka Sasak
Sastra novel mlancaran ka Sasak puniki snae pakawian (pikardin) sujati antuk I Wayan Bhadra, nanging ipun menyamar Gede Srawana.
Ringkesan Satua:
Tokoh pelaku satua : Dayu Priya, Made Sarati, Ni Luh Sari.
Dayu Priya oka anak Brahmana, Matimpal masekolah ring buleleng (Singaraja) sareng I Made Sarati. Dayu madue panyeroan asiki Ni Luh Sari. Ulihan sadina-dina lantas Dayu Priya wenten nyet manahidane marasa seneng ring I Made Sarati, nanging nenten purun ngandika ring I Made Sarati. Dayu Sareng wantah magegonjakan manten. Sedek dina anu, lantas makasami maplasiran ka Lombok (sasak). Sirep ring hotel ring Mataram (Suranadi). Kapal apine berangkat saking Pabean (Pelabuhan Buleleng) nyantos rauh ring Ampenan. Ring Sasak sami masukan-sukan, tur maliang-liangan sareng sami.

2.4.2 Novel Nemu Karma
Satua novel Nemu Karma karyan I Wayan Gobiah puniki nyaritaang indik anak truna-truna pada mademenan tur anake tua pada adung: ring ipun. Satua novel puniki akeh medaging piteket utawi pitutur indik anak bajang sane pacang makurenan, manyama braya, miwah bakti ring anak linsir.
Tokoh sane munggah ring novelNemu Karma sane kakaryanin warsa 1931 punika inggih ipun Pan Sudana, Made Purni, Putu Sudana, Men Tirta, I Tirta, I Sukarsi, I Sangga msl.
Ringkesan Satua Novel : NUMEKARMA.
Pan Sudana makerunan ajaka Made Purni lantas ngelah anak muani adanina Putu Sudana. Mara matuuh 6 tiban, Pan Sudana malih makerunan ajaka Men Tirta, anak Luh sampun balu (janda). Pamuput embas anak alit adaine I Tirta.
Awinan Pan Sudana akeh pesan madue utang, lantas lasia pesan ia magedi ngalahin pianak somahne makejang, kalunta-lunta tan paunduk.
Wireh utangne akeh pesan, lantas pianak ne I Putu Sudana serahange ajaka tekening ane ngelah utang. Ditu I Putu Sudana sedih pesan, wireh liu pesan ia nyalanin kasengsaran, Ento awinanne I Putu Sudana ngerorod, magedi uli genahne ngajak. Ditu ia nyalanin kasengsaran.
Pamuput ia kaduduk olih Men Sukarsi lantas asukanga di sekolahane bareng-bareng ajaka pianakne ane madan I Sukarsi. Sasubane bajang, I Sukarsi idiha tekening misanne madan I Sangga. Nanging tulaka wireh ia tuara ngelah nyet.
Men Sukarsi nakenin pianakne, nyen kea ne lakar anggona kurenan? I Sukarsi ngorahang dewekne demen tekening I Putu Sudana. Pamuput I Putu Sudana sakapangan ajaka I Sukarsi.
Sedek dina anu duk ada igel-igelan, saget I Putu Sudana manggihin anak istri madan I Ratna sareng memenipun Men Ratna. Sesampune pada nginget-ngingetang, wau kelingan I Ratna punika tan ja lian adinipune tur Men Rata taler memenipune sane marupa meme kualon (Ibu Tiri). I Ratna dumun madan I Tirta, adi kualone I Putu Sudana. Patemone punika lintang sedih pesan saling elingin, saling gelut.
Kawentenan unduke asapunika sami wantah awinan lelampahan karmapala sang maurip.

2.5 Satua Bawak (Cerpen)
Satua bawak mabasa Bali utawi cerita pendek (cerpen) embas duk wenten sayembara karang mengarang saking Lembaga Bahasa Nasional Cabang I Singaraja warsa 1968.
Pengawi satua bawak mabasa Bali puniki mikadi Nyoman Manda (Gianyar), I Nyoman Tri Sayta Paramartha (Singaraja), Putu Sedana (Singaraja), IB. Mayun (Denpasar), A.A.G. Jelantik (Amlapura), IGP. Rai (Tabanan), Pt. Arya Semadi (Singaraja), IGK. Waca Warsaha (Denpasar), miwah sane lianan (msl).
Indayang mangkin wacen satua bawak Kapatutan Ngulati Kamajuan puniki, sane pengawine I Gusti Putu Rai (Kerambitan, Tabanan), sane kakawi th. 1975.
Rereh :
  1. Sira sane dados tokoh pelaku?
  2. Sapunapi lelintihan satuane?
  3. Ring dija genah satuane punika kacaritayang?
  4. Napi unteng (suksman) satuane)
  5. Indik pabesen (piteket) napi sane kengin katekedang ring sang para pamiarsa?

PARIBASA BALI


Wénten makudang-kudang piranti sané dados anggén srana sajeroning ngawigunayang paribasa Baliné gumanti limbak kaanggé olih i krama Bali tiosan ring wahana ring ajeng. Srana inucap sajeroning jalur pendidikan manawi saking TK para siswa sampun kacaluhang makarya sasolahan sané nganggé reragragan mangda madaging silih-sinunggil unsur paribasa. Sajeroning media elektronik taler mangda wénten sasolahan sané prasida nganggé paribasa, minakadinnyané acara-acara masatua, macecimpedan, mapidarta taler mangda prasida katayangan ring tipiné. Sasolahané inucap nénten ja mawates sané madué wangun tradisional manten taler ring wangun modern sakadi drama satu babak (opera) mabasa Bali.

