"OM AWIGNAMASTU NAMA SIDDHEM OM SWASTIASTU" SEMOGA SEMUA DALAM PERLINDUNGAN TUHAN, SELAMAT MEMBACA DAN SEMOGHA BERMANFAAT.jangan lupa kunjungi videobsaya di link https://youtu.be/-UJdPDAjETM

1/05/2012

KRUNA SATMA

Sejumlah satuan teori yang dijadikan acuan dalam membahas permasalahan yang tercakup dalam pokok permasalahan dalam penelitian ini meliputi: (1) pengertian kruna satma, (2) ciri-ciri kruna satma, (3) macam-macam kruna satma, (4) penggunaan kruna satma dalam kalimat bahasa Bali. 

1  Pengertian Kruna Satma
Dalam bahasa daerah Bali dijumpai hal-hal seperti apa yang terdapat dalam pelajaran bahasa Indonesia. Yaitu lima macam ilmu bahasa: (1) tata bunyi (fonologi), (2) tata bentukan (morfologi), (3) tata kalimat (sintaksis), (4) tata wacana, (5) tata arti (semantik). Dalam pembahasan ini merupakan bagian dari tata bentukan (morfologi). Di mana tata bentukan tersebut terjadi disebabkan karena proses afiksasi, proses perulangan, dan proses komposisi atau pemajemukan. Berdasarkan hal-hal di atas kruna satma/kata majemuk merupakan hasil salah satu proses morfologi yang sering disebut dengan persenyawaan, pemajemukan atau komposisi.
Mengenai pengertian atau batasan kruna satma/kata majemuk sudah banyak dibicarakan oleh para ahli bahasa. Untuk lebih jelasnya mengenai batasan kata majemuk dipetik beberapa pendapat para ahli yaitu :
Antara (2003 : 63) dalam bukunya yang berjudul Sari Tata Basa Bali maosang kruna satma (kruna mangkep, kruna dwi binalingga eka sruti) utawi kata majemuk  (BI) inggih ipun gabungan kruna-kruna sane madue arti asiki. Kruna satma punika kawangun antuk kruna lingga kekalih, pada madue arti soang-soang, nanging yan kagabung pacang madue arti wantah asiki.
Upama kruna sapu angkepang ring kruna tangan pacang marupa saputangan. Artin sapu miwah tangan ring saputangan sampun matiosan awinan mateges asiki.
Keraf (1969 : 138) dalam bukunya Tata Bahasa Indonesia mengatakan bahwa kata majemuk adalah gabungan dua kata lebih yang memberikan satu kesatuan arti. Pada umumnya struktur kata majemuk sama seperti kata biasa, yaitu tidak dapat dipeahkan lagi atas bagian-bagian yang lebih kecil. Oleh karena gabungan itu sudah merupakan kekuatan yang tidak dapat dibagi-bagi lagi, maka dalam memberikan sifat terhadap kata majemuk itu, kata sifat atau keterangan-keterangan lain yang menerangkan kesatuan itu harus memberikan keterangan atas keseluruhan kata sebagai satu kesatuan. Unsur yang menjadi dasar pembentukan kata majemuk telah bersatu menjadi hakikat-hakikat kebasaannya karena struktur kekataannya itu sudah ditampung di dalam kesatuan gabungan itu.
M. Ramlan (1979 : 34) dalam Pedoman Penulisan Tata Bahasa Indonesia mengatakan bahwa kata majemuk adalah kata yang terdiri atas dua kata sebagai unsurnya.
Semua definisi diatas menunjukkan adanya kesamaan tentang konsep kruna satma/kata majemuk. Berdasarkan hal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kruna satma/kata majemuk (S1) adalah rangkaian dua buah kata atau lebih yang sedemikian eratnya sehingga menimbulkan pengertian baru. Jadi kruna satma itu terjadi aats dua kata atau lebih dan mengandung satu kesatuan arti. Disamping itu unsur-unsur yang membentuk kruna satma itu tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Jika unsur-unsur itu dipisahkan maka arti setiap unsur yang menjadi unsur kruna satma itu sudah tidak menonjol lagi, yang menonjol adalah arti baru yang ditimbulkan akibat persenyawaan usnru-unsur yang membentuk kruna satma/kata majemuk itu.
Contoh : Kelompok kata jebug arum yang terdiri atas unsur jebug “jebug” dan arum “arum”, arti masing-masing unsur yang membentuk kelompok itu tidak menonjol lagi, tetapi keduanya sudah membentuk arti baru yaitu jebugarum (buah yang dapat digunakan tanaman obat-obatan tradisional Bali).
Konstruksi yang mempunyai arti baru tidak dapat disisipio dengan kata lain. Kalau disisipi dengan kata lain, fungsinya sebagai kruna satma/ kata majemuk akan terganggu dan konstruktinya kan berbentuk frase.
Misalnya : -  Anak tua kata majemuk ini dapat disisipi kata ane sehingga menjadi anak ane tua, sehingga konstruksi ini bukan lagi kata majemuk, melainakn sudah menajdi konstruksi frase

