"OM AWIGNAMASTU NAMA SIDDHEM OM SWASTIASTU" SEMOGA SEMUA DALAM PERLINDUNGAN TUHAN, SELAMAT MEMBACA DAN SEMOGHA BERMANFAAT.jangan lupa kunjungi videobsaya di link https://youtu.be/-UJdPDAjETM

6/11/2011

Jihva Pariksha Pemeriksaan Lidah





Oleh : Ngurah Nala
Universitas Hindu Indonesia
Lidah atau jihva adalah bagian dan tubuh yang terletak di rongga mulut. Lidah ini terdiri atas otot tetapi tidak ada tulang di dalamnya. Dia mampu bergerak sendiri, tidak seperti lengan atau tungkai yang ada tulangnya. Lidah merupakan salah satu dan panca indera. Berfungsi sebagai alat untuk mengecap, dan juga untuk berbicara. Menurut Ayurveda, lidah ini erat sekali kaitannya dengan organ tubuh bagian dalam. Oleh karena organ bagian dalam sulit dilihat dan diperiksa dan luar, maka dengan memeriksa lidah ataü jihva dapat juga membantu menegakkan diagnosis yang tepat. Hal ini dimungkinkan karena prana, elan vital atau energi vital berada serta bergerak pula di seluruh bagian lidah. Gerakan prima ini sesuai dengan keadaan organ di bagian dalam tubuh. Perubahan warna, penebalan atau penipisan bagian tertentu dan lidah menunjukkan adanya kelainan atau gangguan pada organ tertentu dalam tubuh. Jika dilihat dan segi bentuk, maka ujung lidah merupakan cerminan keadaan di tubuh bagian atas. Bagian tengah dan pangkal lidah sebagai refleksi tubuh bagian yang lebih di bawahnya. Oleh sebab itu, perubahan yang terjadi pada ujung lidah pada umumnya menunjukkan adanya gangguan pada organ tubuh bagian atas, terutama di daerah dada. Makin ke belakang, pada pangkal lidah menandakan adanya gangguan pada organ tubuh bagian bawah atau perut bawah, yakni usus besar dan rektum. Dengan keahlian jihva pariksha atau memeriksa lidah secara seksama disertai pengetahuan yang mendalam tentang perubahan warna dan bentuk lidah serta keterkaitannya dengan organ dalam tubuh, maka para Balian akan dapat mengetahui hal berikut:
1. Menderita jvara (demam) atau tidak
2. Peningkatan salah satu unsur tri dosha.
3. Peningkatan dua atau tiga dan unsur tri dosha.
4. Dapat disembuhkan atau. tidak penyakit yang sedang dideritanya.
Kenaikan unsur vatta menyebabkan lidah mati rasa dan retak, serta lidah bentuknya seperti daun saka (sayuran). Bila lidah berwarna merah (rakta), merasa seperti terbakar, tertutup daun sedang tumbuh, menandakan. ada kenaikan unsur pitta. Lidah yang berwarna putih (sukia, sita), terasa berat, tebal, amat dingin, diselimuti lapisan tebal, menandakan ada kenaikan unsur kapha. Jika ketiga unsur tri dosha yang meningkat bersamaan, lidah akan berminyak, paridagdha (seperti terbakar), kasar, srastanga (bergaris) dan sphutita (retak yang dalam).

Gangguan yang terjadi pada alat-alat dalam tubuh dapat juga dilihat tanda-tandanya pada lidah. Jika lidah berwarna kuning (pita) ini menandakan ada gangguan pada organ hati yakrt). Gangguan pada jantung (hrdaya) menyebabkan lidah berwarna biru (syama). Kelainan yang terjadi di pinggir kiri-kanan ujung (depan) lidah, menañdakan ada gangguan pada organ paru (pupphusa). Bila di bagian kiri-kanan pangkal (belakang) lidah ada kelainan, suatu tanda ada gangguan pada ginjal (vrkka). Kelainan yang terjadi pada pinggir lidah tetapi letaknya di antara ujung dan pangkal lidah, jika di tepi kanan pertanda ada gangguan pada liati (yakrt), kalau di pinggir kiri menunjukkan ada gangguan pada organ limpa (plihan).

Bila ada seläput yang menutupi permukaan lidah, menunjukkan bahwa alat pencernaan keracunan. Adanya selaput yang menutupi bagian permukaan tengah lidah dan ujung depan ke belakang, tanda ada gangguan berupa penimbunan racun pada organ jantung (hrdaya), lambung (aniasaya) dan usus sampai rektum (pakvasaya). Jika hanya bagian belakang lidah saja yang tertutupi oleh selaput, menandakan ada timbunan racun di usus, besar (sthulantram). Apabila ada lekukan seperti bekas gigi di tepi lidah menunjukkan adanya gangguan pada penyerapan di usus. Jika pada pemeriksaan tampak ada garis yang tajam pada bagian tengah lidah menandakan terjadi gangguan pada tulang belakang. Bila garis ini tampak berkelak-kelok berarti ada kelainan bentuk atau deformitas dari tulang belakang. Dengan pelatihan yang tekun akan menambah kepekaan untuk mengenali setiap perubahan yang terjadi pada lidah sehingga jihva pariksha ini akan sangat bermanfaat dalam membantu menegakkan diagnosis suatu penyakit yang diderita oleh seseorang.

Agar mendapat gambaran lebih jelas tehtang hal ini, lihatlah pada gambar, bgairnana hubungan daerah permukaan lidah yang berubah dan keterkaitannya dengan penyakit yang diderita.
Setiap gangguan yang terjadi pada organ dalam tubuh manusia akan terjadi juga perubahan warna dan/atau sensitivitas pada bagian tertentu dan permukaan lidah. Gangguan organ yang berada di dalam dada, seperti jantung dan paru akan terlihat pada permukaan daerah ujung lidah. Jika terjadi gangguan pada organ yang berada di dalam rongga perut, yakni lambung, usus, hati, pankreas, limpa atau lien, dan ginjal akan tampak adanya perubahan warna dan/atau sensitivitas pada daerah pangkal permukaan lidah. Contohnya, bila terjadi gangguan pada hati, maka pada permukaan lidah sebelah kanan akah tampak terjadi perubahan warna ataü sensitivitas (rasa mengecap berubah). Perubahan warna pada permukaan lidah erat pula kaitannya dengan perubahan unsur tri dosha (kapha, pitta, vata) di dalam tubuh. Warna keputih-putihan pada permukaan lidah menandakan unsur kapha atau cairan di dalám tubuh terganggu keseimbangannya. Jika warna lidah kemerah-merahan atau kuning-kehijauan, berarti ada gangguan pada unsur pitta, yakni gangguan metabolisme. Kalau permukaan lidah berwarna hitam kecoklat-coklatan pertanda ada gangguan pada unsur vata (udara, gas). Lidah yang tampak pucat berarti ada penurunan jumlah dhatu rakta (butir darah merah).

