"OM AWIGNAMASTU NAMA SIDDHEM OM SWASTIASTU" SEMOGA SEMUA DALAM PERLINDUNGAN TUHAN, SELAMAT MEMBACA DAN SEMOGHA BERMANFAAT.jangan lupa kunjungi videobsaya di link https://youtu.be/-UJdPDAjETM

1/18/2013

JENIS PUISI BALI

  Mengenai puisi Bali terdapat 2 (dua) jenis yaitu puisi Bali klasik (tradisional) dan puisi Bali anyar (modern). Puisi Bali klasik (tradisional) dapat dibedakan atas 2 (dua) jenis yaitu puisi rakyat (puisi lisan) dan puisi sastra/puisi tulis (Rai Putra, 2010:56).
Puisi rakyat (puisi lisan) terdiri dari: wewangsalan, sesapan, sesonggan, sasenggakan, sesawangan, dan bladbadan. Disebut puisi Bali rakyat karena kata-katanya sangat erat terjalin dengan kehidupan masyarakat (Bali) sehari-hari. Percakapan atau komunikasi sehari-haripun antarkeluarga atau anggota masyarakat banyak diselingi dengan puisi ini. Salah satu contohnya adalah jenis bladbadan. Bladbadan merupakan sebuah ucapan pendek yang salah satu kata atau bagiannya merupakan penyimpan ide.
buin pidan gantin titiang ngalap padi,
manyidayang,
makunyit di alas, katemu lamun idepé,
apang madon jaka payu, makaronan ring I Manik,
deluang bisa ngumbara, lilayang tong dadi saru,
pangi kaput mangda olas, Ratu Mirah,
isi aus, managingin, sakadi pinunas titiang.
(dikutip dari oleh I.B.Rai Putra)

Nilai estetisnya akan bertambah tinggi dan variasi sajaknya bertambah kompleks setelah bladbadan digubah dalam bentuk tembang seperti tersebut di atas.
Puisi sastra (puisi tulis) terdiri dari bermacam-macam geguritan yaitu macepat, kidung, dan wirama. Puisi sastra timbul setelah sastra Bali menerima pengaruh sastra Jawa. Pengaruh tersebut mengandung unsur-unsur Hinduisme, sehingga puisi ini dianggap puisi Bali Jawa-Hindu (Rai Putra, 2010:57). Sesuai dengan judul penelitian ini, maka uraian selanjutnya akan difokuskan pada puisi Bali Modern.
Puisi Bali modern (anyar) merupakan ragam (genre) sastra berbahasa Bali yang terikat oleh irama serta penyusunan tipografi yang berupa larik atau larik-larik dan bait atau bait-bait. Ragam (genre) ini menyerap unsur atau nilai-nilai sastra Bali tradisional dalam bentuk pengungkapan yang baru. Bentuk pengungkapan yang baru itu menunjukkan adanya suatu pengaruh dari puisi Barat yang tidak lagi terikat oleh jumlah suku kata tiap larik, jumlah larik tiap bait, jumlah bait, bunyi akhir larik dan sebagainya. Bentuknya yang bebas itulah yang antara lain menyebabkan iramanya menjadi bebas pula, dalam arti tidak terikat pada pola tertentu.
Lahirnya puisi Bali modern adalah akibat semakin kerasnya imbas sastra Indonesia modern. Selain penyair yang sudah mapan banyak muncul penyair-penyair muda. Disamping itu perhatian kepada bahasa-bahasa daerah di Indonesia makin besar. Sejak munculnya puisi “Basa Bali” karya Suntari Pr. sebagai puisi modern pertama.  Berikut akan disajikan puisi Bali yang berjudul Basa Bali karya Suntari Pr.

Basa Bali
Tan uning titiang ring kranaipun,
sukseman titiangé sakadi kategul antuk benang sutra,
ngranjing manyusup tulang ngantos ka sumsum,
sané dados bagian awak tiangé.