1.      Paribasa Sajeroning Basa Bali
            Sakadi             sampun kaunggahang ring ajeng paribasa Bali madué kawigunan anggén panglengut basa. Makéh pisan piranti panglengut basané punika sané nénten ja wénten ring basa Bali manten. Basa-basa ring nusantara sakadi basa Jawa, Sunda, Madura, Bugis, Minang, lan sané lianan taler madué panglengut basa.
            Paribasa sajeroning basa Indonesia pateh sakadi peribahasa. Paribasa manut Kamus Umum Bahasa Indonesia pakaryan W.J.S. Poerwadarminta (1987: 738) ngunggahang, paribasa punika, marupa lengkara utawi pupulan kruna sané susunannyané tetep lan lumrahnyané ngimbayang pariindikan pikarsan sané sampun janten (ingkupan sajeroning paribasa minakadi raos ngémpélin (ungkapan), sloka (bidal), lan sesawangan (perumpamaan). Abdul Rozak Zaidan, dkk., (2000: 153) sajeroning Kamus Istilah Sastra ngartosin paribasané punika pinaka ungkapan sané ringkes, padet, sané madaging kasayuaktian sané nyata, tetuek kauripan (prinsip hidup), utawi tata-titi parilaksana; sesonggan (pepatah). Minakadinnya: wénten gendis wénten semut, lek matakén paling ring margi. Panuti Sudjiman, ed. (1986: 58) maosang paribasa (peribahasa) punika ungkapan sané ringkes, padet, madaging kasayuaktian sané ketah (wajar), tetuek kauripan (prinsip hidup), utawi tata-titi parilaksana. Paribasa madué tetujon  pateh sakadi sesonggan (pepatah). Manut Panuti Sudjiman, sesonggan (pepatah) punika wantah lengkara péndek madaging imba indik kahanan utawi parilaksana, nyihnayang pikayunan sané mawiguna utawi kasayuaktian sané ketah (wajar). Kocap, sesonggan (pepatah) kakaryanin pinaka srana munggelang baos sang sané kairing mabebaosan. Manut
            Manut panampén para sujana ring ajeng, wénten makudang-kudang artos paribasané. Yadiastun kadi punika, untengnyané pateh inggian punika basa sané madrebé wangun péndek tur padet ngunggahang sahananing parilaksanan i manusa sané kaimbayang sakadi laksanan i buron utawi kahanan barang, sané prasida ngwetuang pikayunané seneng, jengah, tur éling.
            Wénten makudang-kudang parinama sané kaanggén sajeroning nyihnayang paribasa Bali punika. I Ketut Ginarsa lan I Nengah Tinggen nganggén parinama Paribasa Bali; I Wayan Simpen, AB. Nganggén parinama Basita Paribasa; I Wayan Budha Gautama nganggé parinama Pralambang Basa Bali.