Lontar Usada Pamugpug 1B-10B


Halaman 1b 

Semoga tiada halangan Ini adalah " Pamungkah Bhatara Guru". Media atau sarananya berupa: air tawar yang bening dimasukkan ke dalam tempayan (jun ) dari tanah liat, rajangan daun kemoning, satu buah sajen sesantun yang lengkap, yaitu berupa: beras satu liter, sebutir telur itik, sebutir buah kelapa yang dikupas bersih, kemiri, pangi, sebutir buah pisang, sirih yang telah ditata/ base tampen, pancha phala, bija ratus, benang putih satu gulung kecil, dan buah pinang beserta uang kepeng sebanyak 1700 kepeng. Japa mantranya: " Iki pamungkah Bhatara Guru, saking swargan, pinaraga aku Sang Empu Pradhah, ingiring aku dening Cambra Brag, sakti wisesa, Cambra Brag layahnya rengreng, iniring dening sona satus wulu, blang huyang muser gantung, mapuyang-puyangan, ring hangkon-hangkon, nguniweh blang kuning wlengker, sukunya huyang-huyangan, ki tampak meles arane, nguniweh kiptaka sapta arane layahmu bebed, yan tukar pancasona sakti iki iniring dening babekelan, pancasona padha sapulung, panca ambek lin tigang likur, kari ajeng si pancasona sakti, aken amburu bhuta amburu dengen, amburu wong andesti, anluh asnranjana
 
Halaman 2a 

amburu wong amasang papendemen, acep-acepan, umik-umikan, sasawangan, angadakaken panes bhara, rarajahan, ya ngko padha binuru, dening sona satus wulu, manglup alesu tan pagalih. Tan kawasa tumindaka, dungkut sukumu, kukuh tanganmu, bga cangkemmu, beseh atinmu, sawdhang kitanmu, bingung karepmu, sidha punah papaksanmu, waya kita blas, kita tan paksa, i leyak katon dene padha-padha nmu janma, tan kawasa kita masiluman, wus waya nama swaha. Ong sarining puja ya namah, amatenin desti tluh taranjana, amatenin palwasan hili-hili. Ong Gangga Saraswati ya namah. Ong Sadhasiwa ya namah, tutur jati ya namah, sawanekang namah, buru bhuta putih, kala-kali, yaksa-yaksi, pamala-pamali, sampulung.

Halaman 2b 

Darah, si kundala si kundali, mwah sakwehing dngen preksa kabeh padha ingiring dening sona satus walu, bengbeng balanira, I Rangdeng Jirah, Ni Calon Arang, Ni Calon Kuning, Ni Balung Kuning. I Macan Angreng, Ni Lenda, Ni Lendi, Ki Balung Kurung, Ni Buta Cremi, Ni Bhuta angadang-adang ring dalan agung, Ni Mahisa Wdhana, padha ngeb tan kawasa tumindakaken sukune, tangane tan kawasa lumimbeyan, socane tan kwasa tuminghal, karnane tan kawasa angrenga, irunge tan kawasa angungas, cangkeme tan kawasa angucap, tan pakarika mayawakta, lesu lipya lumah atinmu tan pangen-angena, uwug layahmu, bhaddisu tuli, kadi tunggak padhamu. Ong Sijabhahi, tan kwasa kita maranin, apan ko anuh desti, anluh awakmu dewek, anranjana awakmu

Halaman 3a 

dewek, Ong saselo wangke, tiwang bangke apteng idep, tiwang jangat tan mandi ya, tiwang sagara tan mandi ya, tiwang kbo tan mandi ya, tiwang jaran tan mandi ya, tiwang kdet tan mandi ya, tiwang pamali tan mandi ya, tiwang bga tan mandi ya, i bhuta saliwah tan mandi ya i bhuta latek tan mandi ya, sapakaya magawe tiwang, danawa tan mandi ya, aku jati bhatara guru, anglanglang ring madyapaddha, aku amugpug amunah, si tamisaya, sing angkaranin janma manusa, pugpug punah ta ngko denku, Sang Bang Tang Ang Ing Nang Mang Sing Wang Yang, Wang Yang Ang Ong Mang Ung, Ah Ah, Kdreyah, Ung Ung Mang Bang Sang. Enwrog-enwrog sakti wisesa, saking durggamaya, sing kajoto maka sama sakti, sang hyang prekasa, saala sariyut, mwah sakwehing breghala kabeh, sasiddha karyyane, sira sang calo-

  
Halaman 3b 

narang, sakwehing desti kabeh, aja sira wani siddhi gawe, mwah tluh tranjana, apan aku kamulanira bhtari durgga, tan wani ta ngko sakwehing desti tluh tranjana, apan aku sang hyang mahasakti, durggamaya, apa aku amugpug amunah, sakwehing sangti aeng, mwah sakwehing sanjata nira ni calonarang, apan aku wnang, sababekelan I randeng jirah, ni calonarang, ni balung kurung, ni balung kuning, sang macan anggreng, sang bhujangga windu, sang hyang candu sakti, angapih-apih, sang ratu rantek, sang kalika abhang, haywa ta moruk siddha gawe, aja ta kita ulik silih gawe, apan aku amrethana sira, sira maratuning desti, tluh tranjana kabeh, kita winaton denku, yan kita anama desti, anluh anranjana,

 
Halaman 4a 

tan tumanah papaksanta, ring awak sariranmu, tka rep sirep kita, tka tulak-tulak sakwehing desti, tluh tranjana, pangemban-pangemban sang bhuta banaspatiraja, sang hyang ngalawati, sang kumbawati, apan aku angaruh kita kabeh, sira pinaka ratuning desti tluh tranjana, yan ana wong andesti, anluh anranjana, wastu ta ngko tan teka maring awak sariranmu, wastu ta ngko den kadhi aku dening watu, wastu den kadhi akmuh dening malela, sinusunira ring awakmu dewek, Om tulak tanggul, ta ngko kala kabeh, jati ring awakmu dewek, ANG ANG ANG, ONG ONG ONG, MANG MANG MANG, BANG, BANG BANG, MANG. Ada lagi Pamugpug Sang Hyang Ghnicandra, mantranya: Ong sang kalacandraghni, candra berawa, Ong Cakraghni srasah, MANG ghni jayeng rat, ANG,