2  Ciri-Ciri Kruna Satma
Ciri adalah suatu penanda yang dapat membedakan satu unsur dengan unsur yang lain, atau satu bentuk dengan bentuk yang lain. Ciri atau penanda untuk kata majemuk ada dua jenis yaitu ciri arti, ciri bentuk.
Anom (1975 : 84-85) dalam buku Morfologi Bahasa Bali, dalam Masalah Pembakuan Bahasa Bali mengemukakan bahwa : Oleh karena sukar membedakan struktur antara “KRUNA SATMA” (KS) sebagai PROSES MORFOLOGI dan FRASE sebagai peristiwa sintatik, perlu ditetapkan dulu ciri-ciri kruna satma itu yaitu :
A.     Bahwa diantara kedua unsurnya tidak dapat disisipkan unsur lain. Contoh jebugarum tidak dapat dikatakan jebug ane arum; tetapi lengis miik dapat dikatakan lengis ane miik. Maka jebugarum adalah kruna satma sedang lengis miik bukan. Beberapa contoh : galang kangin, suria kanta.
B.      Unsurnya walaupun sederajat tidak dapat berkomunikasi, misalnya ‘kaja kauh’, tidak pernah bebrentuk ‘kauh kaja’, contoh lain : kaja kangin, meme bapa, nyama braya.
C.      Kalau diikat denagn afiksasi kompleks itu mempersenyawakan unsurnya ‘togtog titih’ dalam bentuk katogtogtitihang, contoh lain : nyelemputihang, panyamabrayang.
D.     Ada sejenis kruna satma yang satu unsurnya merupakan unsur khusus, maksudnya hanya dapat tersusun bersama dengan unsurnya yang lain itu saja, seperti : peteng dedet, unsur dedet hanya tersusun bersama dengan peteng. Contoh lain : gede gangsuh, selem denges.
Ciri di luar struktur yang mengenai seluruh ciri yang lain ialah bahwa kruna satma itu menimbulkan satu makna yang khusus.
Antara (2003 : 64) dalam bukunya Sari Tata Basa Bali mengemukakan bahwa ciri kruna satma adalah :
Kruna satma merupa kruna tawah (unsur unik, BI)
Upama : kruna ngotngot wantah madue arti, yaning sampun kagabungan (angkepang) ring kruna selem, awinan ngotngot punika tan madue arti. Punika taler sane tawah sakadi :
denges wantah ring selem denges
ngalik wantah ring tegeh ngalik
ngaluh wantah ring miik ngalub
miwah sane lianan
Sehingga dari semua ciri-ciri yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri kruna satma (kata majemuk) ada dua (2) yaitu ciri arti dan ciri bentuk.
1)   Ciri arti
            Ciri arti memang tidak tampak sehingga banyak pakar bahasa beranggapan bahwa sulit untuk membedakan kruna satma (kata majemuk) dengan frase dari segi arti. Namun arti adalah hal yang sangat penting dalam membedakan kruna satma dengan frase. Untuk dapat membedakan kruna satma (kata majemuk) dengan frase dari segi arti, maka hal tersebut harus dilihat dalam konteks yang lebih besar, yaitu kalimat.
Contoh :
(1)  Anak tuane enu besik ane idup
Orang tuanya masih satu yang hidup
(2)  Anak tua ento umurne satus taun lebih
Orang tua itu umurnya seratus tahun lebih
