"OM AWIGNAMASTU NAMA SIDDHEM OM SWASTIASTU" SEMOGA SEMUA DALAM PERLINDUNGAN TUHAN, SELAMAT MEMBACA DAN SEMOGHA BERMANFAAT.jangan lupa kunjungi videobsaya di link https://youtu.be/-UJdPDAjETM

6/24/2011

Permasalahan dalam Analisis Kesalahan Berbahasa dan Analisis Kontrastif


Kesalahan yang dibuat oleh siswa pada saat mempelajari atau menggunakan B2 menarik   perhatian   para   ahli, terutama para ahli yang bergerak dalam bidang pengajaran bahasa. Oleh karena itu tidak mengherankan jika banyak buku yang  ditulis untuk memperkenalkan pendekatan baru  dalam pengajaran bahasa.  Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan analisis sesalahan berbahasa dan analisis kontrastif.
Tujuan yang hendak dicapai dengan penyajian kegiatan belajar dua dalam modul ini adalah harapan agar Anda dapat membedakan sekaligus memahami hubungan antara analisis kesalahan berbahasa dengan analisis kontrastif. Untuk tujuan tersebut, marilah kita cermati sajian berikut ini.
Permasalahan  
Baik analisis kesalahan berbahasa maupun analisis kontrastif, masing-masing mempunyai  permasalahan sendiri-sendiri. Permasalahan-permasalahan yang  dimaksud dapat dilihat pada uraian di bawah ini.

Permasalahan dalam Analisis Kesalahan Berbahasa      
Sebagai seorang guru atau calon guru yang sedang berpraktik mengajarkan bahasa Indonesia, apabila diperhatikan dengan saksama, Anda akan menemukan kesalahan-kesalahan yang dibuat siswa. Kesalahan-kesalahan itu ternyata dapat Anda pilah dalam dua kategori, yaitu kategori kesalahan dalam bidang keterampilan dan kesalahan dalam bidang linguistik. Kesalahan yang berhubungan dengan keterampilan terjadi pada saat siswa menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Sedangkan kesalahan dalam bidang linguistik meliputi tata bunyi, tata bentuk kata, dan tata kalimat.
Temuan-temuan Anda ini sangat menarik dan segera diatasi agar proses belajar-mengajar berhasil dengan baik. Dengan demikian permasalahan yang ditangani analisis kesalahan berbahasa itu berkisar pada kesalahan dalam keterampilan berbahasa dan kesalahan dalam kebahasaan (linguistik).
Permasalahan dalam Analisis Kontrastif
Berdasarkan kenyataan menunjukkan bahwa orang Indonesia umumnya dan para siswa khususnya tergolong dwibahasawan. Bahasa Indonesia dianggap sebagai B2 bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Pengajaran bahasa Indonesia dimulai sejak taman kanak-kanak. Ini berarti bahwa pembinaan bahasa telah dimulai sejak dini. Namun ternyata masih terdapat banyak kesalahan dan persoalan dalam berbahasa Indonesia. Persoalan kebahasaan yang dihadapi dalam pengajaran bahasa Indonesia ialah adanya pengaruh Bl (bahasa daerah atau bahasa ibu) terhadap B2 (bahasa Indonesia atau bahasa yang dipelajari). Pengaruh itu ada yang berkaitan dengan tata bunyi, tata bentuk kata, dan ada pula yang berhubungan dengan tata kalimat. Persoalan yang muncul bagaimana seorang guru bahasa dapat memberantas atau mengurangai pengaruh Bl terhadap bahasa yang sedang dipelajari para siswa? Salah satu cara yang diajukan melalui analisis kontrastif.
Batasan
Batasan dalam uraian ini diartikan sama dengan pengertian. Untuk jelasnya batasan antara analisis kesalahan dengan analisis kontrastif dapat Anda simak
uraian di bawah ini.
Analisis Kesalahan
Batasan atau pengertian analisis kesalahan sudah Anda pelajari pada kegiatan belajar satu modul ini. Namun tidak ada jeleknya jika dalam kegiatan belajar dua ini kita ulas kembali.
Jika kita perhatikan, maka salah satu pekerjaan guru (yang paling tidak disukai?) ialah mengoreksi pekerjaan siswa. Kegiatan mengoreksi ini tidak lain menilai kompetensi bahasa siswa yang muncul dalam performansinya. Pada saat guru menilai (mengoreksi) pasti menemui kesalahan. Kesalahan tersebut dianalisis dengan cara mengategorikan, menentukan sifat, jenis, dan daerah kesalahannya. Kegiatan guru semacam inilah  yang sebenarnya  disebut analisis kesalahan (Pateda. 1989-32)
Coba Anda bandingkan apa yang dikemukakan Pateda di atas dengan yang dikemukakan Ellis (daiam Tarigan, 1990:68) tenfang analisis kesalahan ini. EIUs memberi batasan bahwa yang dimaksud dengan analisis kesalahan adalah suatu prosedur kerja yang biasa digunakan oleh para peneliti dan guru bahasa, me! pengumpulan data, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat dalam data, penjelasan kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan pen\e-babnya, serta pengevaluasian atau penilaian taraf keseriusan kesalahan itu.

Kesalahan dibedakan dengan kekeliruan dan keseleo. Kesalahan mengacu pada kompetensi, kekeliruan mengacu pada performansi, sedangkan keseleo mengacu pada situasi pengucapan yang keliru, misalnya karena lupa atau adanya tekanan kejiwaan.
Analisis Kontrastif
Guru sering menghadapi kesulitan dalam mengajarkan B2 kepada para siswanya. Untuk itu guru harus mengenal analisis kontrastif. Analisis ini dapat membantu guru bahasa menolong dan sekaligus memperbaiki kesalahan siswa. Dengan demikian para siswa dapat segera menguasai bahasa sasaran (B2) yang dipelajari. Analisis kontrastif sebagai suatu pendekatan pengajaran bahasa mengasumsikan bahwa Bl mempengaruhi siswa ketika mempelajari B2. Pengaruh Bl sering kita dengar atau bahkan kita alami sendiri ketika belajar atau menggunakan B2. Kadang-kadang kata-kata tertentu atau konstruksi Bl mempengaruhi secara tidak disadari. Bahkan dengan mendengarkan pembicaraan orang, kita dapat menebak daerah asal si pembicara. Pengaruh yang dimaksud dapat terjadi pada ujaran bahasa, pilihan kata atau struktur kalimat.
Analisis kontrastif sebagai suatu pendekatan dalam pengajaran bahasa menggunakan metode perbandingan, yaitu membandingkan antara unsur yang berbeda dengan unsur yang sama. Meskipun demikian titik berat analisis kontrastif ditekankan pada unsur-unsur kebahasaan yang berbeda.
Bertolak dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa analisis kontrastif adalah pendekatan dalam pengajaran bahasa yang menggunakan teknik perbandingan antara Bl (bahasa ibu) dengan B2 (bahasa sasaran, yaitu bahasa yang dipeljari) sehingga guru dapat meramalkan kesalahan siswa dan si siswa segera menguasai bahasa yang dipelajari (Pateda, 1989:18).
Agar pengertian analisis kontrastif itu lebih jelas, Tarigan (1990:59) dengan nafas yang sama tetapi dengan kata-kata yang sedikit berbeda mengatakan bahwa analisis kontrastif adalah kegiatan membandingkan struktur Bl dengan B2 dengan langkah-langkah membandingkan struktur Bl dengan B2, memprediksi kesulitan belajar dan kesalahan belajar, menyusun bahan pengajaran, dan mempersiapkan cara-cara menyampaikan bahan pengajaran.
Psikologi behavioris mendominasi analisis kontrastif. Teori ini menyatakan bahwa kesalahan berbahasa dalam menggunakan B2 disebabkan oleh adanya transfer negatif atau interferensi Bl siswa terhadap B2 yang sedang dipelajari siswa. Inti teori belajar psikologi behavioris adalah kebiasaan dan kesalahan. Analisis kontrastif dapat digunakan sebagai landasan dalam meramalkan kesulitan siswa yang sedang belajar B2.

Ruang Lingkup Analisis

Setiap permasalahan mempunyai ruang lingkup atau cakupan sendiri-sendiri. Demikian juga persoalan analisis kesalahan dan analisis kontrastif. Untuk mengetahui ruang lingkup masing-masing, ikutilah penjelasan di bawah ini.
Ruang Lingkup Analisis Kesalahan
Anda pasti tahu bahwa setiap orang apakah dia orang tua, remaja, ataupun anak-anak, dalam kegiatan berkomunikasi lisan maupun tulis (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) setiap hari menggunakan bahasa. Dalam berkomunikasi dengan bahasa itu pasti membuat kesalahan. Kesalahan itu ada yang sistematis dan ada yang tidak sistematis. Dalam kaitannya dengan analisis kesalahan, yang disoroti adalah kesalahan yang bersifat sistematis. Kesalahan sistematis berarti kesalahan yang berhubungan dengan kompetensi. Kompetensi dalam pembicaraan ini adalah kemampuan pembicara atau penulis untuk melahirkan pikiran dan perasaannya melalui bahasa sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku. Bahasa yang digunakan itu berwujud kata, kalimat, dan makna yang mendukungnya. Kata dan kalimat berunsurkan bunyi-bunyi yang membedakan yang disebut fonem.
Memperhatikan penjelasan di atas, kesalahan yang perlu dianalisis mencakup tataran tata bunyi (fonologi), tata bentuk kata (morfologi) tata kalimat (sintaksis), dan tataran tata makna (semantik). Analisis kesalahan bidang tata bunyi berhubungan dengan kesalahan ujaran atau pelafalan, grafemik, pungtuasi, dan silabisasi. Analisis kesalahan dalam tata bentuk tentu saja kesalahan dalam membentuk kata terutarna pada afiksasi. Analisis kesalahan dalam bidang tata kalimat menyangkut urutan kata, kepaduan, susunan frase, kepaduan kalimat, dan logika kalimat. Dan yang berikutnya analisis kesalahan bidang semantik berkaitan dengan ketepatan penggunaan kata, frase atau kalimat yang didukung oleh makna baik makna gramatikal maupun makna leksikal.

Ruang Lingkup Analisis Kontrastif
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa analisis kontrastif muncul karena adanya kenyataan yang dialami siswa ketika mempelajari B2. Analisis kontrastif mencoba ingin menolong guru bahasa sekaligus menolong siswa yang sedang mempela­jari B2 agar segera menguasai bahasa sasaran tersebut. Analisis kontrastif terbatas hanya menganalisis dua bahasa dengan jalan membandingkannya, yakni membandingkan B2 dengan Bl atau antara bahasa yang dipelajari dengan bahasa ibu. Hasilnya terutarna perbandingan unsur kebahasaan yang berbeda akan membantu guru bahasa untuk meramalkan kesalahan yang kemungkinan dilakukan siswa dan sekaligus menolong siswa agar segera menguasai bahasa sasaran (B2).

