"OM AWIGNAMASTU NAMA SIDDHEM OM SWASTIASTU" SEMOGA SEMUA DALAM PERLINDUNGAN TUHAN, SELAMAT MEMBACA DAN SEMOGHA BERMANFAAT.jangan lupa kunjungi videobsaya di link https://youtu.be/-UJdPDAjETM

3/26/2012

Masyarakat Bahasa

Mungkin kita sering mendengar jargon “mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar”. Apakah jargon tersebut salah? Menurut saya tidak juga, tapi yang menjadi permasalahan adalah bagaimana kita selaku pengguna bahasa meralisasikan dan menggunakannya.

Kadang-kadang untuk menggapai kriteria baik dan benar sering terbentur oleh tata kalimat, susunan kata, atau bentuk kata tertentu yang memang sulit untuk membedakannya mana yang dianggap memenuhi kaidah penggunaan bahasa. Mungkin untuk memecahkan permasalahnnya ada baiknya menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) atau hanya sekedar melihat pedoman pembentukan bahasa baku Indonesia.

Namun tentu saja persoalan tersebut tidak hanya datang dari unsur kesalahan kaidah, terkadang ada kaidah yang memang sudah mendarah daging dan ada kecenderungan sulit untuk menghilangkanya. Misalnya penggunaan kata himbau, saya yakini masih banyak orang Indonesia yang menggunakan kata tersebut, bahkan saya lihat dalam suart dinas sekalipun masih ada juga yang Menggunakannya. Padahal jika kita lihat ke dalam kamus, tidak ada tidak akan menemukan kata tersebut karena yang benar adalah kata imbau.

Pada bagian awal ini saya hanya akan membahas berbagai macm problematik bahasa, sumber dan data penulisan diambil dari perkuliahan “Problematik Bahasa Indonesia” Oleh Iyo Mulyono, beliau adalah dosen terbaik tempat saya belajar di Universitas Pendidikan Indonesia.


1. Untuk acara selanjutnya adalah sambutan-sambutan.

Kalimat di atas mungkin tidak begitu asing di telinga kita, kalimat tersebut sering dipergunakan pembawa acara dalam memandu jalannya suatu acara. Bila dianalisis lebih lanjut, kalimat tersebut tidak mengetengahkan jalan pikiran dengan baik. Permasalahan kekeliruan jalan pikiran atau nalar ini ialah penggunaan kata untuk dan adalah. Mengapa demikian? Menurut norma bahasa, di depan kata adalah harus berupa kata benda atau kata yang dibendakan karena bagian itu akan berfungsi sebagai subjek kalimat. Jadi kata depan untuk harus dibuang. Kata depan untuk sendiri merupakan bentuk kata keterangan yang bermakna menyatakan maksud dan tujuan

Jika kita mau mempertahankan kata depan untuk digunakan, maka bagian kalimat yang didahuluinya kata depan itu akan berfungsi keterangan. Dengan begitu, perhatian harus ditujukan terhdap kata adalah. Kata atau bagian kalimat yang terletak di belakang adalah akan berfungsi sebagai pelengkap, padahal yang dibutuhkan adalah bagian kalimat yang berfungsi sebagai subjek. Agar sambutan-sambutan bisa berfungsi sebagai subjek maka kata adalah harus diubah, misalnya menjadi akan di sampaikan, akan kami sampaikan.

Jadi kesimpulannya ialah sebagai berikut.
Tidak baku : Untuk acara selanjutnya adalah sambutan-sambutan
Baku : Acara selanjutnya adalah sambutan-sambutan
Untuk acara selanjutnya akan kami sampaikan sambutan- sambutan.



2. Kepada Ka-UU jujarimatika, Bpk Tami Jaka, dipersilakah untuk menyampaikan sambutannya.

Bentuk kata serapan jujarimatika dalam kalimat di atas, berdasarkan KBBI (1993) tidak tepat. Bentuk-bentuk tersebut harus seperti berikut.

Kepada Ka-UU jujarimatik, Bpk Tami Jaka, sipersilakah untuk menyampaikan sambutannya.

Bentuk –ika seperti dalam kata serapan jujarimatika, berasal dari bentukan –ics dalam bahasa asal, yaitu bahasa Inggirs, yang berarti ……. Bagaimana dengan bentuk lainnya? Misalnya kata etika berasal dari ethics, static berasal dari statics, matematika berasal dari mathematics, dan statistika berasal dari statistics. Karena itu, tidaklah tepat, dalam bahasa Indonesia dimunculkan kata jujarimatika yang berarti matematika jari, seharusnya jujarimatik.

Permasalahan muncul ketika bentuk tersebut sudah menjadi kebiasaan masyarakat. Misalnya sering kita mendengar kata fisika daripada fisik, padahal kata tersebut diambil dari bentuk serapan bahasa Inggris fisics. Dan sepertinya ada rasa kecanggungan menggunakan kata etik daripada etika.
• Kelakuanmu tidak sesuai dengan etik yang ada.
• Kelakuanmu tidak sesuai dengan etika yang ada.

Bukan hanya bentuk kata tersebut yang sering dipermasalahkan. Penggunaan di media massa dan tingkat akademik khususnya patut dipertanyakan. Kita sering mendengar jurusan matematika daripada jurusan matematik, dan itu dipakai dalam ruang lingkup akademik. Mungkin saja bentuk-bentuk tersebut akan menjadi bahasa baku Indonesia. Siapa yang harus mengalah, bahasa yang dinamis atau bahasa baku Indonesia?