2.      Pérangan Paribasa Bali
            Manut para sujana Bali ring ajeng, paribasa Bali kapérang dados makudang-kudang wangun. Ketut Ginarsa (1984) mupulang paribasa Bali dados dasa macem, inggih punika; (1) wewangsalan, (2) peparikan, (3) sesonggan, (4) sesenggakan, (5) sesawangan, (6) bladbadan, (7) seloka, (8) sesapan, (9) raos ngémpélin, lan (10) cecimpedan. Ngurah Bagus, dkk. (1979/1980) mupulang paribasa Bali dados nem macem, minakadi (1) sesonggan, (2) sesenggakan, (3) sesawangan, (4) wewangsalan, (5) sloka, lan (6) bladbadab. Wayan Simpen AB. (2004) mupulang paribasa Bali dados nembelas soroh, minakadi (1) sesonggan (pepatah), sesenggakan (ibarat), (3) wewangsalan (tamsil), (4) sloka (bidal), (5) bebladbadan (metafora), (6) peparikan (pantun/madah), (7) papindan (perumpamaan), (8) sesawangan (perumpamaan), (9) cecimpedan (teka-teki), (10) cecangkriman (syair teka-teki), (11) cecangkitan (olok-olok), (12) raos ngémpélin (pelawak), (13) sesimbing (sindiran), (14) sesemon (sindiran halus), (15) sipta (alamat), dan sesapan (doa). Nengah Tinggen (1988) mérang paribasa Bali dados dasa widang, luiripun (1) sesonggan, (2) sesenggakan, (3) sesawangan, (4) wewangsalan, (5) peparikan, (6) bebladbadan, (7) sloka, (8) raos ngémpélin, (9) cecimpedan, lan (10) sesapan. Wayan Budha Gautama (2004) mérang paribasa Baliné dados kutus wilangan, minakadi (1) sesonggan (pepatah), (2) sesawangan (perumpamaan), (3) sesenggakan (ibarat), (4) beblabagan (metafora), (5) wewangsalan (tamsil), (6) cecangkitan (olok-olokan), (7) rawos ngémpélin (lelucon), lan (8) cecimpedan (teka-teki).
            Saking pah-pahan parajana ring ajeng, raris Tim Penyusun saking Dinas Kebudayaan Provinsi Bali sareng angga Tim Badan Pembina Bahasa, Aksara, Dan Sastra Bali Provinsi Bali warsa 2006 prasida ngamedalang cakepan sane mérang paribasa Bali dados nembelas pupulan. Pah-pahané punika sakadi; (1) sesonggan, (2) sesenggakan, (3) sesawangan, (4) papindan, (5) sesemon, (6) sloka, (7) sesimbing, (8) wewangsalan, (9) peparikan, (10) cecangkitan, (11) raos ngémpélin, (12) cecimpedan, (13) cecangkriman, (14) bebladbadan, (15) sesapan, lan (16) tetingkesan.
            Manut artos paribasa ring ajeng, ri tepengan kadi mangkin, titiang ngwewehin malih pah-pahan sané kamedalang olih Tim Penyusun saking Dinas Kebudayaan Provinsi Bali sareng angga Tim Badan Pembina Bahasa, Aksara, Dan Sastra Bali Provinsi Bali warsa 2006 malih kalih widang. Pah-pahané punika : (17) basa gigihan lan (18) basa jumbuh.
1. Sesonggan (Papatah)
            Sesonggan, malarapan antuk tetujon miwah dagingnyané, sumaih pisan ring sesenggakan, miwah ring sloka, inggih punika sering kanggén nyindir, sakéwanten wangun sesonggan wénten sané kamedalang jangkep, madaging katerangannyané. Taler, wénten sané nénten jangkep, santukan katerangannyané sampun kauningin. Wangun sesonggan nénten nganggén kruna buka sakadi ketah ring sesenggakan, miwah nénten nganggén kruna buka slokané sakadi wangun slokané. Pinaka imba, kadi ring sor puniki:
  1. Ada kacang ninggal tungguana, suksemanipun : nenten wenten anak alit wiadin sisia, jaga ngutang sesolahan bapa wiadin guru
  2. Ada mas slakane tan paguna, suksemanipun : skadi anake sane polih barang sane anyar, raris barange sane let (yang lama) tan karunguang
  3. Angkabin barong somi, suksemanipun : matakut timpal (anak) antuk sane aeng-aeng, kewanten sejatin ipun nenten wenten punapa punapi
  4. Anyar-anyaran gerang bangkuk, suksemanipun : sakadi anake sane ngwangun saluiring wawangunan, ring pangawitne kewanten ipun gati (anteng), wawu asasih kewanten sampun macet (tan kalinguang)
  5. Awak baduda nagih madanin garuda, suksemanipun : sakadi anake sane tiws wiadin mamacul, mamanah ipun mamadanin (nandingin) anake sane sugih wiadin anake sane mapangkat tegeh.
  6. Abias pasih,suksman ipun nenten keni antuk ngawilanginkatahipun.
  7. Ada andus ada api, suksmanipun: yening wentenorti ala wiadin ayu, sinah wenten sane jati (pasaja) diastun akidik.
  8. Aduk sera aji keteng, suksmanipun: umpami ring desa wenten krama Desanipun adiri malaksana kaon (mamaling), raris maka Desa kaucap kaon seneng mamaling.
  9. Asing nyongkok kadene meju, suksmanipun: asing-asing wentyen anak ngraos paragon, kasengguh ngraosang dewekipun/wenten anak mamargi wengi nyalah masa kasengguh (kadena ) maling.
  10. Awak bebduda nagih madain garuda, suksmanipun: sakadi anake tiwas utawi mamacul, mamanah ipun mamadain anak sane sugihutawi anak sane mapangkat tegeh.
  11. Bangkung kapitikan, suksemanipun : sakadi anake sering marikosa anak, ring arep anake akeh, ipun ngliep mapi tan uning, yening rikala suung ipun parikosa nyagrep
  12. Bapane macan panakne samong, suksemanipun : upami bapaneipune duweg dados balian, sinah pianakipune taler dueg ngusadanin
  13. Bikase mabuyung sampi, suksemanipun : sakadi anake sane mapi-mapi kasih tur wawuh, kewanten sujatinipun tan pegat ngamahin
  14. Be nantangin talenan, suksemanipun : sakadi anake sane sampun kaon maprakara, raris ipun nangtangin anake sane menang; wiadin sakadi anake sane sampun janten iwang nangtangin sane patut
  15. Bedeg gegantungan, suksemanipun : sakadi anake sane ngambel pakaryan utawi dados pagawe pamrintah, wiakti nenten jenek, yening iwang antuka raris pagawe punika kakisidang wiadin kasuudang.
  16. Bedug pangorengan suksmanipun: kaucapang majeng anak sane kalintang pengkung tur sigug, nenten dados pakelingin utawi ajahin.
  17. Blakas mangan di pisaga suksmanipun: Sakadi anake nue piaak lanang siteng tur anteng raris ipun magenah ring pisaga.
  18. Berag-beragan jaran sumba, ikutne masih kenjir suksmanipun: Satuaran-tuaran anak pecak sugih, tangkepipun taler kanten begag utawi matangkep suka.
  19. Bobabe nilun kuping, suksmanipun: kaucapang majeng anak sane kalintang bogbog, nenten satia ring samaya/janji.
  20. Botor majeet, wiadin sera makihkih, suksmanipun: kaucapang ring anake sane kalintang demit tur pripit.
  21. Buta tumben kedat, suksmanipun: Sakadi anak sane pecak tiwas, kasuen raris ipun sugih, pramangkin ipun sombong ngagu tur jerbu ring timpal miwah nyama braya.
  22. Calep calung, suksmanipun: kaucapang ring anake sane sering ngidih ajengan ring pisaga.
  23. Caruk bayu miwah aut kelor, suksmanipun: sakadi anake sane patut macukit, agung alit tua bajang wenang macukit.
  24. Cacotek sambungin layur, suksmanipun: sakadi anak sane ngorta ring timpalipun, raris ipun malih ngorti ring anak lianan.
  25. Cenik-cenikan punyan sotong, ngalsne pasti, suksman ipun: Sakadi pakatenan anake madewek alit tur berag, kewanten kereng tur sasa ngambil pakaryan.
  26. Dana tan kapariangkenan, suksmanipun: sakadi anake matatulung kalih mapawehweh ring timpal, kewanten sang katulungin wiadin kawehin nenten nyuksmayang.
  27. Dawa pahpahne liu slepanne, suksmanipun: Yening anake sue maurip, sinah akeh sane karasayang suka miwah dukane.
  28. Dayane manggul gampang, suksmanipun: sakadi anake sane ngrereh pakaryan ngekalihin mawetu bimbang manahipun.
  29. Degag delem, suksmanipun: kaucap ring anake sane degag, ring genah suwung ipun ngapak-apak ngaku wanen, kewanten yening sampun wenten musuh ipun  jerih, makiles mlaib.
  30. Dija kadene langite endep, suksmanipun: Sakadi anake mamilih genah utawi pakaryan, sane kasengguh becik pacing  ngwehin kasukan, sajatinipun ring dija ugi genahe pateh.
  31. Duk masanding api, suksmanipun: sakadi anake mamusuh musuhan raris genahipun matampekan, iwang akidik janten dados rebat.
  32. Gede kayune gede papane, suksmanipun: Ageng pakaryan wiadin pangkat anke, jaten ageng taler pikolihipun.
  33. Gede ombak gede angine, suksmanipun: ageng pikolihne, jaten ageng taler panelasipun.
  34. Gede gede bantang gedang, ditengahne muh, suksmanipun: pakantenan anke gede ganggas, sujatinipun gemba (lumah) nenten mampuh makarya.
  35. Girang gejorang, suksmanipun: yening wenten anak adiri makarya layangan, raris premangkin timpalne katah nuutang, (milu-milu tuwung).
  36. Goloh di tendas kelet di ikut, suksmanipun: sakdi anake paucap anake lega pacang ngwehin, sakewanten sampuun riinan ulaha.
  37. Joh apine teken gulinge, suksmanipun: diastun genahne madohan,, yening sampun cumpu, kasuen suen pati pacang matemu.
  38. Kladi onye bangkung bangka, suksmanipun: sakadi anake pocol madagang, barang barangipun telas ilang, kalih pianak somah ipun gelem sanget.
  39. Kamus majalan, suksmanipun: kaucap ring anake pradnyan tur sampun wruh ring makudang-kudang basa.
  40. Katangkeb langit, suksmanipun: kaucap ring anake sane kalintang ajerih ring timpalipune.
  41. Kekeh tuju gotol, sukamanipun: sakadi anake ngrereh pakaryan polih sakaya abidang telas, polih akalih taler telas, jantos nenten madruwe jinah, antuk telas dados daar.
  42. Kene latih enduk, suksmanipun: anke sane kabelog belog malarapan antuk munyi manis.
  43. Kidang di alase gaenang basa, suksmanipun: Nyegerang barang barang wiadin pikolih sane durung janten pacang kekeniang.
  44. Ketog semprong, krik tingkih, suksmanipun: sakadi anake sane adesa ninggal desa, rarud makasami cerik kelih tua bajang.
  45. Kudiang nekepin andus, suksmanipun: yening amunapi ngengkebang kecorahane, kasuen suen sinah ketara.
  46. Kunang-kunang anarung sasih, suksmanipun: sakadi anake sane bodo/tiwas mamanah mandungin anak bagus/sugih.
  47. Kuping ngliwatin tanduk, suksmanipun: sakadi ipianak nglangkungin paitungan anak tua.
  48. Kutil kutil ikut celeng, suksmanipun: pakantenanipun ganjih kewanten  yening kedeng ipun katos.
  49. Kutang sayang gemel madui, suksmanipun: sakadi anake nue pianak kaon, yan tundung pelih.
  50. Kropak majalan, suksmanipun: kaucap ring anak sane kalintang pradnyan, wikan ring sajeroning tutur utawi kakawin.
  51. Lalipi ngalih gagitik,suksmanipun: Sakadi nuturang dewek ipun mamaling ring arep polisi, sinah ipun katangkep raris ipun kahukum.
  52. Nyingnying singal, suksmanipun: sakadi anak alit yening sayangang antuk jinah kalih panganggo ipun dados mamunggal.
  53. Paksi bin paksa, suksmanipun: sios janma, janten sios budinipun.
  54. Pala dadua makadadua negen, suksmanipun: sakadi anak adiri nanggung pakaryan sane akeh.
  55. Pancoran matatakan batu, suksmanipun: sakadi anak tiwas nampekin anak sugih sane dane tur goroh, ring akidik kidike taler polih leledanipun.
  56. Payuk prumpung misi berem, suksmanipun: pakantenan umahipune brengbeng, kewanten sajeroning umahipun makeh barang-barang sane becik.
  57. Pilih-pilih bekul bakat buah bangiang, suksmanipun: sakadi anake klangkung mipit mamilih barang, pamuputne sane kaon keniang ipun.
  58. Pitik mlali di ketungane, suksmanipun: sakadi anake sane dados buruh, raris polih genah ring gemuhe.
  59. Pegat batu tusing dadi tutupang, suksmanipun: sakadi anake sane belas makurenan, nenten malih pacang atep.
  60. Kaketus saking :* Buku Basitha Paribasa Bali.
     