 
Halaman 4b 

ghni muka, ih, ghni muka murtti jati, Ong ghni resya muka, Ong ghni sewaka, Ong ghni bhajra, Ong ghni angalayang, Ong ghni mkah, Ong ghni mirah, Ong ghni puspha jati, ANG ONG MANG, Om murub ring sariraning lidah, ANG, murub ikang ghni bajra ring tinghal, murub ikang ghni muka ring cangkem, murub ikang ghni mrettha tungting nging lidah, murub ikang ghni sewaka ring irung, murub ikang ghni resya muka ring pupusuh, murub ikang ghni angalayang reng tlenging tinghal, murub ikang ghni srasah ring gtih, murub ikang ghni kirah ring hati, murub ikang ghni manila ring inan lima, murub ikang ghni jayeng rat ring dasaring pritiwi, murub ikang satingkebing rat pancering pritiwi jati, murub ikang ghni lodra srasah ring dasaring sagara, murtub ikang ghni wisesa ring dasaring danu, ih ih ih, gseng ikang lara rogha wighna ring puser tasiking sari-


Halaman 5a 

ra, gseng salwiring papa ndrakanira ring kasaktening sarira, gseng salwiring gring agung ring sandining sarira, gseng salwiring papaning apapa, papaning angucap ring gumining sarira, Ong gseng ikang gring ring sarining kulit, MANG, gseng raraning arara ring kawawaning gtih, Ih, gseng narakanira ring suksmaning daging, Wong , gseng salwiring gring ngura ring suksmaning gajih carmma, ONG, gseng salwiring gring ngagung ring kawtuwaning hwat, ONG MANGKARA wastu, aku aku anglekas wateking ghni wisesa, mangurip kulit daging gtih, hwat gajih carmma, sarira bhatara bhayu, miwah bhtara yama, ONG MANG GANG SANG MANG gseng, mangurip manusa, papaning apapa, manusa gring hnyag patladtad, kusta empas, kusta pnyu, kusta banyeh, kusta gtih, kusta babi, kusta pahi, sakwehing kusta bseh,

 
Halaman 5b 

kusta gringsing, kusta bhintang, kusta tembaga, kusta papasangan, kusta alu, kusta jangat, salwiring kusta lumbang, tan tumamahing manusa, padarwwaning dewa, waras salwiring manusa, urip salwiring gumi sarira, janma manusa, matamba gring kagseng, gring katundhung, gring kasengker, aku mangalahang gring agung, salwiring sopamastuning cor, tmah bhujangga lewih, tmah brahmana, kanca desa sakaton, sakatoning lara rogha wighna, alah punah jangkah rebah, gseng anyud kumaritis dadi wringet, apan dewaning ghni angalahang, gring agung, angeseng gring salwiring lara, salwiring papaning apapa, sandhrakaning wong manusa, tka gseng anyud, luhur ring ulu puhun, tka alah, tka bungkah, tka kdas, ikang gring, waluya jati ikang sarira, suksmanira ring sabdha bayu idep, mulih sa-

 
Halaman 6a 

rira ring suksma, mulih maring sabdha, mulih maring bayu, mulih maring idep, ANG ANG ANG UNG MANG ONG, mulih maring suksmaning sang hyang ghni puspha jati, ring murttining idep, mulih maring swargganing surapathi, ika suksmaning idep, ika putusing ghni, putusing lara, putusing tamba, ika swargganing I bapa, ni meme, ika pagnahan I kaki, ni dadong, ika maka swargganing sabdha, swargganing bhayu, swargganing idep, swargganing ajnana, mulih tunggal dadi sawiji, ika ingaranan sura wdhu, ika mawak pritiwi, rumawak akasa, slaning ika maniking na hulu dadi suryya, bungkahning ika manikaning lara, dadi hyang rathih, titiing ika ndadi bintang damuh, kawruhakna ring raghanta. Poma. Sebagai materi atau bahannya adalah: air tawar yang bening ditaruh di dalam buyung (jun tanah liat), rajangan (samsam) bunga pucuk arjuna, daun temen, rajangan daun endong bang, bras merah, sasantun secukupnya, beserta perlengkapan sesantun.

 
Halaman 6b 

Dan uang kepeng 2700 buah. Sesajennya berupa dua buah tumpeng berwarna merah, pucak dari tumpeng diisi nasi beras hitam. Sebuah sampian beras andong bang, ayam berbulu merah (biing) dipanggang, jejeroan rempelanya dipanggang. Sesajen itu semuanya dialasi dengan klatkat sudamala. Mantranya: "Ih sang kala ghni lodra, iki tadah cacaronta, gseng ikang gring, poma, poma, poma". Setelah mengucapkan mantra, sesajen dibuang ke prapatan jalan. Sedangkan air yang ada di dalam buyung (jun) dipakai memandikan orang yang sakit, sebagaimana halnya orang mandi. Ini ada lagi Panca Ghni, media saranya bebas (apa saja boleh digunakan). Mantranya: ANG UNG MANG, ANG uriping brahma, UNG uriping wisnu, MANG uriping Iswara, idep aku angerehang Sang Suksma, ngawijilaken ghni panca, SANG BANG TANG ANG ING, Ong ghni putih mtu ring pupusuh, angeseng sahananing durgga tka saka wettan, mtu gseng, gseng, gseng. ONG ghni abhang mtu ring hati, angeseng sahananing durgga tka saka kidul, mtu gseng gseng gseng. ONG ghni

 
Halaman 7a 

kuning mtu saking ungsilan, angseng sahananing durgga tka saka kulon, mtu gseng, gseng gseng. Ong ghni ireng metu saking ampru, angeseng sahananing durgga tka saka lor, mtu gseng gseng gseng. Ong ghni manca warnna ring tumpuking, angeseng sahananing durgga tka saka ring tengah, mtu gseng gseng gseng. Ong ghni pangrenga mtu ring karnna, ghni tinghal mtu ring socca, ghni Ongkara ring irung, ghni maya mtu ring tungtung nging lidah, angeseng sahananing tuju tluh tranjana, desti moro tiwang sampulung, babahi, sahananing lara roga, ring kulit ring daging, ring otot ring balung, ring sumsum, kalebur kagseng denira sang hyang aghni sabwana, mtu gseng gseng gseng. Ong ghni sabwana murub makabar-makar, murub sira angebekin pakaranganku ne, yen ana wong ala pakane, ala kira-kirane, wastu kita gseng manda-