3. UU Pronografi bisa menjadi bom waktu bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Terbukti dengan munculnya satu provinsi di negeri ini.

Kedua cara penulisan di atas cukup bersaing dalam penggunanya. Artinya kedua cara itu digunakan dalam kaidah berbahasa. Banyak surat yang kita baca dengan menggunakan penulisan propinsi. Apabila merujuk Pedoman Penulisan Istilah, cara penulisan provinsi tidak tepat. Yang tepat ialah cara penulisan provinsi. Namun sepertinya bahasa berkembang dinamis, timbul penggunaan lain yaitu bentuk propinsi. Untuk mengatasi hal tersebut, dalam KBBI tahun (1993), menyatakan kedua cara penulisan itu, kedua-duanya betul, hanya yang lebih tepat ialah provinsi. Bentuk kata bersaing lainnya ialah penggunaan kata berbagai dan pelbagai.



4. Warga permukiman liar di perkotaan, memang memiliki keterbatasan dalam pendidikan dan keterampilan, namun mereka unggul, ulet, dan tangguh untuk bertahan hidup.

Kalimat di atas memang mengetengahkan bentuk tata bahasa gramatikal yang sesuai dengan kaidah yang ada. Tetapi, tidak ada salahnya dikaji lebih jauh, untuk menangkap bentuk problematic yang sering muncul di dmsyarakat. Terutama dalam penggunaan kata permukiman dan perkotaan. Banyak orang yang salah menerapkan konsep tersebut, sehingga munculah kata pemukiman, pedesaan, dan pegunungan. Mengapa bentuk tersebut bisa muncul?

Penggunaan bentuk kata pemukiman, pedesaan, dan pegunungan tidak baku. Mengapa? Dalam KBBI, pemukiman berarti ‘proses atau tindakan memukimkan’. Bentuk pemukiman sejalan dengan bentuk-bentuk berikut:
Pemindahan berarti ‘proses atau hal memindahkan’
Pemahaman berarti ‘proses atau hal memahami’
Pemaksaan berarti ‘proses atau hal memaksa’
Sedangkan permukiman artinya tempat bermukim.


5. Salah satu masyarakat modern adalah berkembangnya sikap saling ketergantungan antara profesi yang satu dengan yang lainnya.

Kata saling berfungsi menerangka kata kerja aktif yang mengikutinya, misalnya dalam bentuk saling menuduh, saling memahami, dan saling mengahrgai. Bentuk saling ketergantungan mengetengahkan bentuk tata gramatikal yang kurang baik, mengapa? berikut analisisnya.

Saling : menerangkan kata kerja aktif yang mengikutinya.
Ketergantungan : fungsi imbihan ke-an disini menyatakan bentuk saling, mempengaruhi, saling keterlibatan antara dua subjek yang dibicarakan, dan saling bergantung satu sama lain.

Oleh karena itu bentuk saling ketergentungan tidaklah tepat, karena maknanya akan berubah menjadi bentuk saling-saling bergantung satu sama lain.
Sehingga kalimat tersebut harus diubah menjadi:
Salah satu masyarakat modern adalah berkembangnya sikap ketergantungan antara profesi yang satu dengan yang lainnya.

Kata saling sebaiknya dibuang, karena keta ketergantungan atau imbuhan ke-an sudah menyatakan makna saling bergantung satu sama lain.


6. Karena adanya saling pengertian di kedua belah pihak, maka sengketa tentang kedua pulau tersebut dapat diselesaikan dengan baik.

Analisis pada kalimat di atas sama halnya dengan analisis kalimat pada nomor lima. Kata saling berfungsi menerangka kata kerja aktif yang mengikutinya, misalnya dalam bentuk saling menuduh, saling memahami, dan saling menghargai.

Saling : menerangkan kata kerja aktif yang mengikutinya.
Pengertian : fungsi imbihan pe-an disini menyatakan bentuk saling, mempengaruhi, saling keterlibatan antara dua subjek yang dibicarakan, dan saling bergantung satu sama lain.

Oleh karena itu bentuk saling pengertian tidaklah tepat, karena maknanya akan berubah menjadi bentuk saling-saling bergantung satu sama lain.
Sehingga kalimat tersebut harus diubah menjadi:
Salah satu masyarakat modern adalah berkembangnya sikap pengertian antara profesi yang satu dengan yang lainnya.

Kata saling sebaiknya dibuang, karena kata pengertian sudah menyatakan makna saling bergantung satu sama lain.


7. Mahasiswa tidak mengetahuinya kalau universitas ini nomor satu dalam hal visibilitasnya.

Adanya enklitik –nya pada kalimat di atas merupakan kesalahan berbahasa yang sering dijumpai. Lihat kata mengetahuinya dan kata visibilitasnya. Bentuk enklitik –nya tersebut mengacu pada satu maksud yang saling bergentungan. –nya pada kata mengetahuinya mengacu pada visibilitas. Sedangkan –nya pada visibilitasnya mengacu pada mahasiswa. Tetapi bentuk tersebut tidaklah efektif, kalimat yang efektif untuk solusinya ialah:

Mahasiswa tidak mengetahui kalau universitas ini nomor satu dalam hal visibilitasnya.