Sareng maurip saking ayunan ngantos kelih,
seduké  ngipi, mamanah tur ngamedalang rasa.


Ring sajeroning basa Ibu,
manah titiangé  sampun kelih antuk cayané,
kaborbor sukseman titiange antuk cayané,
titiang manggihin pribadin titiangé.

Titiang magubugan ring masarakat,
terus masemetonan sareng sawitra,
baktin titiang ring rerama néntén ja kirang,
asin kinasihin sareng alit-alité.

Sane encén kirang terang kapikayunan,
titiang nyelipang raos anyar,
anggén titiang payas sane cocok ring kala puniki,
mamanggih rupanipun ngenyagang manah.  
(dikutip dari Kembang Rampe Kasusastran Bali Anyar  wewidangan 2, 1978)
                              Pada intinya, puisi dibangun oleh dua unsur pokok, yaitu struktur fisik yang berupa bahasa yang digunakan dan struktur makna yaitu pikiran dan perasaan yang diungkapkan oleh penyair. Kedua unsur tersebut merupakan kesatuan yang salin jalin-menjalin secara fungsional.
Seperti pada puisi diatas, terlihat bahwa puisi Bali modern banyak menerima pengaruh puisi Indonesia modern, maka pengaruh bahasa sebagai media karya tidak dapat dihindarkan. Pengaruh ini tidak terbatas pada kata-kata saja, tetapi juga struktur kalimatnya. Sehingga terjadi persilangan pengaruh, dalam arti bahasa Bali mempengaruhi bahasa Indonesia, dan sebaliknya melalui puisi Bali modern unsur-unsur bahasa Indonesia mempengaruhi bahasa Bali.
Sesuai dengan uraian di atas, maka pada penelitian ini siswa diharapkan dapat meningkatkan keterampilan menulis puisi Bali melalui pengamatan objek secara langsung. Dengan menciptakan kegiatan kreatif melalui kegiatan menulis puisi khususnya menulis puisi dengan menggunakan bahasa Bali, diharapkan siswa mampu melestarikan bahasa ibu yakni bahasa daerah Bali, melestarikan budaya Bali, menyampaikan sikap, pendapat, atau pengalaman dalam wujud cipta sastra berupa puisi Bali.

MENGANALISIS KARYA SASTRA PUISI BALI KARAWANG BEKASI KARYA JULIADI MENGGUNAKAN PENDEKATAN SOSIOLOGIS



BAB I
PENDAHULUAN
Karya sastra juga dianggap sebagai potret kehidupan masyarakat dangambaran semangat zamannya. Dalam hal ini, karya sastra dianggapsebagai gambaran “struktur sosial, hubungan kekeluargaan, pertentangan kelas dan lain-lain.Masalah teoretis mengenai hubungan sosiologi (masyarakat) dengansastra telah cukup jelas dipaparkan Rene Wellek dan Austin Warren (TosKesusastraan, 1989) Sapardi Djoko Damono (Sosiologi Sastra: SebuahPengantar, 1984) atau Andre Hardjana (Kritik Sastra: Sebuah Pengantar,1981). Namun tentu kita tidak perlu terburu-buru menerima atau menolaknya.Jangan pula dilupakan penerapan hal yang bersifat teoretis itu terhadapkarya sastranya itu sendiri.Dengan cara ini, akan tampak betapa bubungan sastra danmasyarakat sebenarnya tidak dapat diabaikan begitu saja dalam kegiatan pengkajian  sastra .Grebstein (1968), mengungkapkan: pemahaman alas karya sastra hanya mungkin dapat dilakukan secara lebih lengkap apabila karya itu tidak dipisahkan dari lingkungan. kebudayaan atau peradahan yangmenghasilkannya.Dikatakannya juga bahwa karya sastra adalah basil pengaruh yangrumit dan faktor-faktor sosial dan kultural Pernyataan itu mengisyaratkanperlunya menghubungkan faktor sosio-budaya dalam usaha memahamikarya selengkapnya. Dan hubungan ini akan tampak bahwa dalam beberapahal, ungkapan sastra sebagal cermin masyarakat mempunyai nilaikebenaran. Apalagi jika ternyata kita tidak memperoleh bahan tertulis tentangkarya itu.