Analisis Kesalahan Bertahasa
Materi yang dibandingkan berhubungan dengan tata bunyi (fonologi), tata bentuk kata (morfologi), dan tata kalimat (sintaksis). Bidang tata bunyi berhubungan  dengan bunyi (fonem) dan pelafalannya. Bidang tata bentuk berhubungan dengan  imbuhan, kata dan pembentukannya. Bidang tata kalimat menyangkut urutan kata  dan frase dikaitkan dengan hukum-hukumnya (DM, MD). Untuk keperluan itu semua perlu adanya deskripsi yang jelas antara bahasa Bl dan B2.       
Objek merupakan sasaran yang digarap suatu kegiatan. Apa dan bagaimana objek analisis kesalahan dan analisis kontrastif dapat dibaca pada uraian berikut.
Objek analisis kesalahan adalah bahasa. Oleh sebab itu analisis kesalahan
dalam pembicaraan ini identik dengan analisis kesalahan berbahasa. Analisis kesalahan menitikberatkan analisisnya pada bahasa ragam formal. Seperti kita ketahui dilihat dari ragam pemakaiannya bahasa itu dibedakan atas bahasa ragam santai dan bahasa ragam formal. Bahasa ragam formal digunakan orang pada situasi formal seperti berpidato, berceramah, khotbah, berdiskusi, berseminar, berkongres, berkonferensi, bermusyawarah, dosen memberikan kuliah, guru mengajar di depan kelas, dan sebagainya yang jelas bahasa yang digunakan dalam situasi resmi.
Analisis kesalahan ditekankan pada proses belajar B2 (termasuk bahasa asing). Dengan demikian objek analisis kesalahan adalah bahasa siswa yang sedang mempelajari B2 atau bahasa asing. Objek yang lebih khusus lagi adalah kesalahan bahasa siswa yang bersifat sistematis dan menyangkut analisis kesalahan yang berhubungan dengan keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis), tata bunyi, tata bentuk kata, tata kalimat, dan tata makna.
Objek Analisis Kontrastif
Objek analisis kontrastif adalah bahasa. Meskipun yang menjadi objek adalah bahasa, tetapi hasil analisisnya bukan untuk kepentingan bahasa itu sendiri melainkan untuk kepentingan pengajaran bahasa. Dengan begitu, bahasa sebagai objek dapat dilihat dari bahasa itu sendiri atau sebagai bahan pengajaran. Sebagai bahan pengajaran berkaitan erat dengan guru dan siswa, sebab guru yang bertindak sebagai pelaksana pengajaran bahasa dan siswa sebagai sasaran yang mempelajari bahasa.
Dilihat dari sudut bahasa, bahasalah yang dibandingkan. Dilihat dari guru, guru sebagai pelaksana perbandingan. Dan dilihat dari siswa diharapkan siswa segera menguasai bahasa yang dipelajarinya, sebab kesalahan-kesalahan yangmungkin akan dibuatnya segera dapat diramalkan berdasarkan perbandingan bahasa sebelumnya.
Tujuan
Akhirnya sampailah kita pada pembicaraan tujuan. Oleh karena analisis itu merupakan suatu kegiatan, maka ada tujuan yang hendak dicapai. Tujuan analisis kesalahan maupun analisis kontrastif dapat dibaca pada uraian di bawah ini.

Telah dikatakan di atas bahwa analisis kesalahan dapat membantu guru untuk mengetahui jenis kesalahan yang dibuat, daerah kesalahan, sifat kesalahan, sumber kesalahan, serta penyebab kesalahan. Bila guru telah menemukan kesalahan-ke-salahan, guru dapat mengubah metode dan teknik mengajar yang digunakan, dapat menekankan aspek bahasa yang perlu diperjelas, dapat menyusun rencana pengajaran remedial, dan dapat menyusun program pengajaran bahasa itu sendiri. Dengan demikian jelas bahwa antara analisis kesalahan dengan bidang kajian yang lain, misalnya pengelolaan kelas, interaksi belajar-mengajar, perencanaan pengajaran, pengajaran remedial, penyusunan ujian bahasa, dan bahkan pemberian pekerjaan rumah ada hubungan timbal balik.
Khusus untuk guru, analisis kesalahan dapat digunakan untuk (1) menentukan urutan sajian, (2) menentukan penekanan-penekanan dalam penjelasan dan latihan, (3) memperbaiki pengajaran remedial, (4) memilih butir-butir yang tepat untuk mengevaluasi penggunaan bahasa siswa (Pateda, 1989:36).
Corder (dalam Baraja, 1981:12) mengatakan bahwa analisis kesalahan itu mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan yang bersifat praktis tidak berbeda dengan tujuan analisis tradisional, sedangkan tujuan yang bersifat teoretis ialah adanya usaha untuk memahami proses belajar bahasa kedua. Bagi seorang guru, yang penting menemukan kesalahan itu kemudian menganalisisnya. Hasil analisis sangat berguna untuk tindak lanjut proses belajar-mengajar yang dilakukan.
Dengan memperhatikan tujuan di atas, seorang guru yang akan menerapkan analisis kesalahan tentu hams memiliki pengetahuan kebahasaan yang memadai. Dia harus paham benar tata bahasa yang baku dan berlaku. Misalnya tentang kebakuan pelafalari, tulisan (ejaan), bentukan kata, dan tata kalimatnya. Dalam hal ini guru dihadapkan pada dua persoalan, yaitu apa yang salah dan bagaimana memperbaikinya.
Pengetahuan yang cukup memadai sangat diperlukan oleh seorang guru. Lebih-lebih pengetahuan dan pemahaman tata bahasa. Sebagai ilustrasi perhatikanlah contoh kalimat di bawah ini.

Pohon itu syarat dengan buah.
la tidak memenuhi sarat menjadi ABRI.
Salatnya tetap syah meskipun tidak memakai peci.
Sah Iran yang terakhir adalah Mohammed Reza Pahlevi.

Jika sekiranya guru tidak memahami perbedaan antara “syarat” dan “sarat”, “syah” dan “sah” tentu guru tidak dapat menjelaskan kepada siswanya bahwa penggunaan keempat kata tersebut salah.
Senada dengan yang diucapkan Corder, Tarigan (1990:77) mengatakan bahwa tujuan analisis kesalahan itu bersifat aplikatif dan teoretis. Aplikatif mengurangi dan memperbaiki kesalahan berbahasa siswa. Teoretis mengharapkan pemeroleh-an bahasa siswa pada gilirannya dapat memberikan pemahaman ke arah proses pemerolehan bahasa secara umum.
Tujuan Analisis Kontrastif
Seperti halnya analisis kesalahan memiliki tujuan, demikian pula analisis kontrastif. Pateda (1989:20) menjelaskan bahwa analisis kontrastif bertujuan:
1.  menganalisis   perbedaan antara Bl (bahasa ibu) dengan B2 (bahasa yang sedang
dipelajari) agar pengajaran bahasa berhasil baik;
2.              menganalisis   perbedaan   antara Bl   dengan B2 agar kesalahan berbahasa siswa
dapat diramalkan dan pengaruh Bl  itu dapat diperbaiki;
3.              hasil analisis digunakan untuk memmtaskan keterampilan berbahasa siswa;
4.              membantu    siswa untuk    menyadari kesalahannya Jalam berbahasa sehingga
siswa dapat menguasai bahasa yang sedang dipelajarinya dalam waktu yang
tidak terlalu lama.
Berdasarkan uraian di atas ternyata analisis kesalahan dengan analisis kontrastif itu sangat erat hubungannya. Analisis kontrastif merupakan salah satu bagian dari analisis kesalahan. Jika analisis kesalahan melihat kesalahan itu secara umum, analisis kontrastif melihat kesalahan itu secara khusus. Dikatakan demikian sebab analisis kontrastif melihat kesalahan dengan cara membandingkan antara Bl dengan B2. Hasil membandingkan itu dapat diketahui adanya pengaruh (in-terferensi) Bl ke dalam B2 yang sedang dipelajari siswa.

Contoh kesalahan penggunaan kata baku


Kata-kata baku adalah kata-kata yang standar sesuai dengan aturan kebahasaaan yang berlaku, didasarkan atas kajian berbagai ilmu, termasuk ilmu bahasa dan sesuai dengan perkembangan zaman. Kebakuan kata amat ditentukan oleh tinjauan disiplin ilmu bahasa dari berbagai segi yang ujungnya menghasilkan satuan bunyi yang amat berarti sesuai dengan konsep yang disepakati terbentuk.

Kata baku dalam bahasa Indonesia memedomani Pedoman Umum Pembentukan Istilah yang telah ditetapkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa bersamaan ditetapkannya pedoman sistem penulisan dalam Ejaan Yang Disempurnakan. Di samping itu, kebakuan suatu kata juga ditentukan oleh kaidah morfologis yang berlaku dalam tata bahasa bahasa Indonesia yang telah dibakukan dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indoensia.

Dalam Pedoman UmumPembentukan istilah (PUPI)diterangkan sistem pembentukqan istilah serta pengindonesiaan kosa kata atau istilah yang berasal dari bahasa asing. Bila kita memedomani sistem tesebut akan telihat keberaturan dan kemanapan bahasa Indonesia.

Kata baku sebenanya merupakan kata yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang telah ditentukan. Konteks penggunaannya adalah dalam kalimat resmi, baik lisan maupun tertulis dengan pengungkapan gagasan secara tepat.

Suatu kata bisa diklasifikasikan tidak baku bila kata yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang ditentukan. Biasanya hal ini muncul dalam bahasa percakapan sehari-hari, bahasa tutur.

Kata baku – kata tidak baku

mengubah - merubah

mengesampingkan- mengenyampingkan

kualitas - kwalitas

struktur - structure

monarki - monarkhi

devaluasi - defaluasi

abstrak - abstrac

akomodasi - akomodir

legalisiasi - legalisir

diagnosis -diadnosa

hipotesis -hipotesa

kultur - culture

deputi - deputy

sekuritas - Security

aktivitas - aktifitas

relatif - relative

teknologi - tekhnologi; technologi

elektronik - electronik

direktur - director

konduite - kondite

akuarium - aquarium

kongres - konggres

hierarki - hirarkhi

aksi - action

grup - group

rute - route

institut - institute

aki - accu

taksi - taxi

memesona - mempesona

imbau - himbau

berpikir - berfikir

nasihat - nasehat

pukul 19.30 WIB - jam 19.30 WIB

standardisasi - standarisasi

objek - obyek

aktivitas - aktifitas

pengkreditan - pengreditan

mengkreditkan - mengreditkan

antarnegara - antar negara

pancaroba - panca roba

Kesalahan dalam penulisan kalimat

Berikut akan kita lihat kalimat-kalimat yang tidak efektif dan kita akan mencoba membetulkan kesalahan pada kalimat-kalimat itu. Beberapa jenis kesalahan dalam menyusun kalimat antara lain:

1. Pleonastis
Pleonastis atau pleonasme adalah pemakaian kata yang mubazir (berlebihan), yang sebenarnya tidak perlu. Contoh-contoh kalimat yang mengandung kesalahan pleonastis antara lain:
· Banyak tombol-tombol yang dapat Anda gunakan.
Kalimat ini seharusnya: Banyak tombol yang dapat Anda gunakan.
· Kita harus saling tolong-menolong.
Kalimat ini seharusnya: Kita harus saling menolong, atau Kita seharusnya tolong-menolong.
2. Kontaminasi
Contoh kalimat yang mengandung kesalahan kontaminasi dapat kita lihat pada kalimat berikut ini:
Fitur terbarunya Adobe Photoshop ini lebih menarik dan bervariasi.
Kalimat tersebut akan menjadi lebih efektif apabila akhiran –nya dihilangkan.
Fitur terbaru Adobe Photoshop ini lebih menarik dan bervariasi.
3. Salah pemilihan kata
Contoh kalimat yang mengandung kesalahan pemilihan kata dapat kita lihat pada kalimat berikut ini:
Saya mengetahui kalau ia kecewa.
Seharusnya: Saya mengetahui bahwa ia kecewa.
4. Salah nalar
Contoh kalimat yang mengandung kesalahan nalar dapat kita lihat pada kalimat berikut ini:
Bola gagal masuk gawang.
Seharusnya: Bola tidak masuk gawang.
5. Pengaruh bahasa asing atau daerah (interferensi)
· Bahasa asing
Contoh kalimat yang mengandung kesalahan karena terpengaruh bahasa asing terlihat pada kalimat berikut:
Saya tinggal di Semarang di mana ibu saya bekerja.
Kalimat ini bisa jadi mendapatkan pengaruh bahasa Inggris, lihat terjemahan kalimat berikut:
I live in Semarang where my mother works.
Dalam bahasa Indonesia sebaiknya kalimat tersebut menjadi:
Saya tinggal di Semarang tempat ibu saya bekerja.
· Bahasa daerah
Contoh kalimat yang mengandung kesalahan karena terpengaruh bahasa daerah dapat kita lihat pada kalimat berikut:
Anak-anak sudah pada datang.
Dalam bahasa Indonesia sebaiknya kalimat tersebut menjadi:
Anak-anak sudah datang.
Contoh lain pengaruh bahasa daerah, khususnya bahasa Jawa, juga dapat kita lihat pada kalimat berikut. Penulis menemukan contoh ini dari sebuah rubrik di tabloid anak-anak Yunior.
Masuknya keluar mana? (Jawa: Mlebune metu endi?)
Kita sebaiknya mengganti kalimat tersebut dengan: Masuknya lewat mana?
6. Kata depan yang tidak perlu
Sering kali kita membuat kalimat yang mengandung kata depan yang tidak perlu seperti pada kalimat berikut:
Di program ini menyediakan berbagai fitur terbaru.
Agar menjadi efektif, sebaiknya kita menghilangkan kata depan di, sehingga kalimatnya menjadi:
Program ini menyediakan berbagai fitur terbaru.
Ada beberapa hal yang mengakibatkan suatu tuturan menjadi kurang efektif, antara lain:
1. Kurang padunya kesatuan gagasan.
Setiap tuturan terdiri atas beberapa satuan gramatikal. Agar tuturan itu memiliki kesatuan gagasan, satuan-satuan gramatikalnya harus lengkap dan mendukung satu ide pokoknya. Kita bisa melihat pada contoh berikut:
Program aplikasi MS Word dapat Anda gunakan sebagai pengolah kata. Dengan program ini Anda dapat melakukan berbagai aktivitas perkantoran seperti mengetik surat atau dokumen. MS Word adalah produk peranti lunak keluaran Microsoft.
Kalimat-kalimat pada contoh tersebut tidak mempunyai kesatuan gagasan. Seharusnya setelah diungkapkan gagasan tentang “fungsi MS Word” pada kalimat pertama, diungkapkan gagasan lain yang saling bertautan.
2. Kurang ekonomis pemakaian kata.
Ekonomis dalam berbahasa berarti penghematan pemakaian kata dalam tuturan. Sebaiknya kita menghindari kata yang tidak diperlukan benar dari sudut maknanya, misalnya:
· membicarakan tentang transmigrasi
Seharusnya: membicarakan transmigrasi
· sudah pada tempatnya apabila
Seharusnya: sudah selayaknya apabila
· Depresi ekonomi bukan hanya dirasakan oleh kaum pribumi lapisan bawah, tetapi juga dirasakan oleh kelompok elite pribumi.
Seharusnya: Depresi ekonomi dirasakan oleh kaum pribumi lapisan bawah dan kelompok elite.
Atau: Depresi ekonomi dirasakan kaum pribumi di semua lapisan.
3. Kurang logis susunan gagasannya.
Tulisan dengan susunan gagasan yang kurang logis dapat kita lihat pada contoh berikut:
Karena zat putih telurnya itulah maka telur dan dagingnya ayam itu sangat bermanfaat untuk tubuh kita. Semua makhluk dalam hidupnya memerlukan zat putih telur, manusia untuk melanjutkan hidupnya perlu akan zat putih telur.
Kita dapat membuat tulisan itu menjadi efektif seperti berikut:
Semua makhluk hidup memerlukan zat putih telur yang berasal dari telur dan daging ayam. Manusia adalah makhluk hidup. Jadi, manusia memerlukan zat putih telur yang berasal dari telur dan daging ayam untuk melanjutkan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa telur dan daging ayam sangat bermanfaat bagi tubuh.
4. Pemakaian kata-kata yang kurang sesuai ragam bahasanya.
Pemakaian bahasa tidak baku hendaknya dihindari dalam ragam bahasa keilmuan.
· Penulis menghaturkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Gatot A.S atas bimbingannya dalam menyelesaikan buku ini.
· Sehubungan dengan hal itu Takdir Alisyahbana bilang bahwa hal bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa internasional.
Pemakaian kata menghaturkan dan bilang tidak tepat untuk ragam bahsa keilmuan, sehingga kata-kata tersebut sebaiknya diganti dengan mengucapkan dan mengatakan.
5. Konstruksi yang bermakna ganda.
Suatu kalimat dipandang dari sudut tata bahasanya mungkin tidak salah, namun kadang-kadang mengandung tafsiran ganda (ambigu) sehingga tergolong kalimat yang kurang efektif. Kalimat yang memiliki makna ganda dapat kita lihat pada kalimat-kalimat:
· Istri kopral yang nakal itu membeli sepatu.
Unsur yang nakal itu menerangkan istri atau kopral ? Jika yang dimaksud nakal adalah istri, maka kalimat itu seharusnya menjadi:
Istri yang nakal kopral itu membeli sepatu.
· Penyuluh menerangkan cara beternak ayam baru kepada para petani.
Kata baru pada kalimat itu menerangkan kata ayam atau cara beternak? Jika kata baru menerangkan cara beternak, kalimat itu menjadi lebih baik seperti kalimat berikut:
Penyuluh menerangkan cara baru beternak ayam kepada para petani.
6. Penyusunan kalimat yang kurang cermat.
Penyusunan yang kurang cermat dapat mengakibatkan nalar yang terkandung di dalam kalimat tidak runtut sehingga kalimat menjadi kurang efektif.
Tugas kemanusiaan dalam suatu jabatan ialah untuk mengelola sejumlah manusia memerlukan keprihatinan serta dedikasi yang tangguh.
Kalimat tersebut dapat diperbaiki seperti berikut:
· Tugas kemanusiaan dalam suatu jabatan, yakni pengelolaan sejumlah manusia, memerlukan keprihatinan serta dedikasi yang tangguh.
· Tugas kemanusiaan dalam suatu jabatan ialah pengelolaan sejumlah manusia. Hal ini memerlukan keprihatinan dan dedikasi yang tangguh.
7. Bentuk kata dalam perincian yang tidak sejajar.
Dalam kalimat yang berisi perincian, satuan-satuan dalam perincian itu akan lebih efektif jika diungkapkan dalam bentuk sejajar. Jika dalam suatu kalimat perincian satu diungkapkan dalam bentuk kerja, benda, frasa, maupun kalimat, perincian lainnya juga diungkapkan dalam bentuk kerja, benda, frasa, maupun kalimat juga (sejajar). Contoh kalimat yang perinciannya tidak sejajar:
· Kegiatan penelitian meliputi pengumpulan data, mengklasifikasikan data, dan menganalisis data.
Seharusnya:
Kegiatan penelitian meliputi pengumpulan data, pengklasifikasian data, dan penganalisisan data.
· Dengan penghayatan yang sunguh-sungguh terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, kita akan dapat hidup bermasyarakat dengan selaras, serasi, dan seimbang.
Seharusnya:
Dengan menghayati secara sunguh-sungguh terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, kita akan dapat hidup bermasyarakat dengan selaras, serasi, dan seimbang.
Atau:
Dengan penghayatan yang sungguh-sungguh terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, kita akan dapat hidup bermasyarakat dengan selaras, serasi, dan seimbang.
Dari berbagai sumber.

Bab 02 – Dimulailah Ajaran Bhagavat Gita

Berkatalah Sanjaya :
1. Sang Kreshna pun penuh dengan perasaan iba bersabda kepada Arjuna yang sedang dalam keadaan gundah, dan kedua matanya penuh dengan linangan air mata dan merasa dirinya tanpa semangat dan harapan lagi.
Berkatalah Sang Kreshna Yang Maha Pengasih :
2. Dari manakah timbulnya depresi batinmu ini, pada saat-saat yang penuh dengan krisis seperti ini? Menolak berperang adalah tidak pantas untuk seorang Aryan. Penolakan ini akan menutup pintu masuk ke sorga. Penolakan ini adalah puncak dari kehinaan, oh Arjuna!
3. Janganlah bertindak sebagai seorang pengecut, oh Arjuna! Tiada laba yang akan kau petik dari kelakuanmu ini. Buanglah jauh-jauh kelemahan hatimu. Bangkitlah, wahai Arjuna!
Berkatalah Arjuna :
4. Bagaimana mungkin, wahai Kreshna, daku menyerang Bhisma dan Drona dengan panah-panahku dalam perang ini? Bukankah mereka sebenarnya layak untuk dijunjung tinggi, oh Kreshna?

5. Lebih baik hidup sebagai pengemis di dunia ini, daripada membantai para guru yang agung ini. Dengan membunuh mereka, yang kudapatkan hanyalah kepuasan yang bergelimang darah!
6. Juga kami tak tahu manakah yang lebih baik – kami mengalahkan mereka atau mereka mengalahkan kami. Dengan membunuh putra-putra Dhristarashtra, yang berdiri sebagai lawan, berarti juga menghilangkan sendi-sendi kehidupan (keluarga besar mereka).

7. Seluruh svabhavaku (jiwa-ragaku), serasa sedang dirundung rasa lemas dan rasa iba, dan hatiku bimbang untuk melaksanakan kewajibanku ini. Maka kumohon kepadaMu. Ajarilah daku, sesuatu yang pasti, yang manakah yang lebih baik. Daku adalah muridMu.* Daku berlindung di dalam diriMu. Ajarilah daku.**

Arjuna terombang-ambing di antara kesedihannya dan rasa tanggung jawabnya dalam menunaikan kewajibannya sebagai seorang kshatrya. Dan puncak dari keragu-raguannya ini adalah berpasrah diri kepada Sang Kreshna agar ditunjukkan jalan yang benar dan pasti.
* Aku adalah muridmu dan aku sedang mencari penerangan’: inilah kira-kira yang dimaksud oleh Arjuna. Dalam hidup ini ada tiga tahap untuk seorang jignasu (seseorang yang mencari): pertama-tama ia akan masuk dalam tahap “mencari,” kedua ia akan menjadi seorang murid, seorang yang ingin sekali belajar sesuatu dan pada tahap ketiga ia menjadi seorang “anak” dari sang Guru untuk kemudian dituntun. Selanjutnya sang jignasu akan masuk kedalam suatu tahap yang “tenang” dan tidak lagi dalam keadaan “depresi.”
**  ‘Ajarilah daku’ dalam bahasa Sansekertanya adalah “shadhi mam” yang juga dapat berarti pengaruhilah daku. Seorang Guru kebatinan tidak saja mengajari muridnya dengan ajaran secara verbal maupun tertulis tetapi juga akan menimbulkan suatu “shakti atau “energi” di dalam diri seorang murid. Dalam pengembaraan kita dari setitik atom sampai ke Atman (Inti-Jiwa kita), kita semua memerlukan sebuah jembatan, dan jembatan ini adalah seorang Guru yang sejati. Carilah dia dan berlindunglah di dalamnya, niscaya kau akan berhasil melalui jembatan ini ke tujuanmu. Tetapi ingat seorang guru bukan untuk berbantah-bantah, seorang guru adalah penuntunmu, dan engkau harus tulus jiwa- dan ragamu dalam pengabdianmu kepadanya, dan barulah jalan akan terbuka, bukan dengan berdebat kepadanya.
8. Rasa bimbang ini merubah seluruh indraku menjadi layu. Aku tak melihat masa depan, walau seandainya aku berkuasa tanpa batas atas seluruh permukaan bumi ini atau pun atas para Dewa-Dewa.
Berkatalah Sanjaya :
9. Setelah ucapan-ucapan Arjuna ini selesai, Arjuna berkata kepada Sang Kreshna: “Aku tak akan berperang.” Dan dengan kata-kata ini Arjuna pun langsung berdiam diri.

Arjuna bersikap diam diri. Diam atau pun hening sebenarnya adalah salah satu “guru” kita.
10. Kemudian Sang Kreshna penuh dengan senyuman bersabda kepada Arjuna yang masih diliputi kedukaannya (masih terduduk) di kereta yang berada di antara kedua laskar ini.

Kreshna tersenyum karena ia mengetahui bahwa kesedihan Arjuna sebenarnya adalah proses cinta-duniawi yang terpengaruh oleh ilusi Sang Maya. Arjuna sedih karena belum memiliki ilmu pengetahuan yang sejati. Arjuna harus melewati dulu semua rasa egonya baik yang buruk maupun yang baik, untuk mencapai suatu “pengertian” tentang hidup ini.
Sang Kreshna tersenyum karena Ia sadar bahwa Arjuna harus melalui proses “habis gelap terbitlah terang.”    Arjuna harus disadarkan dan diluruskan jalan pikirannya bahwa tradisi lama memang tidak boleh dibunuh tetapi sebaliknya harus dimanfaatkan sebagai alat bagi langgengnya kebenaran untuk segalanya. Keadilan harus ditegakkan kalau tidak agama dan tradisilah yang akan menuju ke arah kehancuran total.
Sang Kreshna tersenyum karena apa yang diutarakan oleh Arjuna adalah kulit-luar dari kitab-kitab shastra dan Upanishad. Arjuna lupa akan isi ajaran-ajaran semua itu dalam bentuk yang sebenarnya. Apakah dharma itu sebenarnya? Arjuna alpa akan hal itu, baginya dharma adalah tradisi dan peraturan yang sesuai dengan adat-istiadat ritual; bagi Sang Kreshna dharma adalah suatu peraturan atau tata-cara atau hukum yang menganjurkan/mewajibkan seseorang untuk bekerja demi Yang Maha Esa, sesuai dengan segala kehendakNya, untuk mereka-mereka yang menderita dan tersiksa dan diperlakukan tidak adil, dan semua itu tanpa pamrih dalam bentuk apapun juga, tetapi diserahkan kembali kepada Yang Maha Esa.
Berkatalah Sang Maha Pengasih :
11. Dikau bersedih hati untuk mereka yang seharusnya tidak perlu dikau risaukan, tetapi dikau bertutur seakan dikau amat bijaksana. Seseorang yang bijaksana tak pernah bersedih baik untuk yang hidup maupun untuk yang telah tiada.