    Pitik mabela gajah, suksmanipun: sakadi ring desa wenten anak adiri sane iwang, raris anake adesa ngemasin.

2. Sesenggakan (Ibarat).
            Wangun lengkara sesenggakan setata kariinin antuk kruna buka, taler nganggén wangun sampiran tur kalanturang antuk wangun katerangannyané sané kaanggén paimbangan, ping untat wau suksmannyané. Ring asapunapiné, yéning gumanti suksmannyané sampun sinah pisan, nénten malih madaging suksmannyané.
Ring sor puniki wantah makudang-kudang conto sasenggakan.
  1. Buka bantene, masoirohan, suksmanipun: sakdi anak sane nue perusahan, wantah ngutanyang pasemetonanipune kewanten makarya irika.
  2. Buka bangken gajahe,joh-joh mabo, suksmanipun: sekadi anaka sane nue pangkat sugih wiadin sugih yening katiben sengkala, ortanipunrauh  maideh-idehan.
  3. Buka batu buluane, nglintik tuah abesik, suksmanipun: kaucap sakadi anake sane nenten madue nyama wiadin timpal, wantah ipun padidiana.
  4. Buka benange, kadung suba maceleban, suksmanipun: sakadi anake sane kadung ngambil pakaryan, nyalah-nyalah yening ipun makaryanenten jantos puput.
  5. Buka bukite ejohin, katon rawit, suksmanipun: sakadi anake pakatenan ipun saking doh jegeg utawi bagus, kewanten wau tampek tlektekang ipun bodo, muanipune burik.
  6. Buka cicinge ngongkong, tuara pingenan nyegut, suksmanipun: sakadi jadmane sane degag ngaku wanen, kewanten jatinipun getap.
  7. Buka dadlune, kapid baan nyilih, suksmanipun: sakadi anake sane mapanganggo bungah becik-becik, kewanten jatinipun panganggene antuk nyelang.
  8. Buka dangap-dangape, gede-gede kayune ogara, suksmanipun: sakadi anake gemba katunan bayu miwah gelar (arta), nagih ngambil pakaryan sane ageng kalih akeh pacing nelasang prabiya.
  9. Buka entikan onge ngulah pesu, suksmanipun: sakadi anake ngomong awag-awag, sane nenten madasar antuk pamineh.
  10. Buka goake, ngadanin ibanne, suksmanipun: sakadi anake coroh raris nuturang maling.
  11. Buka jagunge, gedenan ati, suksmanipun: kaucap sekadi anake sane sombong tur degag, ngaku wanen tur sugih.
  12. Buka jangkrike, galak di bungut, suksmanipun: sakadi anake sane galak ati di omong, kewanten nenten purun nglaksanayang.
  13. Buka katake matindik, salah genah: suksmanipun: sakadi anake sane nenten uning nganutang payas dewek wiadin panganggopakantenanipun tani asin.
  14. Buka kasumba jawane, ngamahin, suksmanipun: sakadi anake sane kereng madaar kewanten mayus, ndenten demen makarya.
  15. Buka lindunge uyahin, blangsah, suksmanipun: sakadi anake uyang paling nenten nongos-nongos.
  16. Buka macane utawi meonge, ngengkebang kuku,suksmanipun: sakadi anake sane wikan utawi pradnyan, ngengkebang kawikanannyane utawi kapradnyanane.
  17. Buka macan, nakutin lawat, suksmanipun: sakadi anake sane mrasa teken dewekne iwang wiadin coroh, stata ipun marasa congah wiadin takut tur kabilbil.
  18. Buka mlali apine, mara ngasen kebus, suksmanipun: sakadi anake ngambil pakaryan sane sukeh tur madurgama ri sampune ipun sengkala wau ipun marasa.
  19. Buka naar bene matah, nglawan-lawanin, suksmanipun: sakadi nake kapaksa ngambil pkaryan, sane nenten damenina wiadin nenten uningina, punika mapuara nenten becik.
  20. Buka naar krupuke, gedenan kroakan, suksmanipun: sakadi anake sane ngaku wanen kalih jagi muputang karya, sakewanten nenten wenten buktinipun nglaksanayang.
  21. Buka medil kepecite, gedenan bia, suksmanipun: sakadi  anake ngambil karya ageng katah nelasang prabia, kewanten pikenoh kalih pikolihipun akidik.
  22. Buka nakep balange dadua, makadadua tuara bakat, suksmanipun: sakadi anake makeh nglamar pakaryan utaawi ngambil pakaryan, pamuputne sami nenten kekeniang.
  23. Buka negakin gedebonge, ngrasa ken jit belus, suksmanipun: sakadi anake sane ngrasa ken sikian iwang wiadin corah, dados ipun kimud utawi kabilbil.
  24. Buka ngae bajune sikutang ka raga, suksmanipun: saluiring polah basal an laksana marep anak siosan patut dumun imbangang ring raga becik miwah kaonne.
  25. Buka ngalih bedigale, ngadu sebeng, suksmanipun: mangda uning iraga nyindra semu kalih laksana timpal wiadin anak sane darma wiadin krinyi utawi egar wiadin sebet.
  26. Buka ngenjekin ikut cicing, mabalik nyaplok, suksmanipun: sakadi anak nundunin anak polos tur ipun polih sengkala.
  27. Buka patapaan rokone, nguredang dogen, suksmanipun: sakadi anak sane sugih, kasuen-suen nguredang kasugihanne duaning iwang antuk makta kasugihanne.
  28. Buka payane disisi maukir, di tengahne ngasumba, suksmanipun: ring sisi becik pamedal raosipune, kewanten ring manahipune jagi nyelekang wiadin ngamademang.
  29. Buka pasihe ngaduk ibana, suksmanipun: sakadi nake makardi kaon ring paumahan wiadin ring panyamaanipun, taler ipun jagi sareng keni kaone.
  30. Buka babakan pulene,pakidihang ada  anggon tuara ada, suksmanipun: sakadi anake kalangkung bares nenten majangka-jangka makidihang, jantois nenten wenten anggen ipun newek.