 
Halaman 7b 

di awu, sing angungkulin sing anulubin, waluya gseng mamnadadi awu, mtu gseng gseng gseng, apan geni murub ring harepku, ring kiwa ring tngenku, ANG AH, ANG AH, ANG AH, aku pangalah sakti. Ini adalah Astu Pungkuh, penolak segala penyakit dan cemar. Sarananya berupa air tawar dimasukkan ke dalam sangku, buatkan rajangan dari daun dedap, bhija (beras) putih. Keduanya dimasukkan ke dalam sangku yang telah diisi air. Japa mantranya: Ong wastu pungkuh dangarcaya ya siwah, astu bhatara siwa, angluaraken sakwehing lare mtu aku wala waddhi, kasungsang carik, katadah kala, katiti bhaya, kabanda bandana, katadah kala, kalwarana dening bhatara siwa, maka nguni mtu kadana kadini, pamtuning jong ngunting-ngunting, sara padha tunggaking wareng, prawu sarat panya, buncing kembar, kang trisula, kresna bala dewa, sanak pandawa uruju, tulaking kdhukan, kama jaya kama ratih, kalwa-

 
Halaman 8a 

rana dening bhatara siwa, yan ka toya ka gangga dewi, ka pangawan, ka sambet ring glap, ka pritiwi ka catur loka, ka guru paduka, ka clapati, ka upaya pati, ka ayap kala, katadah kala, kalwaran dening bhatara siwa, maka uni wtu uku wala waddhi, sinta landep, ukir, kurantil, tolu, gumbreg, warigha, warihadyan, julungwangi, sungsang, dungulan, kuninbgan, langkir, mdangsya, pujut, pahang, krulut, mrakih, tambir, mdangkungan, matal, uye, mnahil, prangbakat, bala, ugu, wayang, klawu, dukut, watugunung kalwarana denoing bhatara siwa, yan katibanan saraswati, katibanan dangdang, sathasah saking guwungan, salakunang, yan karubuhan padha ring ngana lumbung, karubuhan sanggar,

 
Halaman 8b 

kagunturaning hod, karubuhan kayu agung, kapancingan buron, kapancingan kakuwung, kapancingan caraking tahun, kapancingan linus, kaghne kalebon amuk, kalwarana dening bhatara siwa, nguni ika lemah sanggar lemah mbang, lemah mdek, balembong caraking tahun, setra wates pabajangan, pakatkan pamenggahan agung, pahumbukana bhuta, samur pangkung jurang rejeng atukad bangka batu lumbang palungguhaning bhuta, pisaci pisaci, dngen sampulung, pamala pamali, ngdo kpuh karameyan, alas agung padha dawa, pawubaning bhutakala dngen, undung-undung silunglung watu tinumpuk, parang rejeng, lemah gigiring sampi, amundhuking lebuh, lemah mendek, ucur-ucur balembong caraking tawun, paguyanganing warak, pasrukaning landak, lemah anggawe

 
Halaman 9a 

ning kapitan, kela kapitan, yan yan uta-utu agung kabuyutthan, tanananing saupatakaning uphata, upadarwwaning cor, gagodhan bancana, apenala ujar ala, muksah hilang dening kidul, kaki sarayu, kalwarana dening bhatara siwa, makanguni sakryaning upaya durjjana dusta, ctik racun, upas buntek, basang-basang, upas wat warangan, desti tiwang moro tluh tranjana, kalwarana dening bhtara siwa, uniwehaning atma candala papa, mijil saking samayaning loka, cebol, mbor, bhuta, plud, kicer, borang, sudat, dileng, ba, bisuk, sombeng, bengior, prut, bongol, pancek curek, gondhong, pela, sunggaran, lawedig, brekut, borok, kipak, kiting, kutung, tuna, juget,

 
Halaman 9b 

udug, edan, busung, kahangan, ayan, ckehan, manjukuming, banang, bluh, beseh, ungkuk, darih, tapas, bulenan, dyag, tubug, tunjuk, bteg, buyan, sangar, rumpuh, cebol, dengkek, blang, parang, koreng, kalebura, kalukata denira sang hyang wastu pungkuh, dangascaryya, kalwarana dening bhtara siwa, kasaksenan denira sang hyang triyoddhasakti, bro bhumi rapuh, candra rakta agni yasa manili, ratri wisandyan anincah, kajnengana dening sapta resi, panca resi, karawetana dening sang hyang mandi raksa, sang hyang taya, sang hyang candu sakti, kawastu wanana dening sang hyang saraswati, kalukat kalwarana kang arupa jati, tanana mandi-mandi, tanana tulah-tulah, sapa-sapa, swati dirggayu-

 
Halaman 10a 

sa purnna jati, dening sang hyang wisnu murtti jati, swasti swaha. Itulah puja Sang Hyang Wastu Pungkuh. Ini adalah Danur Weddha, penolak segala wabah dengan menggunakan sarana air yang dimasukkan dalam buah kelapa dan juga bisa menggunakan meswi. Adapun japa mantranya sebagai berikut. Ong pritiwi pinaka pangadegan ingulun, akasa pinaka panjengan ingulun, kadhi amanah angagem sanjataning dewata kabeh, duppa, danda, trisula, moksala, konta, gaddha, bayubhajra, gunung, sing kala dangastra, skarura kenjoti, sun panahaken ring pritiwi, bubur ikang pritiwi, sun panahaken ring akasa, buntal ikang akasa, sun panahaken ring sagara, asat ikang segara, sun pnahaken ring gunung, rubuh ikang gunung,sun panahaken ring durgga kalika, ruwaten durgga kalika, sun panahaken ring pepelika wewelika, ruwaten pepelika wewe-