Kesedihan Arjuna adalah berdasarkan kebodohan, Arjuna tidak sadar akan arti hidup dan mati yang sebenarnya, kedua-duanya adalah permainan Sang Maya (Ilusi-Ilahi), Inti-Jiwa (Atman) kita tak akan pernah mati. Seseorang yang bijaksana akan terus jalan dalam hidup ini penuh dengan dedikasi akan tugas-tugasnya bagi Yang Maha Esa tanpa perduli akan ilusi yang beraneka-ragam bentuknya yang selalu mencoba mencengkeram kita dengan berbagai cara yang baik maupun yang buruk, baik dengan jalan kekerasan maupun kasih-sayang (moha). Bukankah Columbus yang terserang badai dalam suatu pelayarannya pernah berteriak, Lajulah terus, terus dan terus. Di dunia ini tidak ada jalan mundur, yang ada hanyalah jalan terus baik kita mau atau tidak. Tidak ada jalan lain.
Bab ini disebut Sankhya Yoga yang berarti yoga Kebijaksanaan, kebijaksanaan yang disarikan dari seluruh Upanishad-Upanishad. Sloka 11-38, akan banyak mengupas soal kebijaksanaan ini.
12. Tiada waktu di mana Aku tak pernah hadir dan juga engkau, juga mereka-mereka ini, dan juga semuanya, dan kita semua akan selalu terus hadir.

Badan atau raga kita akan selalu hidup dan mati sesuai dengan masa pakainya, tetapi Inti-Jiwa (Atman) akan selalu mengembara dari satu raga ke raga yang lainnya, tanpa henti sesuai dengan karmanya.  Inilah yang harus disadari Arjuna. Seseorang sebenarnya tidak pernah mati, yang mati adalah raganya, suatu permukaan kasar yang merupakan medium belaka. Raga selalu menikmati semua kesenangan dan juga merasakan penderitaan yang diakibatkan oleh kesenangan itu, tetapi Atman akan jalan terus tanpa terkontaminasi sedikitpun. Arjuna dalam kebodohannya mencampur-adukkan antara yang “nyata” dengan yang “tidak nyata.”
13. Sang Inti Jiwa ini berkelana dari satu raga ke raga lainnya sambil melewati masa kanak-kanaknya, masa remaja dan masa tuanya. Seorang yang bijaksana akan maklum akan semua ini dan tidak terpengaruh oleh ilusi ini.

Timbul pertanyaan mengapa Sang Jiwa selalu berkelana dari satu raga ke raga yang lainnya, tidak lain karena harus melalui berbagai perjalanan yang sudah digariskan oleh Yang Maha Pencipta, dan merupakan pengalaman untuk memperkaya diri Sang Atman ini, dan pada akhirnya kembali ke Sang empuNya sesuai dengan tugas dan siklus yang sudah diatur. Sedangkan raga itu sendiri sebagai suatu medium harus juga melalui berbagai tahap seperti masa kanak-kanak, remaja dan masa tua, sesudah itu binasa dan Atman berpindah ke raga lainnya, dan begitulah siklus ini berputar terus seakan-akan tidak ada akhirnya.
14. Setiap hubungan kita dengan berbagai obyek (duniawi), oh Arjuna, menimbulkan dingin dan panas, kesenangan dan penderitaan. Semua ini datang dan pergi, dan tidak abadi. Hadapilah semua ini, Arjuna (sebagai sesuatu fakta).