8. Kecuali bermain piano, dia juga bernyanyi.

Kata kecuali merupakan kata depan atau kata penghubung yang menyatakan ‘sesuatu yang tidak termasuk ke dalam sesuatu yang lain’. Karena itu, sering kita mendengarungkapan ‘dikecualikan’ dan ‘pengecualian’. Selain merupakan kata depan atau kata penghubung bermakna sebaliknya dari makna kecuali, yaitu makna penambahan atau penggabaungan. Yang menjadi perosalan ialah sering digunakannya kata kecuali untuk menyetakan makna penambahan atau penggabungan.
Maka kalimat diatas seharusnya diubah menjadi :

selain bermain piano, dia juga bernyanyi.



Secara objektf hakikat keberadaan bahasa tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Hakikat makna bahasa dan keberadaan bahasa senantiasa memproyeksikan kehidupan manusia yang sifatnya tidak terbatas dan kompleks. Dalam konteks proyeksi kehidupan manusia, bahasa senantiasa digunakan secara khas dan memiliki suatu aturan permainan tersendiri. Untuk itu, terdapat banyak permainan bahasa dalam kehidupan manusia, bahkan dapat dikatakan tidak terbatas, dan nantara tata permainan satu dengan lainnya tidak dapat dintentukan dengan suatu aturan yang bersifat umum. Namun demikian,

walaupun terdapat perbedaan adakalanya terdapat sutau kemiripan, dan hal ini sulit ditentukan secara secara definitif dan pasti. Meskipun orang tidak mengetahui secara persis sebuah permainan bahasa tertentu, namun ia mengetahui apa yang harus diperbuat dalam suatu permainan. Oleh karena itu, untuk mengungkapkan hakikat bahasa dalam kehidupan manusia dapat dilaksanakan dengan melakukan suatu deskripsi serta memberikan contoh-contoh dalam kehidupan manusia yang digunakan secera berbeda.
Sebagian orang berpendapat bahwa bahasa sebagai sesuatu yang kita lakukan untuk orang lain; sebuah permainan dari simbol verbal yang didasarkan dengan rasa indera kita (pencitraan). Sebagai sistem mediasi, bahasa tidak hanya menggambarkan cara pandang manusia tentang dunia dan konsepsinya, tetapi juga membentuk visi tentang realitas.
Pandangan di atas, merajut pada pemikiran bahwa dengan melukiskan bahasa sebagai penjelmaan pikiran dan perasaan, yaitu budi manusia, maka bahasa itu mendapat arti jauh lebih tinggi daripada sistem bunyi atau fonem. Oleh karena itu budilah yang melahirkan kebudayaan, maka bahasa sebagai penjelmaan daripada budi itu adalah cerminan selengkap-lengkapnya dan sesempurna dari kebudayaan.
Perhatian terhadap kelompok-kelompok minoritas ini sekarang telah menjadi betapa penting dengan adanya kontak antarbudaya, namun diasumsikan bahwa komunikasi antabudaya itu sangat sulit. Hal ini disebabkan karena jika bahasa sebagai sistem bunyi gagal mengendap dalam kantong-kantong budaya, maka masyarakat pun gagal untuk memahami dan dipahami dalam konteks komunikasi antarbudaya.
 
 Bila kita membicarakan bahasa, sepertinya tidak akan lepas dari masyarakat. Setiap masyarakat pemakai suatu bahasa memiliki kesepakatan tentang bahasanya, misalnya berkaitan dengan kaidah, struktur, dan kosakata. Kesepakatan mengenai kaidah dan kosakata itu sampai batas waktu tertentu secara umum masih mampu mewadahi seluruh konsep, gagasan, dan ide para pemakainya. Namun, pada saat tertentu akan sampailah pada suatu kebutuhan akan adanya kesepakatan baru yang memperkaya dan melengkapi kesepakatan sebelumnya, yatu manakala kesepakatan lama telah tidak cukup lagi mewadahi konsep, gagasan, dan ide yang ada.

Apabila telah sampai pada titik waktu sepeti itu, maka masyarakat bahasa yang bersangkutan biasanya melirik kesepakatan masyarakat pemakai bahasa lain. Dengan demikian, maka terjadilah sebuah proses kreavititas masyarakat bahasa yang disebut pemungutan (borrowing) unsur bahasa dari bahasa lain. Demikianlah pemungutan/penyerapan menjadi salah satu penyebab terjadinya perkembangan sebuah bahasa.

Proses terjadinya penyerapan itu sendiri tentu saja diawali oleh adanya kontak antarbahasa. Kontak antarbahasa pu terjadi karena adanya kontak antar masyarakat bahasa. Terjadinya kontak antara bangsa Arab dengan bangsa Indonesia misalnya, menyebabkan terjadinya

kontak antara kedua bahasa itu. Penyerapan kosakata bahasa-bahasa asing: bahasa Inggris, bahasa Arab, Belanda dan lain-lain ke dalam bahasa Indonesia menjadi bukti adanya kontak antara bahasa Indonesia dengan bahasa-bahasa tersebut.

Kontak antarbangsa saat ini tidak dapat dihindari. Tidak ada bangsa yang dapat membebaskan diri dari kontak dengan dunia luar. Hal ini menyebabkan satu bahasa pun yang terbebas dari kontak dengan bahasa lain. Sebuah bahasa yang tidak menjalin kontak dengan bahasa lain lambat laun akan menjadi bahasa yang mati, menjadi bahasa yang tidak memiliki penuturnya lagi.