BAB II
PEMBAHASAN
A.SOSIOLOGI SASTRA SEBAGAI PENDEKATAN MENGANALISIS KARYA SASTRA
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologiberasal dan kata Sos Yunani yang berarti bersama, bersatu, kawan, teman.dan logi (logos berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Sastra dan akar katasas (Sansekerta) berarti mengarahkan mengajarkan, memberi petunjuk daninstruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Merujuk dan definisi tersebutkeduanya memiliki objek yang sama yaitu manusia dan masyarakatMeskipun demikian. hakikat sosiologi dan sastra sangat berbeda bahkanbertentangan secara diametral.Sosiologi dalam sastra merupakan gabungan dan sistem pengetahuanyang berbeda. Sosiologi adalah bidang ilmu yang menjadikan masyarakatsebagai objek materi dan kenyataan sosial sebagai objek formal. Dalamperspektif sosiologi, kenyataan sosial dalam suatu komunitas masyarakatdipahami dalam tiga paradigma utama, yaitu fakta sosial, definisi sosial, danparadigma perilaku sosial.Bahasan sosiologi sastra dapat berupa 1) pengaruh-pengaruh aspeksosial pengarang terhadap karya sastra yang diciptakannya, 2) pola-polaproduksi dan distribusi karya sastra dalam suatu masyarakat, 3) bentuk-bentuk kesusastraan yang dimiliki oleh suatu masyarakat, 4) hubunganantara teks dalam suatu karya sastra dengan kenyataan sosial dalammasyarakat tempat karya sastra itu dibuat, 5) memahami secara timbal baliksastra melalui masyarakat atau masyarakat melalui karya sastra.Menurut Rifattre (1978), suatu karya sastra tidak diciptakan dari ruangyang kosong dan hama. Sastra tidak berasan dan ketiadaan kemudiandiciptakan oleh pengarang.