Atman sendiri sebenarnya tidak terpengaruh oleh semua obyek sensual duniawi ini, yang terpengaruh dan merasakannya ini adalah raga yang ditumpangi Atman. Raga ini setelah ditumpangi Atman akan merasakan dingin dan panas, kesenangan dan penderitaan, dan sebagainya. Semua ini harus kita maklumi dan kita jalani sebagai sesuatu yang datang dan pergi. Kita harus bersikap tidak terikat kepada semua ilusi ini tetapi juga tidak menutup mata, bahkan harus kita hadapi dan rasakan semua itu sebagai dedikasi kita kepadaNya, demi dan untukNya.
15. Seseorang yang tenang dalam kesenangan dan penderitaan –tidak terusik oleh kedua-duanya — ia hidup dalam suatu kehidupan yang tak pernah mati, oh pemimpin diantara anak-anak manusia (Arjuna)!
16. Yang tidak sejati tidak mempunyai bentuk, Yang Sejati tak pernah ada habis-habisnya. Kebenaran kedua hal ini telah dirasakan oleh para pencari Kebenaran.
Yang sejati di sini adalah Atman (Inti Jiwa Kita), yang tidak sejati adalah raga kita yang selalu habis dan binasa, sedangkan Atman terus berkelana tanpa ada batas-batasnya. Raga kita berbentuk asat: tidak abadi, dapat rusak atau mati dimakan waktu atau keadaan. Sedangkan Atman adalah sat: Kesejatian yang Abadi, dalam Sat selalu tercipta yang baru, tanpa henti-hentinya, terus-menerus, abadi dan langgeng. Bukankah Itu sama saja dengan Yang Maha Pencipta. Seorang penyair Barat yang terkenal di dunia pernah menulis:
Yang Satu Abadi, yang banyak berganti dan berlalu,
Cahaya Ilahi bersinar tanpa habis, bayangan bumi hilang berterbangan.
Hidup, bagaikan sebuah rumah kaca yang memantulkan pelangi berwarna- warni,
Sebenarnya bersumber pada warna putih yang abadi. (Percy Bysshe Shelley)
17. Tiada seseorang pun mempunyai kekuatan untuk menghancurkan Yang Tak Pernah Binasa, Yang menunjang semua ini. Ketahuilah Ia tak akan pernah bisa dihancurkan.
Yang dimaksudkan Yang Tak Pernah Binasa di sini adalah Atman (Yang sebenarnya adalah sepercik kecil dari Brahman). Raga kita akan hancur dan berganti raga lain, tetapi Atman tak akan pernah binasa karena Ia abadi.
18. Raga yang ditumpangi Sang Jiwa yang abadi, dan yang tak bisa dihancurkan atau terjangkau oleh pikiran, dikatakan tidak abadi. Jadi berperanglah, oh Arjuna!
19. Seseorang yang berpikir bahwa ia membunuh, atau seseorang yang berpikir ia terbunuh kedua-duanya tidak memahami dengan baik arti dari kebenaran. Tiada seorangpun yang sebenarnya dapat membunuh atau terbunuh.
20. Tak ada seseorangpun yang pernah dilahirkan atau pun suatu saat nanti harus mati. Tak ada seorangpun sebenarnya yang hilang atau terhenti proses hidupnya (eksistensinya). Ia tak pernah dilahirkan, bersifat konstan, abadi dan telah ada semenjak masa yang amat silam. Ia tak pernah mati walau raga habis terbunuh.
Emerson seorang penyair terkenal dari Barat pernah mengatakan tentang Atman sebagai berikut: “Aku datang, lewat dan berputar lagi.” Sedangkan Yesus pernah bersabda kepada orang-orang Yahudi, “Ye are gods” (Engkau semuanya adalah dewa-dewa). “Barangsiapa mengenal dirinya sendiri tahu akan Cahaya ini,” kata filsuf terkenal Lao Tse dari Cina, sedangkan seorang sufi terkenal pernah berkata, “Inti dirimu adalah inti Tuhan itu sendiri.”
21. Seseorang yang mengenal bahwa Jati Dirinya tak akan dapat dihancurkan dan selalu abadi, tak pernah dilahirkan dan tak pernah berganti-ganti, bagaimana mungkin orang seperti itu membunuh, oh Arjuna, atau bahkan mengakibatkan orang lain jadi pembunuh?
“Seseorang yang mengenal Jati Dirinya,” sadar Dirinya hanyalah saksi dan bukan yang melakukan sesuatu tindakan atau aksi, inilah arti yang tersirat dari mukti atau penerangan yang sesungguhnya.
22. Seperti seseorang yang mengganti baju usangnya dengan baju yang baru, begitupun Jiwa ini berganti-ganti raga dari yang lama ke yang baru.
Dalam Shanti Parwa yang terdapat di kitab Mahabarata, ada perumpamaan lain dari proses jalannya Jiwa ini yang diibaratkan sebagai seseorang yang pindah dari rumahnya  yang usang ke rumahnya yang baru; inilah jalan kehidupan Sang Jiwa dari raga ke raga lainnya. Tetapi harus diingat bahwa yang dimaksud ini bukan raga manusia saja tetapi bisa juga berbagai ragam raga yang ada di alam semesta ini, seperti hewan, manusia, tumbuh-tumbuhan, raga-raga lainnya yang bertebaran di laut, bumi di sistim planet-planet lainnya atau di mana saja di seluruh alam semesta yang tanpa batas ini. Dan bentuk raga ini bisa saja yang berbentuk abstrak, atau pun dewa-dewi, makhluk-halus, dll, semuanya sesuai kehendakNya dan alur karma  kita sendiri.
23. Tidak ada senjata yang dapat memisah-misahkanNya, tidak juga api dapat membakarNya, atau air membuatNya basah, bahkan anginpun tak dapat mengeringkanNya,
24. Tak terpisahkan Ia. Tak terbakarkan Ia. Tak terbasahkan dan terkeringkan Ia. Ia abadi dan hadir di mana saja. Ia selalu konstan dan tak tergoyahkan. Ia hadir semenjak masa yang amat silam, dan selalu sama selama-lamanya.
Inilah gambaran dari Atman (Inti Jiwa) kita, yang karena bentuknya yang sangat unik, tak dapat digambarkan secara duniawi, tetapi dapat kita fahami sebagai sesuatu yang berbentuk Ilahi dan selalu konstan dan abadi. Tak akan rusak atau pun binasa.
25. Tak terterangkan, tak terpikirkan dan tak dapat diubah-ubah – begitulah Ia disebut. Setelah mengenalNya seperti itu, seharusnya engkau (Arjuna) tak perlu lagi merisaukan hatimu.
Diri ini harus bersih dulu dari segala keterikatan duniawi ini yang aneka-ragam corak dan bentuknya, setelah itu kita akan lebih mengerti akan hadirNya Sang Atman dalam diri kita dan mengenalNya lebih baik. Selama kita masih diliputi rasa-ego (apa saja bentuknya), rasa ketakutan duniawi, dan selalu terikat kepada unsur-unsur disekitar kita; dan tak pernah menyerahkan semua ini kepadaNya secara tulus, selama itu juga yang dekat akan terasa amat jauh. Sebenarnya la amat dekat di dalam diri kita sendiri. Kenalilah Dia !
26. Pun sekiranya kau pikir Sang Jiwa (Atman) ini bisa mati dan hidup, dan tidak bersifat abadi, wahai Arjuna, tak perlu juga dikau harus risau dan bersedih hati.
27. Karena sudah pasti yang lahir harus binasa dan yang binasa harus lahir. Jadi janganlah dikau bersedih untuk sesuatu yang sudah pasti dan semestinya ini.
Sesuatu yang sudah digariskan Ilahi tak akan bisa berubah, jadi sebenarnya tak perlu dirisaukan lagi, que sera sera, apa yang akan terjadi terjadilah. Mati-hidup kemudian hidup-mati, dan seterusnya sudah semestinya begitu, jadi apa yang harus dirisaukan lagi. Tidak ada jalan lain, yang mau tak mau harus kita terima karena sudah tidak ada jalan lain, takdir sudah mengaturnya begitu. Yang penting adalah kesadaran untuk menerimanya sebagai kewajiban kita kepada Ilahi, bukan karena terpaksa.
28. Keadaan dari mereka-mereka yang belum dilahirkan tak dapat diterangkan dalam bentuk duniawi ini. Tetapi pada periode antara kelahiran dan kematian situasi mereka dapat kita lihat dan fahami. Setelah mati mereka kembali lagi ke suasana yang tak dapat diterangkan ini lagi. Jadi untuk apa dikau harus bersedih hati, wahai Arjuna?
Jadi sebenarnya yang diketahui oleh kita manusia ini hanyalah bentuk kehidupan yang terjadi antara kelahiran sampai dengan kematian kita dan orang-orang disekitar kita saja.  Sebelum dan sesudah itu gelap dan tidak terang bagi kita. Yang kita rasakan atau kita lihat hanya sedikit yang ditengah-tengah saja, ujung dan pangkalnya kita tak akan pernah tahu. Lalu untuk apa kita bersedih hati, toh kita datang dari suatu alam yang tidak kita ketahui dan kemudian harus kembali ke sana juga, dan ini berlangsung terus tanpa henti-hentinya. Lalu untuk apa risau akan semua masalah yang harus kita hadapi, bukankah kita ini sebenarnya hanya alatNya saja di dunia ini, yang dikirimkan untuk melakukan tugas-tugasNya saja, jadi berbaktilah kita seharusnya sesuai dengan kehendakNya. Itulah dharma-bhakti yang semestinya.
29. Ada yang mengesankanNya sebagai sesuatu yang amat menakjubkan, ada yang membicarakanNya sebagai sesuatu yang amat menakjubkan, dan ada juga yang mendengarkanNya sebagai sesuatu yang amat menakjubkan, tetapi tak seorang pun yang benar-benar dapat mengenalNya (mengetahuiNya) dengan pasti apa Ia sebenarnya.
Kebenaran tentang Atman sebenarnya terbuka untuk kita semuanya; dan mereka-mereka yang merasakanNya menjadi takjub sendiri. Toh tidak semua kita ini dapat merasakan ketakjuban ini, karena sudah tersandung dalam perjalanan sebelum mencapaiNya. Ada yang ragu-ragu, ada yang terhadang oleh kesulitan-kesulitan dan hanya sedikit yang sampai ke Tujuan yang menakjubkan ini.
Timbul pertanyaan kalau Dia memang mengasihi kita lalu mengapa banyak yang harus tersandung sebelum mencapaiNya? Sebenarnya Yang Maha Kuasa memberikan kita kebebasan untuk memilih. Sering sekali kita-kita ini lebih condong untuk terikat dengan segala unsur-unsur duniawi ini yang seakan-akan sudah jadi milik kita atau sudah menjadi urusan pribadi kita yang tak dapat diganggu-gugat. Seharusnya kita melepaskan semua unsur ego baik yang positif maupun yang negatif, dan menyerahkannya semua kepadaNya untuk kemudian dibimbing olehNya sesuai dengan kehendakNya. Jadilah seperti seorang anak kecil yang bersandar pada orang-tuanya, polos, bersih dan jujur dalam segala aspeknya. Dan seperti juga orang-tua kita yang akan selalu membimbing kita dalam suka dan duka, maka Yang Maha Kuasa pun akan selalu menunjukkan jalan kita dalam setiap tindak-tanduk kita. Ia sebenarnya setiap hari mengetuk pintu hati kita dan tersenyum penuh cinta-kasih, yang menjadi masalah adalah kita menganggapNya Ia berada di tempat yang amat jauh. Bukankah Ia tersirat dalam keheningan, bahkan Ia sebenamya dapat ditemui setiap saat dalam diri pribadi kita masing-masing yang juga adalah DiriNya sendiri. la hadir selalu dalam diri kita, tak usah jauh-jauh mencarinya di hutan atau di laut, di bulan atau di matahari, carilah Dia dalam ketenangan dirimu senidiri.
30. Ia yang bersemayam dalam setiap makhluk – adalah Kehidupan dalam setiap makhluk — Ia tak tersentuh senjata apapun juga. Jadi Arjuna, seharusnya dikau tidak bersedih hati untuk makhluk apapun juga.
Yang dimaksud Sang Kreshna di sini, adalah Sang Arjuna boleh saja memikirkan dan memperhatikan semua makhluk di dunia ini, malahan itulah salah satu aspek penting dalam dharma. Tetapi juga harus tahu bahwa yang bersemayam dalam setiap makhluk ini, yang disebut Atman tak akan bisa binasa walau apapun yang terjadi. Jadi sebenamya Arjuna tidak perlu sedih, karena kesedihan itu sia-sia belaka, takdir sudah menentukan jalan hidup setiap makhluk ciptaanNya sesuai kehendakNya dan bukan sesuai kehendak Arjuna atau kita semuanya.
31. Dedikasikan dirimu kepada kewajibanmu dan jangan kau ingkari itu. Karena tidak ada imbalan yang lebih baik untuk seorang kshatrya, daripada suatu perang demi kebenaran.
Dharma demi kebenaran adalah tugas suci untuk siapa saja, apalagi kalau ia seorang kshatrya yang seharusnya membela nusa dan bangsa serta negaranya dari segala kezaliman dan angkara-murka. Dalam salah satu kisah Mahabarata tertulis, “Barangsiapa menyelamatkan suatu kehancuran adalah seorang kshatrya” dan juga tertulis di bagian lainnya, “Hanya ada dua tipe manusia yang dapat mencapai alam Brahman setelah melewati konstelasi matahari: yang pertama adalah para sanyasin (orang-orang suci) yang telah dalam ilmu pengetahuannya dan yang kedua adalah para kshatrya yang mati dalam peperangan membela kebenaran.” Bukankah itu berarti bahwa kalau kita selamanya berjalan/berperang demi kebenaran maka kita sedang menuju ke arahnya, Yang Maha Pencipta.
32. Berbahagialah mereka para kshatrya, yang harus berperang demi kebenaran — terbukalah kesempatan ke sorga tanpa mereka minta.
Sang Kreshna di sini menegaskan bahwa berperang/mati demi kebenaran membawa kita langsung ke alam sorga; ini berarti bahwa berperang demi kebenaran adalah tugas yang maha suci bagi kita dari Yang Maha Esa. Kalau direnungkan dengan baik-baik bukankah kita dikelilingi oleh berbagai bentuk tidak kebenaran dalam hidup ini, dari segala bentuk nafsu-nafsu pribadi kita yang negatif sampai ke penindasan yang tidak berprikemanusian dalam prilaku manusia.  Sesuatu bentuk pcmerintahan, diskriminasi, dan berbagai aspek tidak benar lainnya yang seakan-akan tidak ada habis-habisnya dan semua itu bertebaran di sekeliling kita setiap saat.
33. Dan seandainya dikau tak maju berperang di jalan yang suci ini, dikau akan mengabaikan kewajiban dan kehormatan, dan dikau akan dikejar-kejar oleh perasaan salahmu itu.
Seseorang yang berjalan atau berjuang di jalan kebenaran harus siap mengorbankan segala miliknya. Bukan saja sanak-saudara dan harta bendanya tetapi juga nyawanya sendiri. Apalagi untuk suatu tugas yang besar dan suci. Sebagai seorang kshatrya, seandainya Arjuna mengingkari kewajibannya ini, maka ia akan kehilangan segala kehormatannya.
34. Setiap orang akan menghinamu, dan bagi seorang yang terhormat, penghinaaan adalah lebih buruk dari suatu kematian.
35. Para pendekar-pendekar yang besar akan mengira dikau mundur dari peperangan ini karena rasa ketakutanmu. Dan mereka-mereka yang menghormatimu akan memandang rendah padamu.
36. Belum lagi hinaan-hinaan lainnya yang diucapkan oleh musuh-musuhmu, semua itu akan membuatmu lebih lemah lagi. Adakah yang lebih menyakitkan dari semua itu?
37. Seandainya dikau terbunuh, maka dikau akan ke sorgaloka. Sekiranya dikau perkasa dalam peperangan ini, maka dikau akan menikmati bumiloka ini.
Jadi bangkitlah wahai putra Kunti (Arjuna) dan angkatlah senjata untuk yudhamu ini.