Dua bahasa yang berkontak akan saling mempengaruhi. Kontak bahasa yang terjadi antara bahasa Indonesia dengan bahasa-bahasa daerah menyebabkan terjadinya proses saling mempengaruhi antara bahasa Indonesia dengan bahasa-bahasa daerah. Akibatnya, beberapa kosakata bahasa Indonesia diserap oleh bahasa-bahasa daerah dan beberapa kosakata bahasa daerah pun diserap oleh bahasa Indonesia.

Penyarapan kata dari bahasa lain ke dalam bahasa tertentu bisa berdasarkan kondisi objektif, bisa juga berdasarkan kondisi subjektif. Pnyerapan yang berdasarkan pada kondisi objektif, yaitu penyerapan bahasa akibat kurang emadainya khazanah kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa sehingga perlu dilakukan pemungutan kosakata dari bahasa lain. Sedangkan penyerapan akibat kondisi subjektif ialah penyerapan yang disebabkan oleh anggota masyarakat pemakai bahasa tertentu yang merasa lebih bangga menggunakan kosakata di luar bahasanya.

Bangsa Indonesia bukanlah bangsa terpencil yang terisolasi. Oleh karena itu, maka bangsa Indonesia melakukan kontak dengan bangsa-bangsa lain. Memang perjalanan sejarah tidak dapat dimungkiri bahwa di antara kontak yang terjadi antara bangsa Indonesia dengan dunia luar itu ada yang terjadi dengan cara yang tidak manusiawi lewat imperialisme. Namun, dalam bentuk apa pun kontak itu terjadi, kontak antara bangsa Indonesia dengan bangsa lain itu tetap dapat membawa manfaat bagi perkembangan bangsa dan juga bahasa Indonesia. Kita menyaksikan penjajahan Belanda atas bumi Indonesia telah menyebabkan adanya perkembangan bahasa Indonesia yang cukup positif. Kita tidak dapat menutup mata atas pengaruh positif bahasa Belanda terhadap bahasa Indonesia. Bahkan kosakata serapan dari bahasa Belanda yang dapat kita selidiki dalam khazanah kosakata bahasa indonesia jumlahnya menduduki peringkat pertama di atas bahasa Inggris dan bahasa Arab.

Demikianlah bahasa Indonesia, dalam proses perkembangannya, telah menyerap beribu kata dari bahasa lain, baik bahasa daerah maupun bahasa asing. Ribuan kata yang telah masuk ke dalam bahasa Indonesia melalui proses penyerapan itu telah menyebabkan bahasa Indonesuia bersalin rupa dari bahasa aslinya. Bahasa Indonesia, memang, kini sudah tidak lagi sama dengan bahasa Melayu yang menjadi asal-usulnya.

Bahasa Indonesia yang dipergunakan sehari-hari dalam berbagai kesempatan dan berbagai situasi pragmatik, misalnya berbeda dengan bahasa Malaysia, meskipun kedua bahasa itu sama-sama berasal dari bahasa Melayu. Perbedaan itu di antaranya disebabkan oleh perbedaan pengaruh-pengaruh luar yang masuk termasuk kata-kata serapan dari bahasa lain. Demikianlah pula halnya dengan bahasa Brunei Darussalam. Bahasa tersebut sedikit banyak berbeda, baik dengan bahasa indonesia maupun dengan bahasa Malaysia.

Pustaka Rujukan
Resume Mata Kuliah Bahasa Bantu, Universitas Pendidikan Indonesia
Badudu,J.S.1989. Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar. Jakarta: PT. Gramedia
Chaer, Abdul. 1980. Sosiolinguistik :Perkenalan Awal, Jakarta: Rineka Cipta
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga Balai Pustaka.
www.wikipedia.com
Pedoman Umum Bahasa Indonesia Yang disempurnakan

3/25/2012

SALINAN LONTAR USADA BHAGAWAN KASYAPA

1B. Semogha tidak ada halangan dan berhasil
       Ini keputusan bhagawan kasyapa sebagai duku, karenanya memberikan kehidupan yang mengeluarkan usaha (ilmu kehidupan),,,,,