Struktur karya sastra dan struktur sosial masyarakat dalam perspektif sosiologi sastra mempunyai hubungan baik langsung maupun tidak langsung.Karya sastra selain mempunyai struktur formal juga mempunyai kandungangagasan, amanat maupun pesan yang mewakili pandangan dunia sosialyang dimiliki oleh pengarang. Dalam pandangan sosiologi sastra, kandunganfiksi dalam sebuah karya sastra tidak sekedar bermakna — struktur internalteks secara linguistik bukan juga mewakili sebuah bentuk pemaknaan dalamstruktur sosial masyarakat yang dipresentasikan oleh karya sastra tersebut.Struktur sosial sendiri sebagai akar fundamental bagi suatu karya sastra, jugadapat menjadi informasi pola-pola struktur estetika suatu karya sastra.Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologiberasal dan kata Sos Yunani yang berarti bersama, bersatu, kawan, teman.dan logi (logos berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Sastra dan akar katasas (Sansekerta) berarti mengarahkan mengajarkan, memberi petunjuk daninstruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Merujuk dan definisi tersebutkeduanya memiliki objek yang sama yaitu manusia dan masyarakatMeskipun demikian. hakikat sosiologi dan sastra sangat berbeda bahkanbertentangan secara diametral.Sosiologi adalah ilmu objektif kategoris, membatasi diri pada apa yangterjadi dewasa ini (das sain) bukan apa yang seharusnya terjadi (das solen).Sebaliknya karya sastra bersifat evaluali4 subjektif dan imajinatif. MenurutRatna (2003: 2) ada sejumlah definisi mengenai sosiologi sastra yang perludipertimbangkan dalam rangka menemukan objektivitas hubungan antarakarya sastra dengan masyarakat, antara lain.
1.Pemahaman terhadap karya sastra dengan pertimbangan aspek kemasyarakatannya
2. Pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspekkemasyarakatan yang terkandung di dalamnya.
3. Pemahaman terhadap karya. sastra sekaligus hubungannya denganmasyarakat yang melatarbelakangi
4. Sosiologi sastra adalah hubungan dua arah (dialektik) antara sastradengan masyarakat, dan
5. Sosiologi sastra berusaha menemukan kualitas interdependensiantara sastra dengan masyarakat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkanbahwa sosiologi sastra tidak terlepas dan manusia dan masyarakat yangbertumpu pada karya sastra sebagai objek yang dibicarakan.Sosiologi sebagai suatu pendekatan terhadap karya sastra yang masihmempertimbangkan karya sastra. Dari segi-segi sosial Wellek dan Warren(1956: 84, 1990: 111) membagi sosiologi sastra sebagai berikut.
1. Sosiologi pengarang, profesi pengarang, dan istitusi sastra, masalahyang berkaitan di sini adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial status pengarang. dan ideologi pengarang yang terlihatdari berbagai kegiatan penganang di luar karya sastra, karena setiappengarang adalah warga masyarakat, dapat dipelajari sebagai makhluksosial. Biografi pengarang ada]ah sumber utama, tetapi studi ini jugadapat meluas ke lingkungan tempat tinggal dan berasal. Dalam hal ini,informasi tentang latar belakang keluarga, atau posisi ekonomi pengarangakan memiliki peran dalam pengungkapan masa]ah sosiologi pengarang(Wellek dan Warren,1990:1 12)
2. Sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiriyang menjadi pokok penelaahannya atau apa yang tersirat dalam karyasastra dan apa yang menjadi tujuannya. Pendekatan. yang umumdilakukan sosiologi iimempe1ajani sastra sebagai dokumen sosial sebagaipotret kenyataan sosial. (Weflek dan Warren, 1990:122). Beranggapan dengan berdasarkan pada penelitian Thomas Wanton (penyusun sejarah puisi Inggris yang pertama) bahwa sastra mempunyai kemampuan merekam ciri-ciri zamannya Bagi Wanton dan para pengikutnya sastraadalah gudang adat-istiadat, buku sumber sejarah peradaban.
3. Sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan dampak sosialkarya sastra, pengarang dipengaruhi dan mempengaruhi masyarakat;seni tidak hanya meniru kehidupan, tetapi juga membentuknya. Banyak orang meniru gaya hidup tokoh-tokoh dunia rekaan dan diterapkan dalam kehidupannya.
Klasifikasi Wellek dan Warren sejalan dengan klasifikasi Ian Watt(dalam Daniono, 1Q89: 3-4) yang meliputi hal-hal berikut.
1. Konteks sosial penganang, dalam hal ini ada kaitannya dengan posisisosial sastrawan dalam masyarakat, dan kaitannya dengan masyarakatpembaca termasuk juga faktor-faktor sosial yang dapat mempengaruhikarya sastranya, yang terutama harus diteliti yang berkaitan dengan : (a) bagaimana pengarang mendapat mata pencahariannya, apakah iamendapatkan dan pengayoman masyarakat secara langsung, ataupekerjaan yang lainnya, (b) profesionalisme dalam kepengaragannya, dan(e) masyarakat apa yang dituju oleh penganang.