 
Halaman 10b 

lika, sun panahkaken ring satru musuhku, lebur tan pasesa ikang satru musuhku. Ong kami siddhi tan atmahan ajanma, ring tuju tluh tranjana, desti upaya krya upaya, ujar ala, ipen ala, Ong aji danurweddha, para satata, rep sirep, rep sirep, rep sirep. Ini adalah pencabut orang kena guna-guna. Sarananya, air tawar dimasukkan ke dalam buah kelapa yang berwarna hitam dipotong ujungnya hingga berlubang dan alasnya dipotong sedikit hinga buah kelapa itu bisa tegak berdiri (sibuh cemeng). Tuangkan air tawar ke dalam sibuh sebanyak tiga kali, dalam kalipatan hitungan yang ketiga sibuh menjadi penuh. Kemudian masukkan bunga barwarna merah, kuning, dan putih ke dalam sibuh. Selanjutkan rapalkan japa mantra ini: Ong pritiwi akasa, sakalangan, apan aku anambanin janma buduh, apan aku amugpug sakwehing gunna, gunna sasapi, gunna pelet, gunna saliwah, guna ireng, gunna boolot, tka pugpug denku, tka waras. Ong sya megha, sya tamba, sya larane syanu, lamun ko mtu tan pahari-ari, kwasa ngko anglaranin,

 
sumber : Universitas Udayana - Fakultas Sastra

Mantap dalam Kesendirian




Aho janasamuho’pi na dvaitam pasyato mama,
Aranyamiva sambrtam kva ratim karavânyaham,(Astavakra Samhita, II. 21.)
Oh, Aku tidak menemukan adanya dualitas. Meskipun di dalam keramaian manusia, semuanya telah menjadi seperti di Hutan rimba. Untuk apa harus Aku mengikat diri sendiri?

TELAH menjadi seperti di hutan rimba artinya bahwa kita merasa mutlak sendiri. Ke mana pun kita pergi, keheningan diri tidak pernah terganggu. Keributan, kekacauan, dan keguncangan duniawi tidak mempengaruhi kesendirian, keheningan kita.

Bagaimana mungkin ada gangguan, sebab yang kita lihat hanya kesatuan di mana-mana. Kita merasa terganggu karena ada sesuatu di luar diri kita yang mengganggu. Gangguan ada karena kita ada dalam dualitas, ada diri yang terganggu dan ada sesuatu lain yang mengganggu. Tetapi jika yang ada hanya satu, jika hanya Aku saja yang eksis, maka mustahil
datangnya gangguan, dan apa atau dan siapa gangguan itu datang?

Bagi orang yang telah mencapai Pengetahuan-Diri, yang telah berada dalam Kesadaran Ilahi, maka, rasa kesatuan ini telah menjadi nature-nya. Ketika dualitas telah dapat kita lalui, maka panas-dinginnya kehidupan tidak akan mempengaruhi kita lagi. Panas dingin itu telah lenyap bersama dualitas itu. Tidak ada orang yang mampu mengganggu kita lagi, sebab mereka yang ada di luar kita sesungguhnya bukan berbeda dari kita, kita merasa mereka adalah bagian dari kita sendiri. Emosi kita juga akan stabil, sebab keterikatan akan sesuatu tidak ada lagi. Sesuatu yang di luar telah tiada atau ia ada tetapi ilusi, tidak nyata, hanya bayangan. Kita tidak mungkin marah, sebab untuk marah kita memerlukan objek untuk dimarahi. Saat kita merasa kesatuan, segala sesuatunya hanya satu, hanya Sang Diri eksis, maka marah tidak akan mungkin muncul.

Lalu apakah dengan kita telah mencapai Pengetahuan Diri ini, kita tidak memiliki marah lagi, kita tidak memiliki emosi lagi? Karena kita telah mantap dalam kesendirian, tidak terganggu dengan keramaian, apakah berarti kita tidak perlu berinteraksi sosial, karena mereka sudah tidak bisa menyentuh nasa kita lagi? Alangkah kacaunya hidup ini jika orang hanya sibuk dengan kesendiriennya, tanpa peduli dengan orang lain?

Bukan demikian maksud pernyataan ini. Pencapaian akan Pengetahuan-Diri bukan berarti menghilangkan kesempurnaannya. Rasa marah, cinta, atau bentuk-bentuk emosi lainnya, demikian juga keinginan kita untuk tetap berinteraksi sosial, rasa kebersamaan adalah pengisi sel-sel kelengkapan alam semesta. Segala sesuatu yang ada di dunia ini memiliki fungsi masing-masing yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya sehingga proses kehidupan bisa berjalan dengan baik. Alam semesta ini berkembang dengan sempurna. Pencapaian akan Pengetahuan Diri tidak menghilangkan peran salah satu atau beberapa fungsi dari sistem ini. Justeru ketika kita mencoba menghilangkan salah satunya atau beberapa bagiannya, sistem ini tidak dapat berjalan dengan maksimal.

Jadi di sini, rasa marah tetap berada dalam kesempurnaannya dan kemuliaannya. Marah juga ada dalam diri orang yang telah mencapai Kesadaran Tertinggi, tetapi berbeda dengan kemarahan yang dimiliki orang biasa. Bagi orang yang telah tercerahi, marah yang ditampilkannya hanya sebuah lakon, hanya drama, sedangkan marah bagi orang
kebanyakan, betul-betul membelenggunya. Dia tidak dapat membedakan antara kemarahan den dirinya. Dia benar-benar terindentifikasi dengan kemarahan itu. Jadi bagi mereka yang telah mencapai Pengetahuan Diri ini tidak pernah terpengaruh dengan apa pun yang terjadi di luar dirinya sebab dualitas telah lenyap baginya, objek yang mempengaruhi dirinya telah tiada. Dan apa yang terjadi hanyalah sebuah Drama yang mesti dilakonkan. Sedangkan orang kebanyakan, terikat dengan kemarahan itu. Mereka jatuh oleh kemarahan itu. Mereka terindentifikasi oleh kemarahan itu. Kemarahan adalah identitasnya. Mereka tidak mengerti bahwa semuanya hanyalah lakon.

Demikian, kebenaran tidak akan berubah, dan tidak ada yang mesti diubah untuk berada dalam capaian Pengetahuan-Diri. Saat kita menyadari semua itu, maka kita mengenti semuanya hanyalah drama. Dan ketika kita mengerti bahwa hidup hanya drama, maka kita akan mampu merasakan kesatuan itu. Kita telah mantap berada dalam kesendirian. Tetapi, bagi mereka yang tidak mengerti, maka yang terjadi adalah kebalikannya, selamanya terbelenggu oeh dualitas kehidupan.