            Konstruksi sintaksis anak tuaorang tua’ dalam kalimat nomor (1) jelas membentuk satu arti baru, yaitu bisa berarti ‘ayah’ atau bisa berarti ‘ibu’. Arti yang dikandung dalam kata anak ‘orang’ dan tua ‘tua’ tidak lagi ditonjolkan. Keduanya sudah kehilangan otonominya. Oleh karena itu, konstruksi sintaksis anak tua ‘orang tua’ dalam konteks kalimat (1) berfungsi sebagai satu kata yaitu kata majemuk.
            Konstruksi sintaksis anak tua ‘oang tua’ dalam kalimat nomor (2) tidak menimbulkan arti baru. Baik kata anak ‘orang’ maupu kata tua ‘tua’ tap menonjolkan artinya masing-masing dan masih tetap mempertahankan otonominya. Oleh karena itu, konstruksi anak tua ‘orang tua’ dalam kalimat nomor (2) jelas bukan kata majemuk melainkan frase.
            Berdasarkan uraian diatas, jelas bahwa ciri arti mudah dipakai untuk membedakan kata majemuk (kruna satma) dengan frase. Kruna satma menimbulkan satu arti baru, sedangkan frase memiliki arti sebanyak arti yang dikandung oleh unsur-unsurnya.
2)   Ciri bentuk
            Ciri bentuk yang dimiliki oleh kata majemuk merupakan ciri yang dapat dilihat. Beberapa ciri bentuk yaitu :
a.    Salah satu unsur kata majemuk dapat berupa morfem unik
          Suatu konstruksi sintaksis jika salah satu unsurnya berupa morfem unik (MU) maka jelas konstruksi sintaksis tersebut termasuk kruna satma (kata majemuk).
Contoh : peteng dedetdedet adalah morfem unik, sehingga jelas konstruksi sintaksis ini adalah kruna satma (kata majemuk).
b.    Hubungan antar unsur kata majemuk (kruna satma) sangat rapat
          Karena kata majemuk adalah satu kata, maka hubungan antar unsur yang membentuknya sangat rapat atau bersifat tertutup. Oleh karena itu, tidak mungkin disisipkan suatu morfem lain diantara unsur-unsurnya, kalau disisipi bentuk lain, maka akan terjadilah konstruksi sintaksis yang tidak gramatikal atau bisa juga terjadi konstruksi sintaksis yang tidak gramatikal atau bisa juga terjadi kontruksi sintaksis yang gramatikal, tetapi hakikat kemajemukannya hilang.
Contoh : peteng dedet adalah kata majemuk (kruna satma). Diantara unsur peteng dan unsur dedet tidak disisipi suatu morfem lain. Seandainya dipaksakan menyisipkan morfem (lan), maka akan terjadilah konstruksi sintaksis yang tidak gramatikal, yaitu peteng lan dedet.
c.    Unsur-unsur pembentuk kruna satma (kata majemuk) tidak dapat dibalik susunannya
          Seperti diketahui kruna satma (kata majemuk) adalah satu kata, maka hendaknya diperlakukan sama dengan kata lainnya. Contoh : kaja kauh tidak pernah berbentuk ‘kauh kaja’.
d.    Unsur-unsur kruna satma (kata majemuk) tidak dapat diperluas secara terpisah
          Contoh kruna satma sela kutuh diperluas dengan nguda maka kata nguda ‘muda’ ini hanya menjelaskan unsur sela ‘ketela’ dan bukan pula hanya menjelaskan unsur kutuh ‘pohon’. Akan tetapi keseluruhan kruna satma diatas bukan menjadi sela nguda kutuhketela muda pohon’, melainkan harus menjadi sela kutuh ngudaketela pohon yang muda’.