2. Sastra sebagai cermin masyarakat, maksudnya seberapa jauh sastradapat dianggap cermin keadaan masyarakat. Pengertian “cermin” dalamhal ini masih kabur, karena itu, banyak disalah tafsirkan dandisalahgunakan. Yang harus diperhatikan dalam klasifikasi sastra sebagaicermin masyarakat adalah (a) sastra mungkin tidak dapat dikatakanmencerminkan masyarakat pada waktu ditulis, sebab banyak ciri-cirimasyarakat ditampilkan dalam karya itu sudah tidak berlaku lagi padawaktu Ia ditulis, (h) sifat “lain dan yang lain” seorang pengarang seringmempengaruhi pemilihan dan penampilan fakta-fakta sosial dalamkaryanya, (c) genre sastra sering merupakan sikap sosial suatu kelompoktertentu, dan bukan sikap sosial seluruh masyarakat, (d) sastra yangberusaha untuk menampilkan keadaan masyarakat secermat-cermatnya mungkin saja tidak dapat dipercaya sebagal cermin masyarakat.Sebaliknya, sastra yang sama sekali tidak dimaksudkan untukmenggambarkan masyarakat mungkin masih dapat digunakan sebagaibahan untuk mendapatkan informasi tentang masyarakat tertentu.Dengan demikian, pandangan sosial pengarang diperhitungkan jikapeneliti karya sastra sebagai cermin masyarakat.
3. Fungsi sosial sastra; maksudnya seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai-nilai sosial. Dalam hubungan ini ada tiga hal yang harus diperhatikan (1) sudut pandang ekstrem kaum Romantik yangmenganggap sastra sama derajatnya dengan karya pendeta atau nabi. Karena itu, sastra harus berfungsi sebagai pembaharu dan perombak (2)sastra sebagai penghibur saja, dan (3) sastra harus mengajarkan.sesuatu dengan cara menghibur. Dalam bukunya A Glossary of’ Literature Term. Abrams menulisbahwa dan sosiologi sastra ada tiga perhatian yang dapat dilakukan olehkritikus atau peneliti yaitu:
1. Penulis dengan lingkungan budaya tempat ia tinggal.
2. Karya, dengan kondisi sosial yang direfleksikan di dalamnya.
3.Audien atau pembaca (1981: 178).
Lain halnya dengan Grebsten (dalam Damono, 1989) dalam hukumnya mengungkapkan istilah pendekatan sosiologi kulturalterhadap, sastra dengan kesimpulan sebagai berikut.
1.Karya sastra tidak dapat dipahami secara lengkap apabila dipisahkan dan lingkungan atau kebudayaan atau peradaban yang telahmenghasilkannya. Ia harus dipelajari dalam konteks, yang Seluas-luasnya dan tidak hanya dirinya sendiri. Setiap karya sastra adalah hasildan pengaruh timbal-balik yang rumit dari faktor-faktor sosial dan kultural. Karya sastra itu sendiri merupakan objek kultural yang rumit.Bagaimanapun karya sastra bukanlah suatu gejala yang tersendiri.
2. Gagasan yang ada dalam karya sastra sama pentingnya denganbentuk dan teknik penulisannya, bahkan boleh dikatakan bahwa bentukdan teknik itu ditentukan oleh gagasan tersebut. Tak ada karya sastrayang besar yang diciptakan berdasarkan gagasan sepele dan dangkal;dalam pengertian ini sastra adalah kegiatan yang sungguh-sungguh.
3. Setiap karya sastra gang bisa bertahan lama pada hakikatnya adalahsuatu moral, baik dalam hubungannya dengan kebudayaan sumbernyamaupun dalam hubungannya dengan orang per ‘orang. Karya sastrabukan merupakan moral dalam arti yang sempit, yaitu yang sesuaidengan suatu kode atau tindak tanduk tertentu, melainkan dalampengertian bahwa Ia terlibat di dalam kehidupan dan menampilkantanggapan evaluatif terhadapnya. Dengan demikian sastra adalaheksperimen moral.
4. Masyarakat dapat mendekati karya sastra dan dua arah. Pertama,sebagai sesuatu kekuatan atau faktor material, istimewa, dan kedua,sebagai tradisi yakni kecenderungan spiritual kultural yang bersifatkolektif. Dengan demikian bentuk dan isi karya sastra dapatmencerminkan perkembangan sosiologi, atau menunjukkan perubahan-perubahan yang halus dalam watak kultural.
5. Kritik sastra seharusnya lebih dan sekedar perenungan estetis yangtanpa pamrih ia harus melibatkan diri dalam suatu tujuan tertentu. Kritikadalah kegiatan yang terpenting yang harus mampu mempengaruhipenciptaan sastra tidak dengan cara mendikte sastrawan agar memilihtema tertentu misalnya, melainkan dengan menciptakan iklim tertentuyang bermanfaat bagi penciptaan seni besar.