38. Samakanlah rasa nikmat dengan derita, laba dengan rugi, menang dengan kalah, bersiaplah untuk yudha ini. Dengan begitu dikau tak akan tercemar oleh dosa.
Pada sloka-sloka sebelumnya Sang Kreshna menyindir rasa ego dan tanggung-jawab Arjuna pada dharma yang sebenarnya. Di sloka atas ini Sang Kreshna meminta agar Arjuna melaksanakan kewajibannya yang tertinggi yaitu berperang menegakkan kebenaran. Tugas ini merupakan tugas yang amat suci bagi seorang kshatrya demi Yang Maha Esa dan kebenaran.
39. Sejauh ini Aku telah menerangkan tentang ajaran Sankhya. Sekarang dengarkanlah ajaran mengenai Yoga (llmu pengetahuan), dengan mengikuti ajaran ini dikau akan lepas dari ikatan-ikatan perbuatanmu.
Yang dimaksud dengan ajaran Sankhya ini adalah ajaran Bhagavat Gita mengenai KeTuhanan yang Maha Esa, secara khusus Tentang Sang Jati Diri (Sang Atman). Yang diajarkan adalah hubungan Sang Atman dan raga kita, di sini ditekankan bahwa Sang Atman yang merupakan inti dari jiwa kita itu tak mungkin dapat binasa, walau raga kita hancur sekali pun. Sedang yang dimaksud dengan Yoga di sini, adalah llmu pengetahuan yang sejati. Ajaran Sankhya ini tidak dapat ditelaah begitu saja, melainkan harus disertai atau didasarkan pada yoga tentang dharma-bhakti kita kepada Yang Maha Esa secara benar. Tetapi semua dharma-bhakti ini harus dilakukan dengan menyamakan rasa kita terhadap dua sifat dualisme yang saling berkontradiksi, yaitu memandang atau merasa sama akan senang dan susah, untung dan rugi, panas dan dingin, dan lain sebagainya.
Lalu bagaimana seseorang dapat mencapai tingkat kesadaran semacam ini? Caranya adalah dengan menggabungkan daya-intelek (budhi) kita dengan jalan pikiran kita. Setelah intelek kita sadar bahwa semua unsur dualisme yang kelihatannya amat berlawanan ini sebenarnya sama saja, dan hanya merupakan permainan pikiran kita belaka, maka secara tahap demi tahap kesadaran kita akan meningkat dan kita akan melaju ke arah Yang Maha Esa dengan baik, dan jadilah kita seorang Buddhi-Yukta (seorang yang telah mencapai kesadaran).
Seorang Buddhi-Yukta yang baik adalah ia yang telah berhasil mengendalikan hawa-nafsunya yang bersifat aneka-ragam. Ia juga adalah seorang yang bersikap sama dan tenang dalam setiap keberhasilan maupun kegagalan, bersikap tenang dalam segala tugas-tugasnya, dan tidak memiliki ambisi pribadi tertentu atau nafsu duniawi lagi. Semua perbuatannya sudah menjadi kewajibannya untuk Yang Maha Esa semata. Seseorang semacam ini tidak perlu harus dapat melihat Sang Atman yang bersemayam di dalam dirinya, tetap sudah pasti ia akan dapat merasakan kehadiran Sang Atman ini. Seorang Buddhi-Yukta yang sempurna akan selalu tenang tindak-tanduknya, dan stabil jiwanya, akibat dari pengaruh Sang Atman yang bersemayam di dalam dirinya.
40. Di jalan ini tidak ada usaha yang akan sia-sia, dan tak ada rintangan yang akan bertahan lama. Sedikit saja usaha dharma ini akan melepaskan seseorang dari rasa takut yang besar.
Sedikit saja usaha ke arah dharma (jalan kebenaran) ternyata akan melepaskan kita dari samsara, yaitu penderitaan di dunia ini yang tak ada habis-habisnya.  Karena jalan akhir dari dharma adalah kebebasan mutlak dan kembali ke Ilahi Yang Tanpa Batas.
41. Budhi (Kesadaran Intelektual) ini, Arjuna, sifatnya tegas dan hanya menunjuk ke satu arah saja. Tetapi mereka yang tidak tegas dalam dharma-bhaktinya, maka cara berpikirnya akan berjalan keberbagai arah seakan-akan tiada habis-habisnya.
Budhi adalah suatu kesadaran total seseorang; yang memilikinya akan selalu bersifat satu arah saja, yaitu bekerja demi Yang Maha Esa semata tanpa pamrih sekecil apapun juga. Sedangkan bagi mereka yang belum sadar, maka cara atau pola berpikirnya pasti didasarkan oleh kebutuhan-kebutuhan nafsu, keinginan, selera, ego dan pertimbangan-pertimbangan duniawi lainnya dan efek-efeknya, jadi nafsu mereka pasti tidak akan ada habis-habisnya karena didasarkan oleh banyaknya kebutuhan atau tujuan mereka. Budhi bersifat eka sedangkan nafsu bersifat ananta (aneka ragam tanpa habis-habisnya).
42. Kata-kata manis diucapkan oleh seseorang yang tidak dapat membedakan, yang tidak bijaksana, yang lebih tertarik dan bahagia dengan kata-kata yang terdapat di Veda-Veda yang memuat: “yang ada hanyalah ini saja!”
Disinilah kita harus mencamkan sabda Sang Kreshna di atas ini yang merupakan peringatan bagi kita-kita yang lebih mementingkan ritus-ritus atau tradisi agama atau dogma, daripada Yang Maha Esa itu sendiri. Karena semua itu bukan jalan yang sebenarnya ke arah Yang Maha Esa. Kata-kata indah dalam weda yang dianggap suci dan indah tidak akan bermakna kalau tidak didasari dengan dharma-bhakti kita kepada Yang Maha Esa.
43. Mereka-mereka ini penuh dengan keinginan duniawi. Tujuan akhir mereka adalah sorga. Akibatnya mereka ini akan lahir kembali. Mereka melakukan berbagai upacara keagamaan hanya untuk mendapatkan kesentosaan dan kekuatan duniawi.
Mereka-mereka yang melakukan upacara-upacara keagamaan dengan tujuan tertentu akan mendapatkan keinginan mereka masing-masing, tetapi tindakan keagamaan ini tidak akan membebaskan mereka dari samsara, melainkan membuat mereka lahir kembali ke dunia ini sesuai dengan karma-karma mereka. Sedangkan seorang karma-yogi yang bekerja semata-mata demi Yang Maha Esa, maka karmanya akan merupakan pengorbanan yang tulus dan tanpa pamrih kepada Yang Maha Esa (merupakan yagna, pengorbanan atau sesajen).
44. Budhi ini bukan untuk mereka yang hidupnya hanya untuk agama yang dipraktekkan demi kesenangan duniawi, yang berdasarkan kata-kata Veda, karena pengetahuan ini memerlukan tekad yang keras demi melepaskan unsur-unsur duniawi (seseorang).
45. Di dalam Veda terdapat ajaran mengenai tiga jenis guna (kualitas atau sifat manusia). Bebaskanlah dirimu, oh Arjuna dari ketiga kualitas ini. Bebaskanlah dirimu dari kedua sifat yang saling berkontradiksi. Tegak dan berakarlah ke dalam kebersihan jiwamu, dalam sifat kebenaran yang abadi, tanpa merasa memiliki suatu apapun: milikilah Dirimu sendiri – Gurumu!
Veda mengajarkan tentang guna, yaitu tiga sifat atau jenis kualitas manusia. Yang pertama sattva, yaitu sifat yang penuh dengan unsur-unsur kebajikan, kecerdasan, kesucian, kejernihan dan berbagai hal-hal lainnya yang penuh dengan unsur kebaikan. Yang kedua disebut sifat raja, yaitu sifat atau aktivitas yang sifatnya menggebu-gebu, juga suatu bentuk sifat yang selalu ingin memiliki atau mengetahui hal-hal yang baru, dan sifat-sifat lain yang pada dasarnya selalu penuh dengan energi dan aktivitas. Sifat ini identik dengan pikiran kita pada umumnya yang selalu menerawang tanpa henti-hentinya, tanpa batas. Sifat yang ketiga disebut Jama, yaitu sifat-sifat manusia yang selalu menjurus ke arah kebobrokan mental seperti sifat-sifat pemalas, peminum, penjudi, seks-maniak, sifat yang penuh dengan unsur-unsur gelap yang lengkap sifatnya. Ketiga sifat ini hadir dalam pikiran dan raga kita, sedangkan Sang Atman atau Sang Jati Diri kita duduk bersemayam terpisah dari mereka ini semuanya. Sang Atman adalah saksi Ilahi dalam diri kita sendiri, suatu bentuk Kesadaran Ilahi yang sukar diterangkan dengan kata-kata, yang bagi yang telah merasakan atau menyadariNya merupakan Keberkahan Nan Abadi.
Sebenarnya di sini Sang Kreshna sedang menganjurkan kita semua agar mencari dan menemukan Sang Atman dalam diri kita masing-masing dan menyembah dan memujaNya penuh dengan dedikasi dan dharma bhakti. Caranya adalah dengan membebaskan diri kita dari sifat atau rasa dualisme yang saling berkontradiksi yang hadir dalam setiap aspek kehidupan kita. Juga membebaskan diri kita dari rasa ego, dari rasa iri dan benci, dari segala perhitungan-perhitungan atau rencana yang bersifat amat duniawi, dan hanya memfokuskan diri kita ke suatu jalan yang penuh dengan sattva, tetapi bukan yang bersifat sattva duniawi tetapi Sattva Ilahi. Dengan kata lain jadilah seorang manusia sejati bagi dirimu sendiri, bagi masyarakat banyak dan yang terutama bagi Yang Maha Esa. Jadilah manusia yang lepas dari segala unsur duniawi dan hiduplah secara cukup dan sederhana saja, puas dengan apapun yang diberikan oleh Yang Maha Esa, puas dengan diri dan Diri mu sendiri, sadar akan DiriNya (Sang Atman), yang hadir di dalam diri kita semua dan bekerja atau hidup demi Ia semata.
46. Kegunaan Veda-Veda untuk seorang Brahmin yang telah mendapatkan penerangan Ilahi adalah ibarat sebuah kolam air yang terletak ditengah-tengah genangan air banjir (bah).
Seorang Brahmin atau Brahmana yang sejati bukanlah yang dinyatakan secara kastanya, melainkan adalah seorang yang secara sejati menemukan kesadaran Ilahi dan bekerja untukNya tanpa pamrih. Bagi orang semacam ini atau yang sudah sampai  ke taraf ini, semua ajaran-ajaran Veda termasuk semua tradisi agama atau pun upacara-upacara ritual menjadi sekadar simbol saja. Di sloka di atas , diibaratkan seperti sebuah kolam air tawar ditengah-tengah air bah atau banjir. Dengan kata lain bagi seorang Brahmin yang sejati, ajaran-ajaran Veda sudah tidak berarti lagi untuknya karena ia telah melewati semua itu, dan telah mencapai suatu ajaran Ilahi yang sejati atau dengan kata lain telah mencapai penerangan Ilahi yang tak terbatas sifatnya.
47. Engkau hanya berhak untuk bekerja, tidak untuk hasilnya. Jangan sekali-kali motif pekerjaanmu mengarah ke hasil akhir (imbalan dari pekerjaan ini), dan jangan juga sekali-kali engkau tidak bekerja.
Jangan mengharapkan suatu imbalan/buah/hasil untuk setiap tindakan atau perbuatan atau pekerjaan kita dengan harapan duniawi kita, tetapi pasrahkanlah hasil-akhir atau efek dari semua perbuatan ini kepadaNya semata. Semua hasil atau efek dari perbuatan ini adalah la yang menentukan dan akan terjadi sesuai dengan kehendakNya tanpa lebih maupun kurang. Setiap tindakan atau perbuatan kita harus didasarkan atas kesadaran bahwa semuanya demi dan untuk Ia semata. Dengan bekerja untukNya tak mungkin kita diarahkan ke jalan yang salah atau merugikan orang lain. Semua hasil tindakan harus diambil hikmahnya dengan tulus.
48. Lakukan tindakanmu, oh Arjuna! dengan hati yang terpusat pada Yang Maha Esa, tanpa keterikatan dan bersikaplah sama untuk semua kesuksesan dan kegagalanmu. Hati yang damai dan penuh rasa bimbang adalah suatu yoga.
Yoga di sini jadi lebih terang dan luas artinya. Yoga itu disebut samatvan, yaitu pikiran dan hati yang selalu seimbang dalam setiap situasi baik menghadapi sesuatu kegagalan maupun kesuksesan, buruk atau yang baik dan seterusnya. Seandainya seseorang di dalam setiap tindak-tanduknya dapat selalu balans atau seimbang dan tak terpengaruh oleh emosinya, maka ia akan mencapai rasa ketenangan di dalam dirinya dan inilah yang disebut oleh orang-orang Hindu sebagai yoga yang sejati.
49. Pekerjaan demi suatu imbalan itu lebih rendah derajatnya daripada Buddhi-yoga, oh Arjuna! Maka selalulah bernaung dibawah buddhi (intelek)mu. Kasihan mereka yang bekerja untuk suatu imbalan tertentu.
Pekerjaan yang benar dan bersih dari segala unsur-unsur duniawi akan melajukan perjalanan kita ke arah Yang Maha Kuasa karena memang itulah yang diajarkan oleh Sang Kreshna. Janganlah seseorang bekerja demi nama, rumah-tangga, dan kedudukannya dalam masyarakat, bekerjalah semua itu tetapi berdasarkan dedikasi kita kepada Yang Maha Esa semata, sebagai bhakti kita kepadaNya. Dan jenis pekerjaan itu bisa apa saja, dari pekerjaan seorang pembersih sampai ke pekerjaan seorang pendeta, tetapi harus bermotifkan dedikasi yang tulus dan bukan didasarkan pada imbalan atau efek yang akan diterima. Semuanya terserah Ia yang menentukan, kita bekerja tanpa pamrih.
50. Ia yang telah menjadikan dirinya seorang Buddhi-Yukta (yang telah sadar dan mendapatkan kesadaran Ilahi) akan mengesampingkan semua yang baik dan buruk dalam hidup ini. Jadi berjuanglah untuk Yoga; Yoga ini lebih bermanfaat dari suatu tindakan yang penuh harapan akan suatu imbalan.
Seorang yang telah sadar akan peranannya dalam hidup ini suatu saat akan mengerti bahwa kebaikan dan keburukan sebenarnya hanyalah berupa ilusi dari Sang Maya (Kekuatan dari Yang Maha Esa juga). Sesuai dengan tugas-tugas maka kita hidup di dunia ini hanyalah sekedar sebagai alat-alatNya. dan tentu saja terserah kepada Yang Maha Kuasa apakah kita ini jadi alat yang baik atau alat yang buruk. Seorang yang telah mencapai tingkat kesadaran yang benar akan memandang sama, dengan mata, hati dan pikiran yang sama kepada semua makhluk, semua unsur  baik dan buruk pada setiap makhluk. Orang semacam ini akan selalu tunduk atas segala kehendakNya, dan tindak-tanduk maupun pikirannya akan selalu bersandar pada Yang Maha Esa, dan selalu minta dituntun sesuai dengan kehendakNya semata. Orang semacam ini akan selalu bergairah untuk bekerja: bukan malahan tidak bekerja karena berpikir semua sudah jadi kehendakNya,
51. Mereka-mereka yang bijaksana dan telah mendapatkan penerangan menyerahkan semua imbalan dari setiap pekerjaan (tindakan) mereka; lepas dari siklus kelahiran, mereka pergi ke alam yang tanpa derita.
Seandainya hati dan pikiran kita telah bersih dari segala nafsu duniawi dan budhi (daya intelektual) kita penuh dengan kesadaran atau penerangan, maka setiap tindakan kita malahan akan merupakan ekspresi kebebasan jiwa kita. Dan jiwa kita akan menanjak dalam perjalannya dari bhakti dan gnana (kesadaran) ke arah Berkah Sang Ilahi, kemudian menyusul kepembebasan jiwa kita dari siklus hidup dan mati di dunia ini (moksha). Di bawah ini terdapat beberapa anak-anak tangga yang lebih terperinci sifatnya:
1. Karma-yoga : menyerahkan semua imbalan/hasil dari setiap pekerjaan atau perbuatan baik    secara mental maupun secara fisik kepadaNya.