Majikan vs Pembantu




Maunânmukah pravacanapaturvâcako
jalpako vâ dhrstah pârsve bhavati ca tadâ
duratoapyapragalbhah ksântyâ bhiruryadi na
sahate prâyaso nâbhijâtah
sevâdharmah paramagahano
yoginâmapyagamyah

(Niti Sataka, 47)
Mutiara Weda – NusaBali, Rabu, 20 Januari 2010.
Majikan vs Pembantu Oleh: I Gede Suwantana
Maunânmukah pravacanapaturvâcako
jalpako vâ dhrstah pârsve bhavati ca tadâ
duratoapyapragalbhah ksântyâ bhiruryadi na
sahate prâyaso nâbhijâtah
sevâdharmah paramagahano
yoginâmapyagamyah

(Niti Sataka, 47)
Menjadi pembantu adalah pekerjaan yang sulit. Jika diam dianggap bisu, jika terlalu pandai bicara dianggap cerewet, jika terlalu dekat dianggap tolol, terlalu jauh dianggap bodoh, jika memiliki sifat pemaaf disebut pengecut, dan jika tidak sabar dianggap jahat. Sesungguhnya menjadi pembantu sangat sulit, para Yogipun sulit memahaminya.

Menjadi pembantu berarti melayani keinginan orang lain. Segala sesuatu yang dilakukan adalah sepenuhnya perpanjangan tangan dari keinginan orang lain (majikan). Hanya jika badan dan pikirannya siap dijadikan alatlah yang disebut dan bisa menjadi pembantu. Jika keinginan pribadi masih berada di dalam diri orang yang melakukan, maka sebutan pembantu menjadi mustahil. Menjadi pembantu berarti melenyapkan keinginan pribadi dan sepenuhnya menjalankan keinginan orang lain.

Demikian juga sebaliknya, hanya jika orang yang mampu secara penuh mengekspresikan
keinginannya melalui orang lain yang bisa disebut boss. Seorang boss akan sempurna apabila ia tidak mau dan tidak pernah tersentuh oleh keinginan orang lain. Orang lain hanyalah instrument atas keinginannya. Bisa dikatakan boss adalah perwujudan keinginan yang menyala dan pembantu adalah alat yang mengantarkan keinginan itu terpuaskan. Boss adalah symbol pencari kepuasan dan pembantu adalah mereka yang dengan tekun melaksanakan segalanya yang mengantarkan bossnya puas.

Hal ini bisa terjadi di semua level kehidupan. Di dalam rumah tangga misalnya. Yang punya
keinginan untuk rumahnya bersih, pakaiannya tetap bersih tanpa perlu mencuci sendiri, masakan selalu siap adalah majikan, yang punya rumah atau boss. Pembantu dengan tanpa punya pilihan melakukan pekerjaan itu. Bagi mereka yang ingin memuaskan nafsu birahi, si boss akan dengan sesuka hatinya menikmati dan lawannya dengan setia meladeninya tanpa memikirkan apakah dirinya puas atau tidak. Demikian juga di dalam lembaga spiritual, si boss (Guru) dilayani dengan setia oleh mereka yang dengan suka cita melakukan apapun yang diperintahkán kepadanya. Jadi hanya mereka yang memiliki keinginan yang bisa menjadi boss, sedangkan yang tidak memiliki keinginan lebih bisa menjadi pembantu.

Dalam ranah spiritual (tanpa, menunjuk lembaga) menjadi pembantu lebih banyak menolong, sebab pekerjaan inilah yang secara langsung melatih diri untuk melepaskan ego orang lain. Ketika mereka mampu total melakukannya, maka dengan sendirinya lenyap egonya. Proses bhakti hanya mungkin terjadi apabila ego yang melakukan kehilangan akarnya. Seorang Bhakta tidak pernah mengukur dari kacamata dirinya, sebab dirinya telah larut di dalam keinginan majikannya. Bagaimana bisa menjadi cermin sedangkan cerminnya sendiri tidak eksis? Yang eksis hanya gurunya/majikannya.

Jika kita masih mampu mengatakan bahwa diri kita seorang Bhakta dari siapa, maka dipastikan kita belum seorang Bhakta siapa-siapa, sebab kita masih bisa sombong dengan mengatakannya. Menjadi pembantu artinya kita telah kehilangan ego. Yang bisa disebut eksis hanyalah majikan. Oleh karena itu bukan jenis pekerjaan kita yang menyebabkan kita disebut pembantu atau tidak, tetapi bagaimana menjalani pekerjaan itu. kualitasnya terletak apakah mereka mampu membawa semua tindakan itu ke dalam Karma Yoga atau tidak. Inilah mengapa menjadi pembantu itu dikatakan sangat sulit oleh. pengawi di atas. Kemudian apa yang terjadi selama ini secara riil di masyarakat tentang hubungan majikan dan pembantu, seorang guru dan bhakta?

Mereka sesungguhnya sama-sama boss. Yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga melakukan pekerjaannya karena ingin mendapatkan gaji dan tidak pernah merasa bangga atas pekerjaannya. Si pembantu juga menjadi budak atas keinginan dan kelemahannya. Demikian juga si boss menjadi budak atas keinginan dirinya sendiri untuk tetap bergantung pada orang lain. Ia tidak bisa berdiri sendiri tanpa pekerjaannya dibantu orang lain. Seorang Bhakta juga ingin memperbudak majikannya (Tuhan atau Guru) agar memenuhi segala keinginannya apapun bentuknya (keselamatan, keharmonisan, kebahagiaan, dll.) Demikian juga guru (manusia) merasa hebat telah mampu mengumpulkan sekian banyak pengikut setia dan mampu mempengaruhi pikiran orang dengan dalil-dalilnya. Ia diperbudak oleh
kehebatannya.

