Kecerdasan intrapersonal yang terus diasah akan mengantarkan orang pada suara hati yang benar, yang menuntun dan memandunya pada jalan yang benar seperti diungkapkan oleh penyanyi Nugie dalam lagunya "Lentera Jiwa". Namun demikian, dunia modern yang gegap gempita ini seakan tidak mengizinkan anak-anak untuk masuk ke dalam dirinya sendiri. Justru sebaliknya, segala aktivitas cenderung menyedot dan membetot jiwa anak-anak dari rumah batinnya.
Permainan-permainan di mal-mal yang ingar-bingar memekakkan telinga, televisi, handphone, playstation yang merampas seluruh perhatian anak adalah contoh-contoh bagaimana jalan menuju diri sendiri kini sudah terhalang. Apakah gejala kian rapuhnya kecerdasan intrapersonal juga ditandai dengan hilangnya rasa malu, rasa bersalah, dan rasa bertanggungjawab?
Dari Perasaan
Praktik pendidikan kita lebih menekankan aspek kognitif dan mengabaikan aspek emosional (perasaan). Dalam buku "A Study of School", John Goodlad (1984) menemukan di antara 1.000 kelas yang ditelitinya hanya sedikit sekali yang memberi pengalaman akan perasaan pada para siswanya. Pada umumnya suasana pembelajaran sangat kering dan kaku, tanpa sentuhan emosional. Banyak guru juga mengajar "tanpa hati", tanpa ekspresi, sekadar menyampaikan informasi dan fakta-fakta yang beku.
Padahal anak-anak perlu disentuh aspek emosionalnya melalui cara mengajar guru sendiri yang juga ekspresif dan penuh perasaan. Anak-anak juga diberi kesempatan untuk mengungkapkan kegembiraan, ketakutan dan kemarahan sehubungan dengan topik pengajaran yang sedang berlangsung. Demikian juga, jarang sekali orangtua yang bertanya kepada anaknya, "Bagaimana perasaanmu hari ini?" Pertanyaan selalu berkisar, "Kamu dapat nilai berapa?" atau "Ulangannya bisa atau tidak?"
Anak-anak harus dilatih untuk mengungkapkan perasaan, termasuk perasaan negatifnya, secara konstruktif.
Orangtua dan guru harus berani mengakui dan menghargai perasaan apa yang sedang dialami anak, bukannya menilai dan menghakiminya. Misalnya, anak sedang marah tidak serta merta kita larang atau anggap jahat.
Biarlah anak belajar merasakan dan mengelola rasa amarahnya, mengungkapkannya secara verbal. Membiasakan anak membuat buku harian (diary) merupakan strategi positif bagi anak untuk mengenali gejolak perasaannya, bergaul akrab dengan dirinya sendiri, dan memiliki privacy-nya sendiri.
Thomas Amstrong (2002), pakar Multiple Intelligence, menyampaikan satu metode pengembangan kecerdasan intrapersonal dengan memberi kesempatan untuk refleksi selama satu menit. Artinya, setelah satu topik selesai, anak-anak diberi waktu jeda untuk mawas diri atau merenung.
Kesempatan ini digunakan oleh anak-anak untuk menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman hidupnya. Guru bisa membantu dengan pertanyaan dan menciptakan suasana dengan memperdengarkan musik instrumen yang cocok. Misalnya, setelah anak-anak belajar dengan topik "Tumbuhan-tumbuhan", guru memberi pertanyaan yang harus direnungkan, "Bayangkan andaikata dunia ini tanpa tumbuhan, apa yang terjadi dengan hidupmu?" atau "Sadarkah kamu bahwa tumbuhan hidupnya bukan untuk dirinya sendiri melainkan dikorbankan untuk makhluk hidup lainnya, termasuk manusia?". Suasana tenang dan hening akan membantu anak-anak masuk dalam dirinya sendiri.
Belajar Memilih
Salah satu langkah untuk menjadi diri sendiri adalah membuat keputusan atau memilih. Kemampuan untuk memilih perlu ditumbuhkan sejak dini di lingkungan rumah maupun sekolah. Misalnya, pada saat-saat tertentu anak-anak diberi kebebasan untuk memilih pakaian, mainan, atau makanannya sendiri. Kurangi campur tangan orangtua untuk hal-hal yang bersifat pribadi, biarlah anak belajar menjadi dirinya sendiri melalui pilihan-pilihannya sendiri.
Di lingkungan sekolah, guru bisa menawarkan pilihan-pilihan untuk tugas kelompok maupun individual. Misalnya, untuk pekerjaan rumah diambil dari beberapa halaman dan siswa boleh memilih sendiri beberapa nomer saja. Yang terpenting di sini, anak bisa belajar mengambil keputusan untuk dirinya sendiri.
Pertanyaan-pertanyaan yang menuntut pendapat atau opini pribadi juga perlu dikembangkan. Misalnya, "Bagaimana pendapatmu sehubungan dengan Pemilu 2009?" Biarlah setiap anak mengungkapkan pendapat dengan argumentasinya sendiri-sendiri. Anak juga perlu belajar untuk berbeda dari yang lain, termasuk berbeda pendapat.
Kecerdasan intrapersonal akan menjadi landasan yang kokoh bagi perkembangan watak dan kepribadian seseorang. Dengan memiliki kecerdasan intrapersonal yang kuat, orang mampu melihat batas-batas dirinya sekaligus kelebihannya sehingga tidak perlu membangun pencitraan diri secara palsu. Dia juga akan memiliki integritas yang tinggi sehingga apa yang kelihatan, sama dengan apa sesungguhnya. Orang semacam ini tidak takut apa penilaian orang lain karena ia berdiri kokoh pada kekuatan diri sendiri yang sebenarnya.
Bangsa ini sangat membutuhkan manusia-manusia berkualitas semacam ini, bukan orang-orang yang tak tahu diri dengan kepalsuan berbungkus pencitraan diri semu.
Sumber: Balipost
Tidak ada komentar:
Posting Komentar