BELAJAR DARI DIRI PRIBADI DAN LINGKUNGAN SEKITAR


Diri pribadi adalah diri sendiri, karena itu perlu adanya mawas diri atau mengenal diri pribadi. Berkaitan itu, keadaan diri pribadi itu bukan saja menyangkut badan jasmani tapi juga badan rohani. Sebab itu setiap orang harus mengenal dan mengenal serta mengerti tentang keadaan badan jasmani maupun rohani.
Dengan mawas diri atau mengenal diri pribadi itu dimaksudkan agar setiap orang mengenal dan mengerti lebih dalam lagi bagaimana hubungan antara hubungan jasmani dengan badan rohani demikian pula tentang aktivitas serta pahala dari gerak atau karmanya sendiri. Setelah seseorang bisa memahami dan mengenalnya lebih jauh, mereka terbatas pada usaha untuk memelihara, merawat dan mengiasi badan jasmaninya agar sehat, tampak cantik serta tanpan.
Setiap orang sebenarnya wajib untuk mengenal bahkan mengerti keadaan pribadinya guna mengetahui gerak atau karma yang berhubungan dengan hidupnya di dunia ini. Badan jasmani mampu bergerak bukan karena kekuatannya sendiri. Badan jasmani itu dapat bergerak karena ada yang menggerakkan dan dia mampu idup karena ada yang memeberi tenaga hidup  yaitu badan rohaninya. Dengan demikian maka badan jasmani tidak lebih merupakan alat belaka untuk melaksanakan gerak dari badan rohani.
Gerak atau karma dari badan jasmani akibatnya dapat menimbulkan kegelisahan, senang atau bahagia tetapi juga dapat juga membawa kesedihan bahkan  kesengsaraan. Keadaan sperti itu tidak hanya dirasakan sendiri namun juga dirasakan oleh orang lain. Jadi jelas bahwa gerak atau karma dari pribadi seseorang adalah membuat atau menciptakan keadaan. Sebab itulah setiap orang harus mampu membendung atau mengontrol pribadinya agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.
Dalam kitab kantha Upanisad (III.6) mengungkapkan: “ orang yang bijaksana  yng selalu mempergunakan pikiran dan rasa serta indrianya terkendalikan maka tak ubahnya sebagai kuda baik kepunyaan seorang kusir”.
Sebab itulah pikiran dan rasa perlu dikendalikan, karena pikiran dan rasa terus bergerak tiada henti dimana gerak atau karmanya adalah bertujuan untuk memperoleh kenikmatan dan kepuasan yang dikenal dengan keinginan atau indrya. Adapun sumber kepuasan dari keinginan atau indrya ini disebut dengan Wisaya, dimana wisaya merupakan segala sesuatu yang berasal dari  alam semesta dan  wujudnya ada yang konkrit dan ada pula yang abstrak.
Secara umum dapat kita lihat pemahaman manusia tentang diri pribadinya alayak sebagai sang pujangga, mengabdi pada keindahan, mengabdi pada kesunyian, mengabdi pada kebenaran dan mengabdi pada sastra itu sendiri dalam menumbuh kembangkan kepribadiannya hingga ia mampu mejadi seseorang pengurai ke indahan alam semesta lewat rangkain kata demi kata, lewat prosa, drama bahkan gema puisi  yang membahana. Seakan-akan pesona alam mengiasi inspirasi sang pujangga ketika ia tenggelam dalam kepribadiannya, mungkin dapat kita urai dengan sebuah kalimat ” Bila alam mulai bersemi maka hatipun akan bersemi, segala yang disaksikan sangat indah dihati, pengarang terpesona menyaksikan bulan bersinar redup,matahari bercahaya cerah, kumbang mengoyak kembang, laut dan langit mengarau biru, terpaan angin meraksuk sukma. Suara gemuruh ombak berderai dan aliran air yang gemercik terdengar sangat indah dimata pengarang.
Pujangga luluh dalam keindahan untuk memohon aanugrah Sang Pencipta dan telah menjadi kenyataan bahwa keindahan yang dicari sang  pujangga dalam penggambarannya merupakan keadaan awal dalam proses menemukan diri pribadi serta melawan godaan untuk memasuki alam ketuhanan.
Berkaitan dengan hal tersebut, pengarang disini adalah menumbuhkan pancaran yang terbesar dari tenaga pengendalian diri sendiri, dimana pengendalian diri sendiri merupakan pancaran tenaga yang lebih besar dari pada melepas. Memang mengendalikan diri memerlukan tenaga yang lebih besar dari melepaskannya. Misalnya ada kereta dengan kudanya meluncur sepat menuruni bukitdan si kusir berusaha menahan kuda tersebut. Manakah yang lebih besar memerlukan tenaga, membiarkan kuda itu lari atau menahannya? Atau ada peluru meriam meluncur diudara dan jatuh dikejauhan. Yang lain terhalang jalannya karena membentur tembok dan tubrukan itu mengeluarkan panas yang luar biasa. Semua tenaga yang dilepas dengan diikuti oleh pemikiran pada diri sendiriadalah terbang percuma. Ia akan tidak mengembalikan tenaga pada diri kita, tapi ia ditahan sebagai peluru dengan tembok itu, ia akan menyebabkan bertambahnya tenaga kita. Pengendalian diri inilah akan menimbulkan jiwa agung, alayaknya pula  prilaku yang dipunyaoleh para maha Rsi. Orang biasa tidak tau rahasia ini. Walaupun demikian mereka mau mau mengusai kemanusiaan. Orang bodoh sekalipun akan mampu menguasai seluruh dunia bila bekerja dan sabar menanti.
Kebanyakan dari kita tidak dapat memikirkan dibalik tahun-tahun yang akan datang  itu, sama seperti binatang yang tidak mampu melihat dalam jarak beberapa langkah, sebagai bulatan kecil itulah dunia kita. Kita tak punya kesabaran dan keberanian untuk melihat jauh dank arena itulah kita menjadi krisis akhlak dan jahat bahkan keji, demikian pula dengan keadaan badan rohaninya yaitu pikiran atau perasaan maupun hawa nafsu.
Pengakuan sebuah pribadi atau jati diri dalam proses perjuangan yang menghidupkan dan membahagiakan orang lain memang menjadi sebuah tantangan yang unik, dimana hidup ini perlu menjadi lentera, jendela dan garam. SEbagai lentera tidak perlu ditepatkan di atas gunung supaya sinar lentera bisa dilihat banyak orang. Sebab yang paling penting lentera mampu menerangi kegelapan terkini dan sekarang. Sebagai jendela, dapat berperan sebagai ventelasi bagi kehidupan-kehidupan yang lain, peretas liang gelap keangkuhan yang mungkin terselimut awan pekat dan medan perang kompetisi di alam bebas. Sebagai garam, cicipan didici vivere tetap menyatu dengan menu-menu keseharian (situasi dan kondisi) disekitar arus kehidupan seseorang manusia yang  hidup. Garam hanya baru menjadi garam (rasa asin) kalau sudah mencair bersama aneka hidangankehidupan yang terekam dalam cara dan sikap hidup setiap orang.
Sebagai suatu kesimpulan maka dengan adanya kesadaran untuk mawas diri dan mengenal diri pribadi mapun seluk beluk kehidupan manusia, maka akan mudahlah seseorang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan alam sekitarnya. Maka dari itu, mari  kita menempa diriagar mampu memanusiakan diri sebagai manusia yang memiliki kepribadian budi yang terajut dalam pikiran dan kegigihan yang berbasis pada prinsip-prinsip hidup yaitu  kreatif dan kritis pada keadaan pribadi serta alam sekitar.