    Kaketus saking :
    * Buku Basitha Paribasa Bali
3. Sesawangan
      Sesawangan, lingganipun "sawang", artinipun : mirib, polih pangiring "an", dados sesawangan, raris kadwipurwayang dados "sesawangan", tegesipun : punapa-punapi ugi sane katon (kacingak), raris kalawatang (karasayang) ring kahiun, mirib sakadi solah kalih kahanan janma (mapawongan), upami : kedapan bunga nagasarine maelogan tempuh angin, kasawangan sakadi tangan anak istri ayu ngulapin.
Sawangan = iribang buka..........; masawang kuning = mirib sada kuning agigis. Sesawangan puniki ketahipun ngangge kruna : buka, kadi, tan pendah kadi, waluya kadi, luir, alah, amunan. Sesawangan puniki ring Bahasa Indonesia pateh sekadi perumpamaan. Ring Geguritan Megantaka wénten mungguh :

Pupuh Pangkur
  1. Pamarginé malonlonan,
    nolih kori rakane jua kaesti,
    rasanya teka manutug,
    nyaup nyangkol ngarasaras,
    angin alon mamuat bon bungane arum,
    enjunge nyukur katinggalan,
    masawang bale kaaksi.
  2. Maabah-abah sarwa endah,
    malalangse ombake nene titir,
    lumute kasampeh liu,
    masawang tikeh makebat,
    tur makasur bulung-bulunge ne anyud,
    kaange ne pacurenggah,
    masawang togog di samping.
"Tegesipun : rasanya = manutug; enjunge, masawang : bale; ombake titir, masawang : abah-abah muah langse; bulung-bulunge, masawang : kasur; kaangge pacurenggah, kasawangan : togog."
Ring sor puniki wantah conto-conto sesawangan, luire :
  1. Buka bulane kalemahan, suksmanipun : kembang lemlenm.
  2. Kadi tunjung tan pawarih, suksmanipun : layu dudus.
  3. Luir nyuh gading kembar, suksmanipun : susune sane nyangkil putih gading.
  4. Kaya taru ragas tinibeng wresti; taru ragas = kayu ligir, tinibeng wresti = tepen ujan; suksmanipun : sakadi anake kendel polih kasadian.
  5. Kadi sulur tempuh angin; sulur = entikan bun; sesawangan bangkiang sane lemuh magelohan.
    Kaketus saking :
    * Buku Basitha Paribasa Bali
4. Papindan
            Wangun papindan sumaih ring sesawangan, miwah sesemon, sakéwanten papindan nganggén anusuara. Papindan, tegesipun: gegambaran buka, yéning imbangang pateh sakadi: mirib tekén........, upami: papindan kedis, tegesnyané: wangun gambaré mirib kedis. Mapinda sedih, tegesnyané mirip buka anaké sedih. Sané dados papindan kruna aran sané polih anusuara.
Conto:

  1. lambéné barak ngatirah
  2. gegaéné mamukal
  3. kukuné mapah biu
  4. liatné natit
  5. isitné ngembang rijasa
  6. isitné ngisit kebo
  7. pipiné nyujén
  8. pamuluné nyandat gading
  9. untu nyalang ngatibangbung
  10. betekan batisné meling padi.