6. Kritikus bertanggung jawab baik kepada sastra masa silam maupunsastra masa depan. Dari sumber sastra yang sangat hasil kritikus harusmemilih yang sesuai untuk masa kini. Perhatiannya bukanlah sepertipengumpul benda-benda kuno yang kerjanya hanya menyusun kembali,tetapi memberi penafsiran seperti yang dibutuhkan oleh masa kini. Dankarena setiap generasi membutuhkan pilihan yang berbeda-beda, tugaskritikus untuk menggali masa lalu tak ada habisnya.Lanjut Darnono (989: 14) mengemukakan bahwa segala yang adadunia ini sebenarnya merupakan tiruan dan kenyataan tertinggi yang beradadi dunia gagasan. Seniman hanyalah merupakan yang ada dalam kenyataandan hasilnya bukan suatu kenyataan pandangan senada dikemukakan olehTeeuw (1984- 220) mengatakan bahwa dunia empirek tak mewakili duniasesungguhnya, adanya dapat mendekatinya lewat mimesis, penelaahan, danpembayangan ataupun peniruan. Lewat mimesis, penelaahan kenyataanmengungkapkan makna, hakikat kenyataan itu. Oleh karena itu, seni yangbaik harus berani dan seniman harus bersifat modest, rendah hati, Senimanharus menyadari bahwa lewat real dia hanya dapat mendekati yang ideal.Endraswara dalam bukunya Metodologi Pengajaran Sastra, memberipengertian bahwa sosiologi sastra adalah penelitian yang terfokus padamasalah manusia karena sastra sering mengungkapkan perjuangan umatmanusia dalam menentukan masa depannya, berdasarkan imajinasi,perasaan, dan intuisi (2003: 79). Sementara, Faruk (1994: 1) memberipengertian bahwa sosiologi sastra sebagal studi ilmiah dan objektif mengenaimanusia dalam masyarakat, studi mengenai tembaga dan proses-prosessosial. Selanjutnya, dikatakan bahwa sosiologi berusaha menjawabpertanyaan mengenai bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimanacara kerjanya, dan mengapa masyarakat itu bertahan hidup. Lewat penelitianmengenai lembaga-lembaga sosial, agama, ekonomi, politik dan keluargayang secara bersama-sama membentuk apa yang disebut sebagai struktur sosial, agama, ekonomi, politik, dan keluarga yang secara bersama-samamembentuk apa yang disebut sebagai struktur sosial, sosiologi dikatakanmemperoleh gambaran mengenai cara-cara menyesuaikan dininya dengandan ditentukan oleh masyarakat-masyarakat tertentu, gambaran mengenaimekanisme sosialitas, proses belajar secara kultural yang dengannyaindividu-individu dialokasikann9a pada dan menerima peranan tertentu dalamstruktur sosial Itu.Sosiologi sastra memiliki perkembangan yang cukup pesat sejakpenelitian-penelitian yang menggunakan teori strukturalisme dianggapmengalami stagnasi. Didorong oleh adanya kesadaran bahwa karya sastraharus difungsikan sama dengan aspek-aspek kebudayaan yang lain, makakarya sastra harus dipahami sebagai bagian yang tak terpisahkan dengansistem komunikasi secara keseluruhan. Menurut Ratna (2003: 332) adabeberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa sastra memiliki kaitanerat dengan masyarakat dan dengan demikian harus diteliti dalam kaitannyadengan masyarakat, sebagai berikut.
1. Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan o!eh tukang cerita,disalin oleh penyalin, ketiganya adalah anggota masyarakat
2. Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspekkehidupan yang terjadi dalam masyarakat yang pada gilirannya jugadifungsikan oleh masyarakat.
3.Medium karya sastra baik lisan maupun tulisan dipinjam melaluikompetensi masyarakat yang dengan sendirinya telah mengandungmasalah kemasyarakatan.
4. Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, dan adat-istiadat dantradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetik, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat berkepentigan terhadap ketiga aspek tersebut.
5. Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikatintensubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatukarya.Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa sosiologi sastradapat meneliti melalui tiga perspektif pertama, perspektif teks sastra, artinyapeneliti menganalisisnya sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dansebaliknya. Kedua, perspektif biologis yaitu peneliti menganalisis dan sisipengarang. Perspektif ini akan berhubungan dengan kehidupan pengarangdan latar kehidupan sosial, budayanya. Ketiga, perspektif reseptif, yaitupeneliti menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.Sosiologi karya sastra itu sendiri lebih memperoleh tempat dalampenelitian sastra karena sumber-sumber yang dijadikan acuan mencariketerkaitan antara permasalahan dalam karya, sastra dengan permasalahandengan masyarakat lebih mudah diperoleh. Di samping Itu, permasalahanyang diangkat dalam karya sastra biasanya masih relevan dalam kehidupanmasyarakat.Menurut pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihathubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itumencerminkan kenyataan. Kenyataan di sini mengandung arti yang cukupluas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra.