3/17/2012

STILISTIKA

Stilistika berasal dari Bahasa Inggris yaitu “Style” yang berarti gaya dan dari bahasa serapan “linguistic” yang berarti tata bahasa. Stilistika menurut kamus Bahasa Indonesia yaitu Ilmu Kebahasaan yang mempelajari gaya bahasa. Sedangkan menurut C. Bally, Jakobson, Leech, Widdowson, Levin, Ching, Chatman, C Dalan, dan lain-lain menentukan stilistika sebagai suatu deskripsi
linguistic dari bahasa yang digunakan dalam teks sastra. Bagi Leech, stilistik adalah simple defind as the (linguistic) study of style. Wawasan demikian sejalan dengan pernyataan Cummings dan Simmons bahwa studi bahasa dalam teks sastra merupakan…branch of linguistic called stylistic. Dalam konteks yang lebih luas, bahkan Jakobson beranggapan bahwa poetics (puitika) sebagai teori tentang system dan kaidah teks sastra sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Linguistic. Bagi jakobson 
Poetics deals with problem of verbal structure, just as he analysis of painting is concered with pictorial structure since linguistics  is the global science of verbal structur, poetics may be regarded as an integral of linguistic (Amminuddin :1995 :21).   
Berbeda dengan wawasan di atas, Chvatik mengemukakan Stilistika sebagai kajian yang menyikapi bahasa dalam teks sastra sebagai kode estetik dengan kajian stilistik yang menyikapi bahasa dalam teks sastra sebagaimana bahasa menjadi objek kajian linguistik (Aminuddin :1995 :22). Sedangkan menurut Rene Wellek dan Austin Warren, Stilistika perhatian utamanya adalah kontras system bahasa pada zamannya (Wellek dan Warren : 1990 : 221).
Bertolak dari berbagai pengertian di atas, Aminuddin mengartikan stilistika sebagai studi tentang cara pengarang dalam menggunakan system tanda sejalan dengan gagasan yang ingin disampaikan dari kompleksitas dan kekayaan unsur pembentuk itu yang dijadikan sasaran kajian hanya pada wujud penggunaan system tandanya. Walaupun fokusnya hanya pada wujud system tanda untuk memperoleh pemahaman tentang ciri penggunaan system tanda bila dihubungkan dengan cara pengarang dalam menyampaikan gagasan pengkaji perlu juga memahami (i) gambaran obyek/peristiwa, (ii) gagasan, (iii) ideologi yang terkandung dalam karya sastranya (Aminuddin : 1995 :46).

Prosedur Kajian Stilistika
Kajian Stilistika merupakan bentuk kajian yang menggunakan pendekatan obyektif. Dinyatakan demikian karena ditinjau dari sasaran kajian dan penjelasan yang dibuahkan, kajian stilistika merupakan kajian yang berfokus pada wujud penggunaan system tanda dalam karya sastra yang diperoleh secara rasional-empirik dapat dipertanggung jawabkan. Landasan empiric merujuk pada kesesuian landasan konseptual dengan cara kerja yang digunakan bila dihubungkan dengan karakteristik fakta yang dijadikan sasaran kajian.
Pada apresiasi sastra, analisis kajian stilistika digunakan untuk memudahkan menikmati,memahami,dan menghayati system tanda yang digunakan dalam karya sastra yang berfungsi untuk mengetahui ungkapan ekspresif yang ingin diungkapkan oleh pengarang.
Dari penjelasan selintas di atas dapat ditarik kesimpulan tentang analisis yang dilakukan apresiasi sastra meliputi :
  1. Analisis tanda baca yang digunakan pengarang.
  2. Analisis hubungan antara system tanda yang satu dengan yang lainnya.
  3. Analisis kemungkinan terjemahan satuan tanda yang ditentukan serta kemungkinan bentuk ekspresi yang dikandungnya (Aminuddin : 1995 :98).

Kaitannya dengan kritik sastra, kajian stilistika digunakan sebagai metode untuk menghindari kritik sastra yang bersifat impesionistis dan subyektif. Melalui kajian stilistika ini diharapkan dapat memperoleh hasil yang memenuhi kriteria obyektifitas dan keilmiahan (Aminuddin :1995 : 42).
Pada kritik sastra ini prosedur analisis yang digunakan dalam kajian stilistika, diantaranya :
  1. Analisis aspek gaya dalam karya sastra.
  2. Analisis aspek-aspek kebahasaan seperti manipulasi paduan bunyi, penggunaan tanda baca dan cara penulisan.
  3. Analisis gagasan atau makna yang dipaparkan dalam karya sastra (Aminuddin : 1995 :42-43).