3  Macam-Macam Kruna Satma
1)     Kruna satma sepadan (kata majemuk setara)
           Yaitu kruna satma (kata majemuk) yang hubungan antara unsur-unsur yang membentuknya bersifat setara, unsur yang satu tidak menerangkan unsur yang lain.
Contoh :     olas asih ‘belas kasihan’
                            meme bapa ‘ibu bapak’
2)     Kruna satma tan sepadan (kata majemuk tidak setara)
           Yaitu salah satu unsurnya menerangkan unsur yang lain. Pada umumnya unsur kedua menerangkan unsur yang pertama.
Contoh :     gedang renteng ‘nama pepaya’
                            bale agung ‘nama bangunan, pura desa
3)     Kruna satma sane nganggen kruna tawah
           Yaitu salah satu unsurnya terdiri atas morfem unik yaitu morfem yang hanya ditemukan dalam bentuk gabungan kata majemuk seperti itu, sedangkan pemunculannya dalam bentuk gabungan lain tidak mungkin.
Contoh :     peteng dedet ‘gelap gulita’
                            nyurnyur manis ‘manis sekali’

4  Makna Kruna Satma (kata majemuk)
Kruna satma memiliki sejumlah makna sebagai berikut :
1)     Menyatakan melengkapi atau kumpulan dari kedua unsurnya.
Contoh :
meme bapa ‘ibu bapak’
cerik kelih ‘besar kecil’
kebus dingin ‘demam’
2)     Mengandung pengertian mengeraskan makna secara padu
Contoh :
olah asih ‘belas kasihan’
setset suranting “cobak cabik’
tresna asih ‘cinta kasih’
baag biing ‘merah padam’
mas manik ‘harta benda perhiaan’
3)     Inti makna pada unsur pertama, unsur kedua, merupakan penjelasan yang kemudian menimbulkan makna terpadu.
Contoh :
biu kayu ‘nama pisang’
kacang lindung ‘nama kacang panjang’
4)     Mengeraskan makna
Contoh :
selem denges ‘hitam legam’
seger oger ‘segar bugar’

5  Melihat dari kesekian makna kruna satma (kata majemuk) maka akan diajukan dalam beberapa contoh kalimat (lengkara) yaitu :
1)   Menyatakan melengkapi atau kumpulan adri kedua unsurnya
Contohnya :
-      I Putu Lara setata sebet karana tusing ngelah meme bapa
-      Cerik kelih pianakne ajak magarapan
2)   Mengandung pengertian menggerakkan makna secara padu
Contohnya :
-      Iraga  patut ngelah rasa olas asih teken anak ane kasengsaran.
-      Suba setset suanting bajune ento enu masi apikina.
3)   Inti makna pada unsur pertama, unsur kedua merupakan penjelasan yang kemudian menimbulkan makna terpadu.
Contoh :
-      Tiang demen pesan teken biu kayu
-      I meme meli kacang lindung lakar anggona lawar
4)   Menjelaskan makna
Contoh :
-      Selem denges kulitne karane sesai medendeng
-      Yening iraga seleg olah raga, sinah awake dadi seger oger
Sehingga dapat disimpulkan bahwa akan nampak jelas dapat dipahami mengenai makna dan cara penggunaan kruna satma (kata majemuk) dengan melihat makna kruna satma seperti yang telah dijelaskan diatas dan disertai contoh kalimat pada masing-masing makna kruna satma tersebut.
Penggunaan kruna satma dalam kalimat bahasa Bali adalah dengan memperhatikan kalimat (lengkara) yang menyertai kruna satma tersebut.