B.ANALISIS PUISI
KERAWANG BEKASI
 Titiang sane mangkin merem padem ring pantaraning kerrawang bekasi
Nenten presida nguncarang  “Merdeka” taler nganggar senjata malih
Merawat titiang ka arep taler ngarerep sarira
Titiang maujar ring manah ring petenge sane sepi  tur ening
Yening manah kerasa sepi tur jam tembok sane masuara
 Titiang padem anom sane kanten asta makampuh buk
 Eling-elingang titiang
Titiang sampun mautsaha sane prasida wehen titiang
Sakewanten karya durung puput, durung wenten napi
Titiang sampun mebela pati
Karya durung puput, durung prasida nyuksemayang 4-5 laksa urip
Titiang wantah asta-asta sane makacakan
Sakewanten nika taler druen ragane
Ragane sane patut matutang malih suksman asta-asta sane makacakan
Manawita urip pramanan titiang ical antuk kemerdekaan
Kamenangan, wirasa nenten antuk punapa punapi
Titiang nenten uning, titiang nenten prasida malih maujar
Ragane sane mangkin mawicara
Titiang maujar ring ragane ritatkala ening ring peteng sane sepi
Yening keneh kerasa sepi tur jam tembok sane masuara
Eling-elingang titiang
Abih Bung Karno
Abih Bung Hatta
Abih Bung Sjahrir
Titiang mangkin wantah layon
Icen titing mankin wirasa
Lanturang siaga ring wates garis bukti lan pikayun
Eling-elingang titiang
Sane kantun asta-asta makacakan Asiu titiang merem padem ring pantaraning Kerawang Bekasi
                                                                                                                    Olih: Imade Juliadi Supadi,S.Pd
Analisis dengan pendekatan sosiologis
a.Aspek sosial
Aspek sosial yang dimaksudkan adalah aspek sosial yangmenyangkut hubungan manusia dengan manusia. Baik secara langsung maupun tidak langsung (Keluarga, masyarakat). Sikap kritis terhadap pandangan dunia dan ideologi, maupun tanggung jawab sebagai manusia terhadap lingkungan hidup. Aspek sosial membuat sadar akan tanggung jawab sebagai manusia dalam kehidupan bersama menurut berbagai dimensinya. Di samping sosial yang telah disebutkan di atas ada salah satu aspek yang sangat mempengaruhi gerak solidaritas manusia yaknimenyangkut stafikasi sosial yaitu beberapa bentuk pelampiasan dalam masyarakat atau kelas sosial. Aspek sosial pada puisi “pengungsi” karyaJuliadi  dapat telihat pada baris perta sampai baris ke empat yaitu:
Titiang sane mangkin merem padem ring pantaraning kerrawang bekasi
Nenten presida nguncarang  “Merdeka” taler nganggar senjata malih
Merawat titiang ka arep taler ngarerep sarira
Titiang maujar ring manah ring petenge sane sepi  tur ening.
            Berdasarkan paparan puisi di atas dapat dilihata  sikap kritis terhadap pandangan kehidupan pengarang itu sendiri , maupun tanggung jawab sebagai manusia terhadap lingkungan kehidupannya  saat itu.
b.Aspek Kejiwaan
Aspek kejiwaan yang dimaksud adalah segala hal yang berhubungan dengan sifat dan karakter manusia itu sendiri. Aspek yang terdapatdalam puisi ini dapat dilihat pada penggalan pusi sebagai berikut
Titiang sampun mebela pati
Karya durung puput, durung prasida nyuksemayang 4-5 laksa urip
Titiang wantah asta-asta sane makacakan
Sakewanten nika taler druen ragane
Ragane sane patut matutang malih suksman asta-asta sane makacakan
Manawita urip pramanan titiang ical antuk kemerdekaan