5. Sesemon
            Sesemon pateh sakadi sesimbing, sakéwanten basa pangwedarnyané alus nudut kayun. Makéh kaanggén malelemesan utawi pangrumrum anak istri, tur sering kasurat nganggé pupuh.
Conto:
Sané Lanang: “Béh, napi kadén melah pisan sekar cempakané punika, yéning                                  titiang  polih ngalap tur nyumpangang ambat ya legan manah                                 titiangé.”
Sané Istri:        “Napi gunané ngalap sekar kadi puniki, sané tan paguna, napi malih                         kasuén-suén pastika pacang layu.
Pupuh Ginada:
(1)   Tiang mriki ngrereh ‘bunga’, kocap wénten ‘campaka putih’, i riki genahnya reko, kocap luih warnanipun, Nawang Tranggana ngandika, “Inggih wiakti, ‘nanging déréng masannya alap’”.
(2)   Sesendoné kadi sipta, “Dumadak ya ulung jani, delima wastané ento, akatih tengahing dalu, titiang masesangi nyangga, baan kacing,  titiang suka matoh jiwa.”
(3)   Radén galuh weruh sipta, kenyung raris nyaurin, “Lamun painganan reko, madia latriné ya ulung, di pekené ya tibéninnya, soring bingin, manakti apang pasaja.”
6. Sloka
            Wangun sloka, lengkarannyané nganggén kruna frasa buka slokané utawi kadi slokané.
Ring sor puniki makudang-kudang conto sloka :
  1. Buka slokane, cara bluwang ngulahang basang mentil, depang bulune regreg; suksmanipun : anake sane ngutamayang dadaarang kemanten, ipun nenten ngitungan pangangge, jantos panganggen ipun brengbeng atebih.
  2. Buka slokane, dija ada batu belah tepen ujan; suksmanipun : anake sane loba tur bengkung, yadin amunapi antuk ngajahin wiadin ngorahin, taler nenten pacang mesalin laksananipun.
  3. Buka slokane, dija ada Galungan buung; suksmanipun : nenten wenten anak jaga wangde ngrereh pangupajiwa.
  4. Buka slokane, engkig-engkigan dongkang, makeplug masih basange ia; suksmanipun : sakadi anake sane miyegan galak tur nengkik, nenten dados palasang, pamuput ipun sengkala jagurina.
  5. Buka slokane, genite bakatgasgas; suksmanipun : sakadi anake sane keweh makarya, saget rauh timpalipun nulungin.
  6. Buka slokane, kasur ceburin dui langkahin; suksmanipun : sakancan pakaryan sane mapikolih becik patut marginin (karyanin), yening pakaryane sane mapikolih kaon patut impasin.
  7. Buka slokane, kudiang ngalih dinane ibi; suksmanupn : sakancang laksana sane iwang sane sampun lintang, sukehantuk mecikang malih.
  8. Buka slokane, macelep di kuping tengawan, pesu di kupingkebot; suksmanipun : anake sane nenten uning ngelingan peplajahan wiadin pitutur, gelis ipun lali.
  9. Buka slokane, makaca sumingkin lamur; suksmanipun : sakadi anake sane bingung ngresepang pitutur wiadin pituduh.
  10. Buka slokane, musuh wenang ampus; suksmanipun : satrune sane pacang nyengkalen ragane, dados linyokin, magda ragane rahayu.
  11. Buka slokane, ortane ento orten-ortenan; suksmanipun : ortane punika dados awi, sampunang banget ngega, sadurunge janten panggih wenten buktinipun.
  12. Buka slokane, tabah-tabahin ketipat, tingkaga masih ia; suksmanipun : sakadi anake sane ngambil pakaryan tan pawiweka, pamuput pacang manggihin pakewuh wiadin sengkala.
  13. Buka slokane, taru tan luputing angin; suksmanipun : sakancaning maurip tan luput pacang manggihin sakit.
  14. Buka slokane, tusing ade lemete elung; suksmanipun : anake sane dharma tur uning ngalah, sinah pacang manggihin rahajeng.
  15. Buka slokane, tusing ada uma sane tusing misi lelintah, suksmanipun : nenten wenten desa wiadin banjar, sane nenten madaging jadma sane mamaling utawi maparilaksana corah.
7. Sesimbing
            Sesimbing pinaka ucapan pralambang sané banget pedes ngawinang sang kasesimbingin jengah miwah sebet, santukan marasa ring kasesimbingin.
Conto:
(1)   Kadang tan tinolihan, tegesnyané anak sané ngutamayang padéwékan kémanten, nénten ngrunguang nyama utawi anak tiosan.
(2)   Bé di pangoréngané baang ngeléb, tegesnyané, sakadi anak ngambil anak istri bajang, sampun kakeniang sakéwanten ipun lénga, kantos anak bajang punika malaib.
(3)   Bas tegeh baan negak dilabuhé baongé elung, tegesnyané, sakadi anaké polih pangkat tegeh/becik bas lebian kendelnyané, iwang antuka makarya agulikan, kantos ngemasin maukum/nemu sengkala.
(4)   Semuné nyukcuk langit, tegesnyané kaucapang ring anaké sané jumbuh.
Ring asapunapiné, sesimbing taler wénten nganggén kruna sané tegesnyané nungkalik, sakadi:
(5)   Anak kiul sakéwanten kabaos anteng;
(6)   Anak dekil sakéwanten kabaos kedas;
(7)   Anak belog sakéwanten kabaos dueg;
(8)   Anak degag sakéwanten kabaos rapah.
8. Wewangsalan
            Wewangsalan kawangun antuk lengkara kalih baris, lengkara sané riinan dados bantang/sampiran, lengkara sané pungkuran teges sujatinnyané, miwah nganggén purwakanti.
Ring sor puniki conto-conto wewangsalan sane siosan :
  1. Prakpak balok anggon sundih = awak belog ngaku ririh
  2. Punyan dagdag lusuh-lusuh = awak degag ngelah musuh
  3. Rempeyek kacang ijo = yadin jelek masih kanggo
  4. Senggauk agrobag = mauk biun bobab
  5. Sintok masui batu = asing getok magedi malu
  6. Sintat-sintut balebet di punapi = nyen ane ngentut embet lantas mati
  7. Suba bawang buin tanbusin = suba tawang buin tandruhin
  8. Suba kau buin seluhin = suba tau buin tandruhin
  9. Suba klungah buin manduri = suba pongah buin juari
  10. Soksokan misi klukuh = awak bocok ngalih angkuh
  11. Timpas puntul pengiris pungak = mimpas nguntuk mairib nyak
  12. Tai belek tai blenget = suba jelek mara inget
  13. Tiing tamblang apit gumbleng = mua nyambang apit subeng
  14. Bebee padang gambuh = magae ngandang nganjuh
  15. Be bebek be guling = busan kedek jani ngeling

Kaketus saking :
* Buku Basitha Paribasa
9. Peparikan
            Peparikan masaih ring wewangsalan, sakéwanten kawangun antuk petang baris, sakadi conto:
(1)   bé curik mabasa manis,
bungkung pendok sedeng di tujuh,
bajang cerik kenyungné manis,
selat témbok makita nyujuh.
(2)   meli gabus duang kranjang,
lamen bodag sing ngenyakin,
yadin bagus mata kranjang,
enyén kodag mangenyakin.
(3) balang minyak balang memedi,
      balang kajoh mawadah lumur,
      lamun nyak jalan magedi,
      tusing joh teked di Sanur.