Sujud di Kaki Guru




Na mitram na ca putras ca na pitã na ca vândhavâh
Na svâmi na gurostulyam yaddrstam paramampadam
(Jnana Sankalini Tantra, 92)
Teman, putra, ayah, kerabat, atau suami, semuanya tidak ada yang setara dengan guru, yang telah merealisasikan Yang Tertinggi.
DALAM kehidupan spiritual, keperluan akan pembimbing yang tercerahi untuk menunjukkan jalan adalah sangat esensial. Hubungan guru-murid adalah abadi dan tak dapat dibandingkan dengan hubungan apa pun di dunia ini ketika murid spiritual memiliki keyakinan, kemurnian, loyalitas, dan bhakti ke hadapan guru, mereka siap dibimbing ke arah realisasi diri. Meskipun guru yang sesungguhnya adalah jiwa yang bersama kita, namun pembimbing dari luar sama nilainya dengan yang ada di dalam.
Guru yang berdedikasi memiliki berbagai macam fungsi dan peran: Guru adalah mitra atau teman, karena beliau selalu berdiri di sisi kita ketika memerlukan, menunjukkan kasih sayang dan perhatiannya. Teman adalah orang yang selalu stabil, tidak pernah berubah baik pada saat suka maupun duka. Teman yang sejati tidak akan lari ketika sedang dalam kemelut, ketika dalam masalah. Justru saat dalam masalahlah kita dapat melihat siapa teman sejati yang ada bersama kita selama ini. Guru adalah teman yang memiliki kualifikasi ini. Guru akan hadir bersama ketika kita memerlukan bantuannya. Beliau datang ketika kita berada dalam masalah paling prinsip. Guru akan melenyapkan segala jenis penderitaan yang kita alami selama ini. Dengan kasihnya yang tiada batas, guru memberikan rahmatnya yang tiada batas kepada kita.
Guru adalah putra, artinya beliau melindungi yang lemah dari kejatuhan. Dalam tradisi spiritual, guru membantu muridnya agar bebas dari dosa dan penderitaan. Guru adalah putra atau ayah, karena beliaulah yang mendisiplinkan anak-anaknya dengan penuh kasih. Ayah adalah pembimbing yang selalu menjaga anaknya selalu berada dalam jalur benar dengan memberikan pengertian dan penyadaran akan kewajibannya. Guru adalah bandhava atau kerabat dekat kita, artinya beliau menolong saudara-saudaranya agar terbebas dari rintangan. Demikian juga guru adalah Svami, Yang Mulia, atau suami, karena beliau secara konstan memberikan cinta, perawatan, bimbingan, dan dukungan. Cinta kasih dan pengorbanan seorang guru tanpa batas.
Guru dikatakan memiliki kualitas tersebut semua, namun tetap guru tidak bisa disamakan dengan semua itu. Guru memiliki kualitas yang sesungguhnya di atas itu semua. Meskipun beliau bisa menjadi ayah, teman, saudara, dan sebagainya, tetapi kualitas guru melebihi semuanya. Hanya guru yang mampu melepaskan rantai samsara yang menjebak manusia dalam kelahiran dan kematian. Beliau dikatakan memiliki kemampuan untuk menyeberangkan di lautan samsara yang tiada akhir (ananta samsara samudra tara).

Mengapa guru disebut demikian? Karena seorang guru adalah yad drshtam paramam padam, ia yang telah mencapai tujuan hidupnya, yang telah merealisasikan Kebenaran Tertinggi. Beliau telah menyelami kebenaran dan menjadi kebenaran itu sendiri. Apa pun yang dijadikan sebagai pembanding dalam alam materi ini tidak setara dengannya. Guru lebih tinggi dari apa pun yang ada.
Lalu apa yang dapat kita lakukan terhadap keberadaan beliau? Tasmal Sri Gurave Namah, sembah sujud di kakinya. Kita bersujud, menundukkan kepala di telapak kakinya. Telapak kaki beliaulah yang menyucikan kita, yang mampu membersihkan segala kekotoran yang ada di hati kita. Yang mampu melenyapkan segala ketakutan yang menghantui pikiran kita. Kaki guru suci mampu menghancurkan segala bentuk keraguan dan mengantarkan pada sebuah keyakinan yang mantap. Kaki guru suci mampu menyelamatkan kita dari segala marabahaya yang menghadang. Tidak ada keraguan sedikit pun akan kehadiran beliau. Beliau akan membimbing kita dengan penuh kasih, memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan kita. Beliau akan selalu hadir seperti halnya aliran sungai yang terus-menerus tiada akhir.

Guru dan Murid Sejati




Na ca vidyâ gurostulyam na tirtham na ca devatâh
Gurostulya na vai ko’pi yaddrstam paramampadam

(Jnana Sankalini Tantra: 93)
Tidak ada pengetahuan, tidak ada tempat suci atau dewata yang setara
dengan guru yang telah merealisasikan Yang Tertinggi.
GURU tidak bisa dibandingkan dengan vldya :(pengetahuan), tirtham (tempat suci), dan bahkan devata. Guru memiliki ‘bank’ kebijaksanaan yang mampu membimbing muridnya ke tingkat pengalaman spiritual yang lebih tinggi. Guru adalah perwujudan kebijaksanaan dan cinta kasih Tuhan. Seorang murid yang penuh Bhakti yang mengikuti perintah Guru dengan baik dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari akan lebih bermanfaat dibandingkan sekadar mengunjungi tempat-empat suci.

Mungkin kita ragu apakah benar demikian bahwa guru adalah di atas segala-galanya bukannya pengetahuan, atau bahkan Tuhan pun masih tidak bisa dibandingkan dengan keberadaan Guru. Bukankah, banyak guru palsu yang berkeliaran, atau banyak guru yang belum mencapai pencerahan? Bukankah jarang guru yang memiliki kualifikasi luar biasa seperti idealnya dikatakan demikian? Benar sekali banyak guru yang mesti diragukan kadar kesuciannya. Ini kalau dilihat dari kacamata si subyek, yakni Guru itu sendiri. Kalau konsern pada guru, kita bisa meragukannya. Tetapi jika kita sebagai murid, tidak ada guru yang palsu. Jika murid sebagai konsern, guru palsu tidak ada, semua yang namanya guru adalah riil.

Yang menentukan apakah murid akan maju secara spiritual bukan pada pertanyaan apakah gurunya berkualitas, tetapi apakah kita sebagai murid memiliki potensi atau kualifikasi sebagai murid? Jika murid tidak memiliki kualitas, betapa pun hebatnya guru tidak akan banyak membantu. Murid yang berkualifikasi yang disebut adikari, hanya perlu mengambil nama gurunya saja dan maju di dalam spiritual. Seperti pertanyaan seseorang yang datang ke hadapan Ramana Maharsi suatu ketika: “Apakah Anda mampu memberikan padaku pencerahan?”
Ramana Maharsi menjawab: “Mengapa tidak, tetapi apakah Anda mampu menerimanya? adakah tempat di hatimu?” Jika kemajuan spiritual murid sebagai fokus, maka kualitas muridlah yang menentukan.
Lalu apakah tidak penting guru yang berkualitas demi kemajuan murid? Itu pertanyaan buat guru dan tugas seorang guru, bukan pertanyaan untuk murid atau murid yang mempertanyakannya. Kalau murid yang mempertanyakan kualitas guru, maka dipastikan, dia bukan seorang murid, sebab jauh di hatinya tidak ada rasa bhakti, tidak ada tunduk hati. Murid seperti itu adalah murid yang egois, murid yang pamrih. Murid seperti itu tidak akan pernah bisa belajar, sebab pikirannya disibuki oleh keraguan, kebimbangan. Tanpa rasa bhakti, humble, rendah hati, kesadaran spiritual tidak akan pernah muncul. Siapa pun yang membimbingnya tidak akan penah mendatangkan hasil.