c.Aspek politik
Aspek politik yang terdapat di dalam puisi “Pengungsi” dapat dilihatpada baris puisi sebagai berikut :
Titiang maujar ring ragane ritatkala ening ring peteng sane sepi
Yening keneh kerasa sepi tur jam tembok sane masuara
Eling-elingang titiang
Abih Bung Karno
Abih Bung Hatta
Abih Bung Sjahrir
Titiang mangkin wantah layon
Icen titing mankin wirasa
Lanturang siaga ring wates garis bukti lan pikayun

d.Aspek Moral
Aspek moral yang dimaksud adalah segala aspek yang menyangkut baik buruknya perbuatan. Dalam hal ini mengenai sikap, kewajiban, akhlak,budi pekerti. Dan susila. Aspek moral yang terdapat dalam puisi “pengungsi”dapat dilihat pada baris berikut ini yaitu :
Eling-elingang titiang
Sane kantun asta-asta makacakan Asiu titiang merem padem ring pantaraning Kerawang Bekasi



BAB III
 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi dalam sastra merupakan gabungan dari sistem pengetahuan yang berbeda.Sosiologi adalah sebuah bidang ilmu yang menjadikan masyarakat sebagai objek materi dan kenyataan sosial sebagai objek moral. Dalam perspektif sosiologi, kenyataan sosial dalam suatu komunitas masyarakat dipahami dalam tiga paradigma utama, yaitu fakta sosial, defenisi sosial, definisi sosial, dan paradigma perilaku. Sosiologi adalah ilmu objektif kategoris, membatasi dari pada apa yang terjadi dewasa ini (das sein) bukan apa yang seharusnyaterjadi (das solen). Sebaliknya karya sastra bersifat evaluatif, subjektif dan imajinatif. Sosiologi sastra dapat meneliti melalui tiga perspektif pertamaperspektif teks sastra, artinya peneliti menganalisisnya sebagai sebuahrefleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya. Kedua, perspektif biologis yaitu peneliti menganalisis dari sisi pengarang ketiga, perspektif yaitu peneliti menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.


DAFTAR PUSTAKA
Siswanto, Wahyudi. 2008.
Pengantar Teori Sastra.
Malang : Grasindo(Gramedia Widyasarana Indonesia)www.google.com