10. Cecangkitan
            Cecangkitan kanggén ri kala magegonjakan, ring asapunapiné taler wénten kanggén nguluk-uluk timpal. Mungguing wangun cecangkitan nganggén lengkara sané ngintar.
Conto:
(1)   Tain cicing déngdéng goréng jaen pisan.
Tegesnyané: yéning déngdéngé goréng janten jaen, sakéwanten yéning tain cicingé goréng nénten dados.
(2)   Awak suba bajang enu manyonyo.
Tegesnyané: anak bajang sami madué nyonyo, sakéwanten yéning anak sané sampun bajang nénten lumrah kantun nyepsep nyonyo utawi manyonyo.
(3)   Di Buléléng, Cinané makejang bah.
Tegesnyané: yéning di Buléléng tusing ada Cinané makejang bah, sakéwanten Cinané di Buléléng mula kaukina “Bah”.

11. Raos Ngémpélin
            Raos ngémpélin wangun krunannyané démpét, tegesnyané wénten krunannyané sané mateges kakalih utawi démpét.
Conto:
(1)    Yan makohkohan apané sakit?; makohkohan, tegesnyané cekéhan, miwah taler mateges ngohkoh tanah.
(2)     Yan ngaé sekaa arja, tiang nyak ngaluhin; ngaluhin, tegesnya dadi galuh, taler mateges tusing nyak dadi apa-apa (ngoyong) utawi aluh.
(3)    Kayang otonan I Madé, tiang nyéléngin; nyéléngin, tegesnyané lakar ngemaang céléng, miwah taler dados mateges ninggalin sambilanga nyéléngin.
(4)    Di Kintamani, raab umah anaké séng; séng, tegesnyané raab séng, miwah taler dados mateges miring.
(5)    Tiang mula misan Cokorda; misan, tegesnyané mingsiki, miwah taler dados mateges sisan-sisan (mis-misan).
12. Cecimpedan
            Cecimpedan wangunnyané kacihnayang antuk nganggén kruna pitakén apa ké?
1.      Blauk
2.      Iga-iga
3.      Bungan ambengan
4.      Jaum misi benang
5.      Caratn
6.      Sendi
7.      Gangsing

 
Conto:
1.      Apake anak cerik matapel?
2.      Anak satak maka satak matlusuk?
3.      Anak satak makasatak maudeng putih?
4.      Apa anak cerik maid cacing?
5.      Apa anak cerik maid enceh?
6.      Apa anak bongkok kereng nyuun?
7.      Anak cerik pantigang ngurek gumi?
8.     
8.      Pagehan
9.      Pancoran
10.  Neraca
11.  Caratan
12.  Rebab
13.  Pajeng
14.  Pusuh biu
15.  Punyan ental
16.  Punyan jempinis
17.  Waluh
18.  Punyan ental
19.  Base
20.  Padi

 
Ane kajeps idup, ane nyepes mati?
9.      Ane negen nongos, Ane kategen majalan?
10.  Ane tegeh dugdugin, ane endep juangin?
11.  Apa cekuk kajengitin?
12.  Apa cekuk baong godot basangne pesu gending?
13.  Apa bale gede matampul abesik?
14.  Base alukun ulung seka bidang?
15.  Apa don ne amun pedang, buahne amun guungan?
16.  Apa don ne srining-srining buahne amun gong?
17.  Apa don ne amun tutup, buahne amun sirah?
18.  Apa don ne utusan, buahne aturan?
19.  Apa don ne amun tlapak lima, buahne amun sigi?
20.  Apa di cerikne mapusung, di kelihne magambahan?

13. Cecangkriman
            Cecangkriman maka sujatinnyané pateh ring cecimpedan, sakéwanten mawangun pupuh, ketahnyané pupuh pucung. Conto:
Cecangkriman :
  1. Bapa Pucung,
    Indeng-indeng di alas gunung,
    Panake koryak-koryak,
    Di kayune ya padingkrik,
    Basang pelung,
    Tendase majajambulan.
  2. Berag landung,
    Ngelah panak cenik liu,
    Memene slelegang,
    Panak ne jekjek enjekin,
    Menek tuun,
    Mememne gelut gisiang.
  3. Jalan buntu,
    Tan masepak nolor terus,
    Nyen makeneh mentas,
    Apang elahang agigis,
    Musti blenggu,
    Majalan ditu magaang.
  4. Ia majujuk,
    Katumbak enu majujuk,
    Ane numbak ebah,
    Laut ngandang ngulintik,
    Bes kadurus,
    Pangencele mametelang.
  5. Kaki Pucung,
    Awak bunter maretungtung,
    Basange anginan,
    Sing paek ye ninjakin,
    Uber kepung,
    I kaki incang-incangang.
14. Bebladbadan
            Bebladbadan kawangun antuk lengkara tigang palet, inggih punika lengkara sané kapertama pinaka giing (bantang lengkara salanturnyané); lengkara sané kaping kalih pinaka teges sujatinnyané; miwah lengkara sané kaping tiga teges paribasannyané.
Conto:
  1. Mabunga layu = mayang, arti paribasane = sayang
  2. Blulang maukir = wayang, arti paribasane = sayang
  3. Maberuk tanah = caratan, arti paribasane = nyaratang
  4. Mabawang putih = kesuna, arti paribasane = pisuna
  5. Mabunga buah = bangsah, arti paribasane = mlangsah
  6. Macarang nyuh = papah, arti paribasane = ngepah
  7. Maceleng lua = bangkung , ati paribasane = bengkung
  8. Madanyuh biu = kraras, arti paribasane = raras dogen
  9. Madasar nasi = entip, arti paribasane = ngintip
  10. Madamar langit = bulan, arti paribasane = bulanan
  11. Madamar bangke = angenan, arti paribasane = mapangenan
  12. Madamar di carik = kunang-kunang, arti paribasane = tunangan
  13. Madon jaka = ron, arti paribasane = makaronan
  14. Madakin kuping = tilu, arti paribasane = uling liu
  15. Maadin kuud = klungah, arti paribasane = jengah
  16. Ental magulung = subeng, arti paribasane = nyebeng
  17. Golok jembrana = sadu, arti paribasane = masadu
  18. Gonda di gunung = anti, arti paribasane = nganti
  19. Goak mamata barak = tuhu-tuhu, arti paribasane = tuhu (sejati)
  20. Gedebong tuh = kupas, arti paribasane = upas