Implikasi Analisis Kajian Stilistika dalam Puisi Goenawan Mohammad
Kwartin Tentang Sebuah Poci
Pada keramik tanpa nama itu
Kulihat kembali wajahmu
Mataku belum tolol, ternyata
untuk sesuatu yang tak ada

Apa yang berharga pada tanah liat ini
Selain separuh ilusi
Sesuatu yang kelak retak
dan kita membikinnya abadi

  1. a.  Analisis Sistem Tanda yang Digunakan Pengarang              
Pada puisi Goenawan Mohammad di atas bila diperhatikan terdapat paparan gagasan dalam komunikasi keseharian, namun jika ditinjau lebih lanjut dalam setiap kata, larik, bait dan tanda yang digunakan tentulah memiliki beban maksud penutur. Misalnya pada larik “sesuatu yang kelak retak” dapat menuasakan gagasan kehidupan manusia itu tidak abadi. Serta penggunaan lambang retak biasanya mengacu pada benda yang mudah pecah namun di sini pengarang ingin memberikan efek emotif sehingga retak tak lagi mengacu pada makna realitas namun secara asosiatif dihubungkan dengan kematian atau kefanaan tubuh manusia.

  • b.  Analisis Gaya Pemilihan Kata
Gaya pemilihan kata pada dasarnya digunakan pengarang untuk memberikan efek tertentu serta untuk penyampaian gagasan secara tidak langsung sehingga memiliki kekhasan tersendiri. Pada puisi Goenawan Mohammad pun terdapat manipulasi penggunaan kata misalnya pada larik “Apa yang berharga pada tanah liat ini” Penggunaan kata tanah liat pada paparan tersebut dapat diartikan dengan apa yang berharga dari tubuh manusia ini apabila pengarang menuliskan gagasan dengan “Apa yang berharga pada tanah liat ini, tanah liat hanyalah tanah yang halus. Tentu asosiasinya menjadi lain.

  • c.  Analisis Penggunaan Bahasa Kias
Bahasa kias merupakan penggantian kata yang satu dengan kata yang lain berdasarkan perbandingan ataupun analogi ciri semantis yang umum dengan umum,yang umum dengan yang khusus ataupun yang khusus dengan yang khusus. Perbandingan ataupun analogi tersebut berlaku secara proporsional, dalam arti perbandingan itu memperhatikan potensialitas kata-kata yang dipindahkan dalam menggambarkan citraan maupun gagasan baru (Aminuddin : 1995 : 227).
Kiasan yang dimaksud memiliki tujuan untuk menciptakan efek lebih kaya, lebih efektif, dan lebih subyektif dalam bahasa puisi. Pada puisi Goenawan Mohammad kiasan yang banyak digunakan adalah metafora yakni kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan langsung itu tidak disebutkan. Jadi ungkapan itu langsung berupa kiasan. Contoh klasik : Lintah darat, bunga bangsa, kambing hitam dan sebagainya (Herman J. Waluyo : 1987 : 84). Dalam “Kwatrin Tentang Sebuah Poci” Goenawan Mohammad, wajah manusia dikiaskan sebagai sebuah keramik tanpa nama.

d.  Pengimajian
Ada hubungan erat antara diksi, pengimajian dan data konkret. Diksi yang dipilih harus menghasilkan pengimajian dan karena itu kata-kata menjadi lebih konkret seperti kita hayati melalui penglihatan, pendengaran atau cita rasa.
Baris-baris puisi Goenawan yaitu “Pada keramik  tanpa nama itu kulihat kembali wajahmu”  menunjukkan adanya pengimajian secara visual (melukiskan sesuatu melalui imaji penglihatan).

e. Analisis penggunaan bunyi
Pada kutipan puisi Goenawan Mohammad terdapat kesamaan rima yakni pada kata “ini” yang terdapat dalam baris ke-5 dan “ilusi” pada baris ke-6 serta terdapat juga kesamaan rima yakni pada baris ke-7 pada kata “kelak retak.”

f. Analisis Makna puisi
Pada puisi Goenawan Mohammad gagasan yang ingin disampaikan dalam puisi “Kwartin Tentang Sebuah Poci” adalah kehidupan yang tak abadi namun dipaparkan semisal dalam larik pada keramik tanpa nama itu / kulihat  kembali wajahmu dapat diasosiasikan, keramik pada larik tersebut maknanya adalah benda yang terbuat dari tanah liat dan sifatnya mudah pecah hal ini disamakan dengan manusia yang merupakan benda dan tubuhnya bisa rusak kemudian larik mataku belum tolol, ternyata / untuk sesuatu yang tak ada dapat diasosiasikan dengan melihat sesuatu yang akan musnah untuk larik Apa yang berharga pada tanah liat ini / selain separuh ilusi dapat diasosiasikan sebagai apa yang berharga pada tubuh manusia selain bayang-bayang dan larik terakhir yaitu sesuatu yang kelak retak / dan kita membikinnya abadi dapat diasosiasikan dengan tubuh manusia ini seakan hanya bayang-bayang yang suatu saat akan rusak / tidak abadi dan melalui tubuh manusia yang tak abadi ini manusia membuat sesuatu yang abadi.        

Daftar Rujukan

Aminuddin. 1995. Stilistika, Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra. Semarang: IKIP Semarang Press.
Waluyo, Herman. J. 1987. Teori dan Apresiasi puisi. Jakarta: Erlangga.
Wellek, Rene, dan Warren, Austin. 1990. Teori Kesusasteraan.