2. Bangkitnya kesadaran intelektual kita (buddhi), dan timbullah kebijaksanaan Ilahi.
3. Lepas dari ikatan lahir dan mati.
4. Mencapai berkah Ilahi, lalu terus ke moksha.
52. Sewaktu kesadaranmu melewati putaran kegelapan (moha), maka dikau akan mencapai suatu kesadaran tentang apa yang telah kau dengar dan apa lagi yang akan kau dengar.
Sewaktu kesadaran kita telah mencapai suatu tahap di mana segala nafsu telah berhenti berfungsi dan tidak penting lagi artinya, maka di situ kita akan merasakan perbedaan-perbedaan atau arti sebenarnya akan semua tradisi, upacara keagamaan, dan lain sebagainya yang dianjurkan di weda-weda.
53. Sewaktu kesadaranmu, yang salah mengerti tentang shruti (ayat-ayat Veda), mencapai suatu tahap yang kukuh dan tak tergoyahkan dan jiwamu tenang dalam samadi, disitulah dikau akan mencapai yoga (penerangan ke dalam).
Samadi adalah konsentrasi jiwa kita ke Inti Jiwa (Sang Atman atau Sang Jati Diri) yang berada di dalam jiwa kita sendiri. Samadi adalah dialog atau pertemuan diantara kita dan Sang Atman. Pertemuan atau sentuhan ini dapat tercapai bila seseorang lepas dari segala keterikatannya dalam melakukan setiap tugas-tugas duniawinya, termasuk di dalamnya tugas-tugas keagamaannya. Semua tugas-tugas ini harus dilakukan dengan pikiran yang sinkron atau selaras dengan kehendakNya. Bagaimana mungkin kita tahu bahwa apa yang kita kerjakan itu selaras dengan kehendakNya; dengan menyerahkan hasil dari perbuatan ini kepadaNya secara total dan kemudian terserah Ia akan efek-efeknya kemudian. Orang semacam ini yang menyerahkan hasil pekerjaannya bulat-bulat kepada Yang Maha Esa akan tegak dan kokoh merasakan semua hasil dari pekerjaan atau perbuatannya yang berefek baik atau buruk, negatif atau positif baginya atau bagi yang lainnya sebagai kehendakNya. Ia lebih bertindak sebagai alat atau petugas Yang Maha Esa dan jauh dari hasil perbuatan-perbuatannya. Karena ia tidak mengharapkan pamrih dari pekerjaan/perbuatannya, maka selalu ia berpikir semua terserah kehendak Ilahi. Selamanya ia akan teguh menghadapi apapun juga, dan kalau sudah mencapai tahap ini, komunikasi atau samadinya dengan Sang Atman akan tercipta dan terjalan dengan amat baik.
Berkatalah Arjuna :
54. Apa saja ciri-ciri seseorang yang telah mencapai kebijaksanaan yang stabil ini, yang teguh dalam segala hal, dan telah bersatu dengan Sang Brahman, oh Kreshna? Bagaimanakah seseorang yang telah mendapatkan kesadaran Ilahi ini berbicara? Bagaimanakah cara duduknya? Dan bagaimana cara ia berjalan?
Arjuna seperti juga kita semuanya ingin sekali mengetahui ciri-ciri khas seseorang yang telah bijaksana dan mencapai kesadaran Ilahi ini. Sang Kreshna pun menjawabnya satu persatu dengan senang hati, misalnya di sloka 55, 61 dan 64 yang mendatang ini diterangkan tentang cara orang bijaksana ini duduk. Di sloka 56 diterangkan tentang caranya berbicara dan di sloka 58 tentang caranya ia bergerak dalam hidupnya.
Berkatalah Sang Maha Pengasih :
55. Sewaktu seseorang mengesampingkan semua nafsu-nafsu duniawi yang ada di dalam pikirannya dan merasa puas dalam DiriNya oleh DiriNya, akan ia disebut sthita-prajna, seorang yang melihat kebijaksanaan secara tegar.
Seseorang yang merasa puas dengan DiriNya (Sang Atman) dan semua sentuhan Sang Atman terhadap dirinya adalah seorang yang sudah mencapai suatu penerangan Ilahi, dan telah berubah tegar dalam setiap hal yang dihadapinya.
56. Ia yang bebas pikirannya dari rasa gelisah di kala duka dan sakit, merasa tenang saja di kala senang, lepas dari nafsu duniawi, dari rasa ketakutan dan marah, adalah seorang yang telah mendapatkan penerangan.
57. Ia yang tak terikat dari sisi mana pun juga, yang tidak pernah benci maupun cinta pada suatu obyek, yang bertindak secara netral terhadap suatu yang adil maupun yang tidak adil, orang semacam itu mempunyai pengertian yang tegar dalam kebijaksanaannya.
Orang yang telah tegar dalam penerangan atau kesadaran adalah seseorang yang menjadi saksi dalam kehidupannya dan kehidupan di sekitarnya. la berdiri di atas semua faktor baik yang negatif maupun positif. Baginya semua itu hanya ilusi saja dan merupakan proses dalam kehidupan setiap orang. Bukannya lalu berarti ia sudah lemah jalan pikiran atau tindak tanduknya, tetapi ini justru merupakan ekspresi sejati dari kebebasannya yang tulus, kuat dan penuh dengan semangat dedikasi kepadaNya. Ia puas dengan apapun yang diberikanNya, dan setiap hal yang menimpanya dianggap biasa-biasa saja baik itu berupa kesenangan maupun kedukaan.
58. Ia yang menarik seluruh organ-organ nafsunya dari semua obyek-obyek nafsunya dari segala jurusan, ibarat seekor kura-kura yang menarik semua kaki-kakinya ke dalam tempurungnya, adalah seorang yang telah tegar rasa pengertiannya dan teguh dalam kebijaksanaan.
Perumpamaan seekor kura-kura adalah suatu contoh yang amat baik, karena sekali seekor kura-kura menarik semua kaki-kakinya ke dalam tempurung, maka ia tenang-tenang saja menghadapi reaksi atau ancaman dari luar, karena sudah merasa aman di dalam tempurungnya ini. Dengan kata lain dapat diibaratkan sebagai “bersemedi di dalam tempurungnya tanpa rasa keterikatan dengan apapun di luarnya.”
59. Obyek-obyek sensual akan menjauh dari seseorang yang tidak mau memberikan umpan kepada mereka, tetapi akan menetap pada mereka yang menyenanginya. Bahkan sisa-sisa keinginan pun akan pergi dari seseorang yang telah melihatNya (Yang Maha Esa).
Penyerahan total kepada Yang Maha Kuasa bukan saja berarti menjauhi semua unsur-unsur duniawi saja tetapi juga berarti menghilangkan sisa-sisa selera yang masih ada dalam diri seseorang. Bagi yang telah merasakan sentuhan Ilahi, tidak sedikit pun selera duniawi yang dirasakannya. Baginya Yang Satu itulah segala-galanya dan Yang Terindah.
60. Oh Arjuna! Organ-organ sensual yang terangsang akan segera menggerakkan pikiran seseorang, walaupun ia seorang yang bijaksana dan sedang jalan menuju ke arah sempurna.
Walaupun seseorang telah bertahun-tahun berusaha menuju ke arah penerangan dan mengabaikan semua kebutuhan sensualnya, tetapi selama ia masih menyimpan selera untuk hal-hal yang bersifat duniawi, maka setiap waktu ia bisa saja jatuh bangun oleh hal-hal yang bersifat duniawi ini. Maka janganlah heran atau tertawa mengejek melihat seorang yang dianggap bijaksana atau suci tersandung oleh hal-hal yang berbau duniawi, karena organ-organ sensual dan pikiran kita memang sangat peka dan mudah dipermainkan oleh Sang Maya.
61. Dengan mengendalikan semua organ-organ sensualnya, ia harus duduk secara harmonis dan menjadikan Aku sebagai Tujuannya yang Terakhir. Seorang yang telah berhasil mengatasi semua organ-organ sensualnya, akan segera mencapai kesadaran yang tegar.
Duduk dan bermeditasi dengan teratur, mengendalikan semua unsur-unsur duniawi kita (organ-organ sensual kita) baik lahir maupun batin, dan selalu memfokuskan pikiran dan tindak-tanduk kita ke Yang Maha Kuasa secara konstan akan menghasilkan suatu penerangan Ilahi atau kesadaran Ilahi yang tegar. Semua ini memerlukan disiplin pribadi yang kuat dan salah satu cara untuk membentuk disiplin ini adalah dengan bermeditasi secara tekun.
62. Seandainya seseorang mengarahkan pikirannya ke arah obyek-obyek sensual, maka ia akan menghasilkan keterikatan pada obyek-obyek ini. Dari keterikatan ini timbullah hawa-nafsu. Dari hawa nafsu timbullah rasa amarah.
Seseorang yang berpikir senantiasa akan hal-hal yang duniawi akan terikat kepada hal-hal ini, dan sekali terikat akan menjadi kebiasaan. Dan kebiasaan ini kalau sekali-kali tak didapatkannya akan menimbulkan rasa amarahnya, rasa-kesal, dan memuncak menjadi angkara-murka. Jadi yang penting bukan saja penyerahan total dari nafsu-nafsu atau berbagai keinginan kita tetapi juga pikiran-pikiran kita, karena di dalam pikiranlah sebenamya terdapat benih atau asal dosa.
63. Dari marah timbullah angkara-murka, dan keangkara-murkaan akan menghilangkan akal-sehat, dan dengan hilangnya akal-sehat ini hancurlah daya intelek dan kesadaran (buddhi) kita, dan dengan hilangnya buddhi ini maka ia akan binasa.
Kalau pikiran sudah kacau maka lupalah kita akan pengalaman-pengalaman pahit kita yang lampau, karena hilang sudah akal-sehat kita dan rasio kita porak-poranda jadinya. Lupalah kita akan hal yang baik dan buruk, dan pada skala besar kalau kita jadi tersesat karenanya, maka lupalah kita akan tujuan kita lahir ke dunia ini. Itu berarti binasalah kita secara spiritual.
64. Tetapi seseorang yang penuh dengan disiplin, yang bergerak di tengah-tengah obyek-obyek sensual tanpa suatu keterikatan kepada obyek-obyek sensual ini dan dapat mengendalikan dirinya dengan baik, akan pergi ke suatu kedamaian yang luhur.
Bhagavat Gita menganjurkan kita semua untuk mengendalikan (bukan menghentikan) semua organ-organ sensual (indra-indra) kita dengan mengendalikan jalan pikiran kita melalui suatu proses disiplin. Ini berarti belajar mengendalikan diri, pikiran dan indra-indra kita. Lari dari kenyataan dunia ini (hal-hal yang bersifat duniawi) adalah percuma atau sia-sia saja, jadi dianjurkan untuk hidup ditengah-tengah obyek-obyek duniawi ini dengan mengendalikan diri kita sendiri, maka akan sampailah rasa perdamaian atau ketenangan yang luhur. Rasa perdamaian ini akan timbul dari suatu hati yang penuh dedikasi kepadaNya semata, hati yang betul-betul luhur dan bersih.
65. Setelah mencapai kedamaian, maka berakhirlah derita seseorang, dan seorang dengan kedamaian semacam ini akan segera mencapai keseimbangan yang stabil.
Bagi yang tak mau atau takut mengendalikan dirinya, maka jalan ke arah damai atau ketenangan tidak akan pernah terbuka. Sedangkan bagi yang penuh disiplin, daya-juang dan tekad, yang penuh dengan kendali, maka mereka ini akan menuju ke arah Yang Maha Esa, dan karena konsentrasinya ini maka mereka ini akan mencapai tahap berkah Ilahi dalam bentuk kedamaian yang abadi dan tak tergoyahkan. Dalam suka dan duka mereka ibarat timbangan yang stabil dan tidak condong menurun ke satu arah.
66. Untuk yang tak pernah mengendalikan diri, tak akan ada buddhi, untuk yang tak pernah mengendalikan diri tak akan ada konsentrasi. Dan kalau tak ada konsentrasi maka tak akan ada kedamaian, dan kalau seseorang tak memiliki kedamaian maka bagaimana mungkin ia akan memiliki kebahagiaan?
67. Sewaktu pikiran mengejar obyek-obyek sensual, maka pergi jugalah prajna (kebijaksanaan, kesadaran), ibarat arus yang menyeret sebuah perahu di lautan.
68. Jadi, oh Arjuna, ia yang seluruh indra-indranya telah terkendali dari obyek-obyek sensual, maka buddhinya telah mencapai keteguhan.
69. Apa yang merupakan malam bagi semua insan, bagi seorang yang penuh disiplin dirasakan sebagai pagi hari. Dan apa yang merupakan pagi bagi semua insan merupakan malam untuk seorang muni (seorang yang telah mencapai kesadaran penuh).
Semua manusia mungkin atau sedang larut dalam tidurnya Sang Maya, tetapi seorang muni akan tegar terbangun dan bernafas dalam kesadarannya. la acuh saja terhadap ilusi Sang Maya.  Sebaliknya ia akan tertidur untuk hal-hal yang bersifat duniawi yang bagi manusia pada umunya akan merupakan kebutuhan yang amat vital, karena mereka mengikuti indra-indra mereka tanpa kendali. la terpejam untuk duniawi tetapi matanya terbuka selalu ke arah Ilahi dan cinta-kasihNya Yang Agung, yang tak pernah kunjung habis.
70. Seseorang yang kemauan-kemauan indranya, ibarat sungai-sungai mengalir ke lautan yang selamanya tenang-tenang saja menerima aliran-aliran sungai ini. Orang ini akan mencapai kedamaian, bukan ia yang memeluk erat-erat nafsu-nafsunya.
Sungai-sungai mengalir dari berbagai arah ke lautan yang lepas, tetapi sang lautan tak pernah mengeluh atau goncang karenanya dan selalu dengan tenang dan tegar menerima semua aliran-aliran air yang telah tercemar ini, bahkan dikembalikannya dalam bentuk uap yang bersih untuk dijadikan hujan oleh alam itu sendiri. Begitu pun pikiran seseorang yang telah tegar jiwa-raganya demi dedikasinya kepada Yang Maha Esa. la akan selalu kuat menghadapi semua cobaan dan kemauan-kemauan indra-indranya dalam kedamaian yang abadi.
71. Seseorang yang melupakan semua keinginannya dan bertindak lepas dari segala hasrat, tanpa rasa egoisme dan tanpa rasa memiliki apapun  ia pergi ke arah damai.
72. Inilah daerah suci (brahmishiti), oh Arjuna! Setelah mencapai daerah ini tak ada seorangpun yang kacau pikirannya. Barangsiapa, bahkan pada detik-detik akhir hayatnya mencapai daerah (kondisi) ini, maka ia akan pergi ke brahma-nirvana, di mana terdapat Berkah Sang Ilahi.
Yang dimaksud dengan daerah ini sebenamya adalah kondisi atau status seseorang. Dalam kondisi atau status yang dimaksud ini seseorang pemuja dan Sang Brahman telah mencapai suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan lagi. Seseorang yang telah mencapai kondisi ini akan kehilangan semua ilusi duniawi dan Sang Atman akan bersinar di dalam dirinya, dan sampailah manusia ini ke arah sempurna dan kesucian. Bersatu dengan Yang Maha Esa (Sang Atman) berarti lepas sudah semua kemauan duniawi kita, dan kalau seseorang dapat bertahan dalam status semacam ini, atau bahkan baru saja mencapainya, dan langsung berakhir hidupnya di dunia ini, maka ia langsung akan menuju ke Yang Maha Esa, yang menjadi tujuan akhirnya, dan perlu kembali lagi ke dunia yang penuh dengan penderitaan ini.
Dalam Upanishad Bhagavat Gita, llmu Pengetahuan Yang Abadi, Karya Sastra Yoga, dialog antara Sang Kreshna dan Arjuna, maka karya ini adalah bab kedua
yang disebut Sankya Yoga atau yoga mengenai ilmu pengetahuan