15. Sesapan
            Sesapan, tegesnyané nyapatin, sané matetujon nglungsur karahajengan mangda nénten keni bencana. Kawéntenan sesapan manut tetujonnyané, minakadi:
  1. Sesapan ngebah taru
-          “Ratu Betara Sangkara, titiang nglungsur taru duéné, mangda titiang nénten tulah.”
  1. Sesapan ngentasin genah tenget
-          “Jero sané nuénang genahé/marginé, tiang nyelang genahé, icén tiang karahajengan!”
  1. Sesapan angin baret
-          “Ratu Betara Bayu, mamargi I Ratu becik-becik sampunang kantos ngrusak wewidangan titiang, mangda titiang sami rahajeng!”
  1. Sesapan ri kala sungkan, wénten dongkang mamunyi
-          “Ih, dongkang, apa not iba, yéning ada anak makeneh rahayu baang mai, sakéwala yén ia mapaidepan corah, cotot matané apang kanti buta!”
16. Tetingkesan
            Tetingkesan punika kruna basa ngandap kasor, tegesnyané bebaos sané kanggén ri kala ngandapang raga.
Conto:
(1)      “Durusang malinggih Pak, kanggéang nénten wénten genah malinggih!” Kawéntenannyané, genah sané wénten becik, kursi empuk saha resik.
(2)      “Sameton sami, duaning sampun galah, ngiring ka perantenan, kanggéang ulamnyané tasik-tasik manten!”
Kawéntenannyané, ajengané madaging reramon makéh pisan.
(3)      “Durus unggahang, kanggéang toyané tabah!”
Yakti-yakti nénten wénten gohnyané, duaning genah warung sané ngadol sanganan doh.
17. Gigihan
            Gigihan, kruna basa sané medal saking sang sané gelu utawi tangkejut sangkaning cokornyané maserit, di asapunapiné sang sané maserit punika tambis-tambis runtuh.
Conto:
-          “Éé, caluk cang ulung”.
-          “Ada dah, batis cang maserit”.
Manut abah sang sané gigihan, wénten taler sané nganggé kruna basa jaruh, sakadi:
-          “Imih ratu, barang cang ulang”. Barang i riki biasané sering kaucapang nganggén kruna silih sinunggil srana masanggama.
18. Basa Jumbuh
            Basa jumbuh, kruna basa sané sering kanggén olih sang sané madué abah jumbuh utawi nguni jun. Cecirénnyané marupa kruna madak, sakadi:
  1. “Mémé jani mara ya sukat I Madé malayar ngrénéb umahné.”
  2. “Madak ja tiang pang énggal sugih!”
  1. “Pianak tiangé belog, okan ragané wau ja dueg san ring sekolahan.”
  2. “Madak, pianak tiangé lulus ngrereh universitas!”



Pustaka Acuan

Alwi, Hasan dkk. 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Anom, I Gusti Ketut. 1983. Tata Bahasa Bali. Denpasar: Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Bali
Bawa, I Wayan lan I Wayan Jendra. 1981. Struktur Bahasa Bali. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Cook S.J, Walter A. 1971. Introduction to Tagmemic Analysis. London-New York-Sydney-Toronto; Holt, Rinehart & Wiston.
Elson, Benjamin & Velma Pickett. 1969. An Introduction to Morphology and Syntax. Santa Ana, California: Summer Institute of Linguistics.
Ramlan, M. 1976. “Penyusunan Tata Bahasa Sruktural Bahasa Indonesia” (dalam Pedoman Penulisan Tata Bahasa Indonesia, ed. Yus Rusyana dan Samsuri). Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sulaga, I Nyoman dkk. 1996. Tata Bahasa Baku Bahasa Bali. Denpasar: Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Bali.
Tim Penyusun. 2006. Tata Basa Bali. Denpasar: Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Badan Pembina Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali Provinsi Bali.
Tinggen, I Nengah. 1984. Tata Basa Bali Ringkes. Singaraja: Rhika.
Bagus, I Gusti Ngurah, dkk. 1979/1980. Peribahasa dalam Bahasa Bali. Singaraja: FKIP Universitas Udayana.
Gautama, Budha, Wayan. 2004. Pralambang Basa Bali. Denpasar: CV. Kayumas Agung.
Ginarsa, Ketut. 1984. Paribasa Bali. Balai Penelitian Bahasa Singaraja, Bali.
Poerwadarminta, W.J.S. 1987. Kamus Umum Bahasa Indonesi. Diolah kembali oleh Pusat Pembinaan  dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Balai Pustaka.
Rozak Zaidan, Abdul, dkk., 2000. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka
Simpen, W. AB., 2004. Basita Paribasa. Denpasar: Upada Sastra.
Sudjiman, Panuti, Ed.1986. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
Tinggen, I Nengah. 1988. Aneka Rupa Paribasa Bali. Singaraja: Percetakan Rhika Dewata.
Tim Penyusun. 2005. Kasusastran Bali. Denpasar: Dinas Kebudayaan Provinsi Bali.
Tim Penyusun. 2006. Paribasa Bali. Denpasar: Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Badan Pembina Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali Provinsi Bali.
Warna, I Wayan. 1993. Kamus Bali-Indonesia. Denpasar: Dinas Pengajaran Daerah Tingkat I Bali.
MODUL PALAJAHAN BASA DAERAH BALI
 
KAPUPULANG
OLIH
I MADE JULIADI SUPADI,S.Pd