Seorang murid sejati adalah murid yang penuh bhakti, dedikasi, memiliki kepercayaan teguh, dan mantap di dalam tindakan. Nama guru sudah cukup membuatnya maju. Jika potensi murid besar maka nama guru saja akan mampu mengantarkannya ke arah kemajuan spiritual. Banyak contoh yang bisa dijadikan rujukan. Ekalawya misalnya berguru kepada Drona, meskipun dalam wujud patung, Ekalawya mampu belajar darinya sehingga menjadi pemanah yang hebat. Kemudian ada lagi dalam tradisi Buddha seorang murid bernama Milarepa. Dia berguru pada seorang master. Apa pun yang dikatakan oleh gurunya, dia jalankan dengan penuh keyakinan. Dengan menyebut nama gurunya, ketika gurunya sendiri menyuruhnya terjun ke laut, maka tidak ada rintangan, sama sekali. Gurunya sempat shock melihat kehebatan apa yang dipunyai muridnya. Gurunya bertanya, “Mengapa bisa selamat?” Milarepa menjawab, “Hanya memanggil namamu, segalanya bisa kuatasi dengan baik”. Karena demikian gurunya pun malu dan terjun ke laut. Dikabarkan gurunya tidak pernah kembali lagi.
Pertanyaan apakah ada guru yang tidak sejati itu merupakan pertanyaan buat guru itu sendiri. Jika yang telah menjadi guru menyatakan ya, maka masih ada guru yang tidak sejati. Tetapi dari sisi murid, guru yang tidak sejati tidak pernah ada dan tidak akan ada. Dari sisi murid yang ada adalah murid yang tidak sejati. Kalau pertanyaannya apakah ada murid yang tidak sejati? Jika jawaban kita ya, maka masih ada murid yang tidak sejati.

Sujud di Kaki Guru




Na mitram na ca putras ca na pitã na ca vândhavâh
Na svâmi na gurostulyam yaddrstam paramampadam
(Jnana Sankalini Tantra, 92)
Teman, putra, ayah, kerabat, atau suami, semuanya tidak ada yang setara dengan guru, yang telah merealisasikan Yang Tertinggi.
DALAM kehidupan spiritual, keperluan akan pembimbing yang tercerahi untuk menunjukkan jalan adalah sangat esensial. Hubungan guru-murid adalah abadi dan tak dapat dibandingkan dengan hubungan apa pun di dunia ini ketika murid spiritual memiliki keyakinan, kemurnian, loyalitas, dan bhakti ke hadapan guru, mereka siap dibimbing ke arah realisasi diri. Meskipun guru yang sesungguhnya adalah jiwa yang bersama kita, namun pembimbing dari luar sama nilainya dengan yang ada di dalam.
Guru yang berdedikasi memiliki berbagai macam fungsi dan peran: Guru adalah mitra atau teman, karena beliau selalu berdiri di sisi kita ketika memerlukan, menunjukkan kasih sayang dan perhatiannya. Teman adalah orang yang selalu stabil, tidak pernah berubah baik pada saat suka maupun duka. Teman yang sejati tidak akan lari ketika sedang dalam kemelut, ketika dalam masalah. Justru saat dalam masalahlah kita dapat melihat siapa teman sejati yang ada bersama kita selama ini. Guru adalah teman yang memiliki kualifikasi ini. Guru akan hadir bersama ketika kita memerlukan bantuannya. Beliau datang ketika kita berada dalam masalah paling prinsip. Guru akan melenyapkan segala jenis penderitaan yang kita alami selama ini. Dengan kasihnya yang tiada batas, guru memberikan rahmatnya yang tiada batas kepada kita.
Guru adalah putra, artinya beliau melindungi yang lemah dari kejatuhan. Dalam tradisi spiritual, guru membantu muridnya agar bebas dari dosa dan penderitaan. Guru adalah putra atau ayah, karena beliaulah yang mendisiplinkan anak-anaknya dengan penuh kasih. Ayah adalah pembimbing yang selalu menjaga anaknya selalu berada dalam jalur benar dengan memberikan pengertian dan penyadaran akan kewajibannya. Guru adalah bandhava atau kerabat dekat kita, artinya beliau menolong saudara-saudaranya agar terbebas dari rintangan. Demikian juga guru adalah Svami, Yang Mulia, atau suami, karena beliau secara konstan memberikan cinta, perawatan, bimbingan, dan dukungan. Cinta kasih dan pengorbanan seorang guru tanpa batas.
Guru dikatakan memiliki kualitas tersebut semua, namun tetap guru tidak bisa disamakan dengan semua itu. Guru memiliki kualitas yang sesungguhnya di atas itu semua. Meskipun beliau bisa menjadi ayah, teman, saudara, dan sebagainya, tetapi kualitas guru melebihi semuanya. Hanya guru yang mampu melepaskan rantai samsara yang menjebak manusia dalam kelahiran dan kematian. Beliau dikatakan memiliki kemampuan untuk menyeberangkan di lautan samsara yang tiada akhir (ananta samsara samudra tara).

Mengapa guru disebut demikian? Karena seorang guru adalah yad drshtam paramam padam, ia yang telah mencapai tujuan hidupnya, yang telah merealisasikan Kebenaran Tertinggi. Beliau telah menyelami kebenaran dan menjadi kebenaran itu sendiri. Apa pun yang dijadikan sebagai pembanding dalam alam materi ini tidak setara dengannya. Guru lebih tinggi dari apa pun yang ada.
Lalu apa yang dapat kita lakukan terhadap keberadaan beliau? Tasmal Sri Gurave Namah, sembah sujud di kakinya. Kita bersujud, menundukkan kepala di telapak kakinya. Telapak kaki beliaulah yang menyucikan kita, yang mampu membersihkan segala kekotoran yang ada di hati kita. Yang mampu melenyapkan segala ketakutan yang menghantui pikiran kita. Kaki guru suci mampu menghancurkan segala bentuk keraguan dan mengantarkan pada sebuah keyakinan yang mantap. Kaki guru suci mampu menyelamatkan kita dari segala marabahaya yang menghadang. Tidak ada keraguan sedikit pun akan kehadiran beliau. Beliau akan membimbing kita dengan penuh kasih, memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan kita. Beliau akan selalu hadir seperti halnya aliran sungai yang terus-menerus tiada akhir.