Bab I ~ Gundahnya Sang Arjuna

         Bermulalah di sini Gita suci yang dituturkan dari Yang Maha Suci Kreshna. Berkatalah Dhristarashtra :
1. Di dataran nan suci ini (dharmakshetra), tanah kebenaran, tanahnya para Kuru, berkumpullah putra-putraku beserta laskar-laskar mereka, dan juga putra-putra Sang Pandu (Ayahanda Pandawa) bersiap-siap untuk suatu yudha. Apa saja yang sedang mereka lakukan beritakanlah kepadaku, wahai Sanjaya.
(Keterangan) Kurukshetra disebut juga dharmakshetra, terletak di Hastinapura di utara kota New Delhi yang modern dewasa ini. Tempat ini di masa yang silam dianggap suci karena sering dipergunakan oleh para resi, kshatrya untuk bertapa, bahkan kabarnya juga oleh para dewa-dewa. Salah satu kata pertama yang disebut di sloka pembukaan Bhagavat Gita di atas ini adalah kata dharma, inilah inti sebenarnya yang harus diresapkan oleh sidang pembaca. karena inilah salah satu pesan sesungguhnya Bhagavat Gita. “Bangunlah jiwa dan ragamu dengan dan untuk dharma.” Kata dharma berasal dari kata “Dhru” yang berarti “pegang.” Dharma adalah kekuatan yang memegang hidup ini, dharma tidak terdapat dalam ucapan-ucapan manis. tetapi adalah kesaktian di dalam jiwa kita yang merupakan inti dari kehidupan kita.
Dan Kshetra berarti padang, ladang atau medan. Seyogyanyalah kita bertanya pada pribadi kita masing-masing, “apa sajakah yang selama ini yang telah kutanam dan kupetik dalam hidupku ini, dharma ataukah adarma? Bagi yang menanam dharma maka hidupnya akan menghasilkan karunia Ilahi, dan yang telah melakukan adharma maka kita dapat bercermin kepada para Kaurawa. “Bersiap-siap untuk suatu yudha,” Kaurawa menginginkan perang, sedangkan para Pandawa sebenarnya menginginkan perdamaian. Sang Kreshna yang Maha Bijaksana berusaha agar perdamaian terwujud, tetapi para Kaurawa selalu menolaknya. maka untuk mempertahankan diri dan menegakkan dharma/kebenaran terpaksalah para Pandawa berperang walaupun dengan laskar yang sedikit. Tetapi yang sedikit ini akhirnya akan menang karena mereka berjalan tegak di jalan kebenaran.
Dalam ucapan Dhritarashtra yang mengatakan di atas “tanahnya para Kuru” dan juga ‘”putra-putraku,” tersirat adanya rasa egois atau ahankara (angkara) yang besar. inilah sebenarnya sumber dari segala tragedi dalam hidup ini.
Berkatalah Sanjaya :
2. Kemudian pangeran Duryodana, setelah melihat barisan laskar para Pandawa yang teratur rapi, menghampiri gurunya dan berkata.
Yang dimaksud guru di sini adalah Dronacharya, guru sang Kaurawa dan Pandawa. Di Baratayudha ini Drona mendukung Kaurawa sampai akhir hayatnya.
3. Lihatlah wahai guruku, barisan laskar para Pandawa yang telah siap untuk berperang, mereka semua dipimpin oleh murid Sang Guru yang bijaksana, yaitu putra Sang Drupada.
Yang dimaksud “murid yang bijaksana” di sini adalah Dhristadyumna. la adalah putra Raja Drupada dari kerajaan Panchala. Dia diangkat para Pandawa menjadi panglima perang untuk pihak Pandawa; Dhristadyumna sebenarnya masih merupakan saudara ipar para Pandawa Dalam perang ini Resi Dorna akan membunuh Raja Drupada, kemudian Dhristadyumna akan membunuh Drona. Disusul putra Drona yang disebut Asvatama kemudian membunuh Dhristadyumna. Inilah lingkaran karma.
4. Di sinilah para pahlawan-pahlawan besar berkumpul, dari Bima, Arjuna dan yang tak kalah kehebatannya yaitu Yuyudana, Virata dan Drupada.
5. Juga Dhrishtaketu, Chekitana dan raja besar dari Kashi, Purujit, Kuntiboja dan Shaibya, semuanya pendekar-pendekar nan sakti wirawan.
6. Juga yang gagah berani yaitu, Yudhamanyu dan Uttamauja, Saubadra dan putra-putra Draupadi.
Bima :  Putra kedua dari Pandu. yang kedua dari para Pandawa.
Arjuna : Yang ketiga dari Pandawa bersaudara, dan yang paling dikasihi Sang Kreshna.
Yuyudana : Disebut Juga Setyaki. pahlawan yang gagah perkasa.
Virata: Raja dari Matsya-desha. seorang raja nan arif bijaksana. Selama pengasingan para Pandawa di hutan (13 tahun lamanya), tahun terakhir pengasingan ini para Pandawa menyamar dan bersembunyi di istana Raja Virata. Alkisah putri sang raja kemudian dikawinkan dengan Abimanyu, putra Arjuna.
Dhristaketu: Putra Sishupala, raja dari Chedi-desha.
Chekitana: Salah satu pendekar yang gagah berani yang memimpin salah satu dari tujuh divisi laskar Pandawa.
Purujit dan Kuntibhoja: Saudara-saudara laki dari ibu Kunti, ibunya sang Pandawa,
Shaibya: Raja suku Sibi. Duryodana menyebutnya sebagai banteng diantara manusia, karena ia adalah seorang pendekar sakti yang bertenaga luar biasa.
Yudhamanyu dan Uttamauja: Pangeran-pangeran dari Panchala, juga merupakan pendekar-pendekar nan sakti-wirawan. Keduanya dibunuh Ashvathama sewaktu sedang tidur.
Saubhadra: Putra Arjuna dan Subadra (adik sang Kreshna). la dikenal juga dengan nama Abimanyu. Dalam perang ini ia memperlihatkan kepahlawanannya yang luar biasa.
Putra-putra Draupadi: Mereka berjumlah lima orang, yaitu Prativindhya, Srutasoma, Srutakirtti, Satanika dan Srutukarman.
Pendekar-pendekar di atas semuanya kalau bekerja untuk perdamaian niscaya akan menghasilkan suatu suasana damai bagi semuanya, tetapi rupanya takdir menentukan yang lain, dan itulah misteri Ilahi yang tak akan mungkin terjangkau oleh kita manusia ini.

Tentang Strategi Pembelajaran (Pengajaran)

Strategi Pengajaran adalah serangkaian keputusan untuk membuat tatacara (skenario) serangkaian event pengajaran, dengan tujuan mendapatkan hasil pengajaran yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Maksudnya, dilakukannya pengaturan pelbagai faktor yang komplek guna mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Banyaknya faktor yang harus dipertimbangkan didalam mengambil keputusan pengajaran, secara sadar, dilator belakangi oleh estimasi dampak yang harus dicapai dan atau dihindarkan merupakan profesionalitas pekerjaan mengajar yang mesti dipikul oleh seoarang guru sebagai seorang pengelola pengajaran sekaligus sebagai desainer.
Istilah strategi sering digunakan dalam banyak konteks dengan makna yang tidak selalu sama. Dalam konteks pengajaran strategi bisa diartikan sebagai suatu pola umum tindakan guru-peserta didik dalam manivestasi aktifitas pengajaran. Sifat umum pola itu berarti bahwa macam-macam dan sekuensi (urutan) tindakan yang dimaksud tampak digunakan atau dipergunakan guru-peserta didik pada berbagai ragam event pengajaran. Dengan kata lain, konsep strategi dalam konteks ini dimaksudkan untuk menunjuk pada karakteristik abstrak serangkaian tindakan guru-peserta didik dalam event pengajaran.
Drs. Syaiful Bahri Djamaroh dan Drs. Aswan Zaini, dalam bukunya Strategi Belajar Mengajar menjelaskan bahwa secara umum strategi mempunyai pengertian garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasararan yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru-anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.
strategi pengajaran belajar
Selanjutnya dijelaskan bahwa ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi hal-hal berikut:
  • a) Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.
  • b) Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.
  • c) Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.
  • d) Menetapkan norma-norma serta batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.
Dr. Nana Sudjana (1988), mengatakan bahwa “strategi pengajaran adalah “taktik” yang digunakan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar (pengajaran) agar dapat mempengaruhi siswa mencapai tujuan pengajaran secara lebih efektif dan efisien”.
Dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu garis-garis besar tindakan guru-peserta didik dalam usaha untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.