RENUNGAN

         Dalam renungan ini, ku ingin curahkan segala curahq kedunia maya ini, sekian tahun telh berlalu  tak terasa lepas dari masa masa sekolah dan hingga kiniq sarjana, namun belom cukup rasa na jiwa sll merasa kekurangan. Hingga suatu ketika saya merasa terangkat harkat dan martabaat saya walaupun boleh dibilang saya dari kaum kecil,,, Atas Izin Tuhan akhirnya saya bisa menjadi seseorang pendidik biarpun baru, setidaknya saya melalui ini akan belajar lebih memahami arti sebuah pendidikan, arti sebuah makna yang tergores di tiap-tiap buku catatan sekolahq.
          Setelah berjalan beberapa bulan hingga kini saya belom pula bisa memenuhi kebutuhanq pa lagi untuk membantu orang tuaq yang sedang dalam kesusahan,,,, saya percaya Tuhan itu Maha Kuasa dan Maha Penyanyang,contohnya sudah jelas buat saya dengan alunan doa dan usaha yang ku lakukan ternyata Puji Syukuuur Tuhan Memberikan pekerjaan pada saya dan adik saya dikampung, memang kesabaran dan jerih payang itu sll ada namun dengan keiklasaan serta doa yg tulus disertai usaha saya yakiin permasalahan ini akan cepat tuntas.
           Dari pengalaman hidupq sejak kecil hingga kini tak terlepas dari usaha dan kesadaran diri, bahwa kita ciptaan Tuhan kita dilahirkan diwajibkan untuk menjalankan karma serta memetik phala dari buah kehiddupan yg terdahulu. dalam perjalanan ini saya semakin nyakin dengan kekuatan TUHAN. Terimakasi ya,,,,,,, TUHAN,,,,,

3/01/2012

Wilangan (jenis) lan Struktur Frase


Wilangan frase katentuang manut daging (jenis unsur-unsurnyané). Wilangan unsur-unsur frase basa Bali kapérang manut kadi ring sor puniki.
a. Frase Nominal
            Frase Nominal (FN), frase unsur pusatnyané majenis kruna nomina, sakadi frase badan céléng. Makekalih unsur frase inucap ngranjing ring kruna nomina. Duaning asapunika, frase ring ajeng ngranjing widang frase nominal.
            Frase Nominal madué makudang-kudang struktur, minakadi ring sor puniki.
(a)   Nomina + Nomina
(7) bajun i mémé
(8) umah i kaki
(b) Nomina + Adjektiva
      (9) bunga barak
      (10) warna kuning
(c) Nomina + Konjungsi+Nomina
      (11) batis tekén lima
      (12) jagung wiadin juuk
(d) Nomina + Pronomina
      (13) umah ento
      (14) kurenanné
(e) Nomina + Adverbia
      (15) nasi dogén
      (16) pipis dogén
(f) Adverbia + Pronomina
      (17) tuah dané
      (18) tuah tiang
(g) Adverbia + Numeralia
      (19) tuah duang dasa
      (20) wantah satus
(h) Nomina + Nomina (berafiks)
      (21) nasi abakul
      (22) baas akarung.
b. Frase Adjéktival
            Frase Adjéktival (Fadj) wantah frase sané unsurnyané makasami marupa kruna adjéktiva utawi wantah unsur pusatnyané manten marupa kruna adjéktiva. Upaminnyané, frase jegég pesan wantah frase adjéktival, duaning unsur jegég pinaka unsur pusat majenis adjektiva. Asapunika taler frase dawa bawak pinaka frase adjéktival duaning makekalih unsurnyané majenis adjéktiva.
Frase adjéktival basa Bali manawi madué makudang-kudang struktur makadi:
(a)   Adjéktiva + Adjéktiva
(23) berag landung
(24) gedé tegeh
(b) Adjéktiva + Adverbia
      (25) mudah sajan
      (26) kedas sajan

(c) Adverbia + Adjéktiva
      (27) paling gedé
      (28) bas cenik.
c. Frase Vérbal
            Frase Vérbal (FV) wantah frase sané makasami unsurnyané majenis vérba utawi wantah unsur pusatnyané manten sané majenis vérba. Upaminipun, madaar majalan ngranjing ring frase vérbal duaning makekalih unsurnyané vérbal. Asapunika taler frase nulis alus pinaka frase vérbal, sané madué unsur inti, inggih punika nulis sané majenis vérba.
Frase vérbal basa Bali madué struktur kadi puniki.
(a)   Vérba + Vérba
(29) negak ngraos
(30) tundéna mulih
(b) Vérba + Adjéktiva
      (31) ngomong manis
      (32) mamunyi tinglis
(c) Adverbia + Vérba
      (33) suba majalan
      (34) tondén magaé
(d) Vérba + Préposisi + Vérba
      (35) mamaca tur nulis
      (36) luas utawi mulih.
d. Frase Préposisi
            Frase Préposisi (FPp) wantah frase sané kariinin olih préposisi pinaka penanda lan kadulurin olih katégori nomina utawi partikel (utaminnyané katerangan). Minakadinnyané, frase apa dogén wantah frase préposisi utawi frase partikel duaning makekalih unsuripun golongan partikel, inggih punika kruna pitakén lan panyelas.
Frase préposisi basa Bali madué struktur makadi ring sor.
(a)   Préposisi + Nomina
(37) ka gunung
(38) di Kelating
(39) uli tukadé
(b) Préposisi + Pronomina
      (40) tekén tiang
      (41) uli ia
(c) Préposisi + Katerangan
      (42) uli ibi
      (43) uli ibi sanja
      (44) uli jani.