Stilistika berasal dari Bahasa Inggris yaitu “Style”
yang berarti gaya dan dari bahasa serapan “linguistic” yang berarti
tata bahasa. Stilistika menurut kamus Bahasa Indonesia yaitu Ilmu
Kebahasaan yang mempelajari gaya bahasa. Sedangkan menurut C. Bally,
Jakobson, Leech, Widdowson, Levin, Ching, Chatman, C Dalan, dan
lain-lain menentukan stilistika sebagai suatu deskripsi
linguistic dari bahasa yang digunakan dalam teks sastra. Bagi Leech, stilistik adalah simple defind as the (linguistic) study of style. Wawasan demikian sejalan dengan pernyataan Cummings dan Simmons bahwa studi bahasa dalam teks sastra merupakan…branch of linguistic called stylistic.
Dalam konteks yang lebih luas, bahkan Jakobson beranggapan bahwa
poetics (puitika) sebagai teori tentang system dan kaidah teks sastra
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Linguistic. Bagi jakobson
Poetics
deals with problem of verbal structure, just as he analysis of painting
is concered with pictorial structure since linguistics is the global
science of verbal structur, poetics may be regarded as an integral of
linguistic (Amminuddin :1995 :21).
Berbeda
dengan wawasan di atas, Chvatik mengemukakan Stilistika sebagai kajian
yang menyikapi bahasa dalam teks sastra sebagai kode estetik dengan
kajian stilistik yang menyikapi bahasa dalam teks sastra sebagaimana
bahasa menjadi objek kajian linguistik (Aminuddin :1995 :22). Sedangkan
menurut Rene Wellek dan Austin Warren, Stilistika perhatian utamanya
adalah kontras system bahasa pada zamannya (Wellek dan Warren : 1990 :
221).
Bertolak
dari berbagai pengertian di atas, Aminuddin mengartikan stilistika
sebagai studi tentang cara pengarang dalam menggunakan system tanda
sejalan dengan gagasan yang ingin disampaikan dari kompleksitas dan
kekayaan unsur pembentuk itu yang dijadikan sasaran kajian hanya pada
wujud penggunaan system tandanya. Walaupun fokusnya hanya pada wujud
system tanda untuk memperoleh pemahaman tentang ciri penggunaan system
tanda bila dihubungkan dengan cara pengarang dalam menyampaikan gagasan
pengkaji perlu juga memahami (i) gambaran obyek/peristiwa, (ii) gagasan,
(iii) ideologi yang terkandung dalam karya sastranya (Aminuddin : 1995
:46).
Prosedur Kajian Stilistika
Kajian
Stilistika merupakan bentuk kajian yang menggunakan pendekatan
obyektif. Dinyatakan demikian karena ditinjau dari sasaran kajian dan
penjelasan yang dibuahkan, kajian stilistika merupakan kajian yang
berfokus pada wujud penggunaan system tanda dalam karya sastra yang
diperoleh secara rasional-empirik dapat dipertanggung jawabkan. Landasan
empiric merujuk pada kesesuian landasan konseptual dengan cara kerja
yang digunakan bila dihubungkan dengan karakteristik fakta yang
dijadikan sasaran kajian.
Pada
apresiasi sastra, analisis kajian stilistika digunakan untuk memudahkan
menikmati,memahami,dan menghayati system tanda yang digunakan dalam
karya sastra yang berfungsi untuk mengetahui ungkapan ekspresif yang
ingin diungkapkan oleh pengarang.
Dari penjelasan selintas di atas dapat ditarik kesimpulan tentang analisis yang dilakukan apresiasi sastra meliputi :
- Analisis tanda baca yang digunakan pengarang.
- Analisis hubungan antara system tanda yang satu dengan yang lainnya.
- Analisis kemungkinan terjemahan satuan tanda yang ditentukan serta kemungkinan bentuk ekspresi yang dikandungnya (Aminuddin : 1995 :98).
Kaitannya
dengan kritik sastra, kajian stilistika digunakan sebagai metode untuk
menghindari kritik sastra yang bersifat impesionistis dan subyektif.
Melalui kajian stilistika ini diharapkan dapat memperoleh hasil yang
memenuhi kriteria obyektifitas dan keilmiahan (Aminuddin :1995 : 42).
Pada kritik sastra ini prosedur analisis yang digunakan dalam kajian stilistika, diantaranya :
- Analisis aspek gaya dalam karya sastra.
- Analisis aspek-aspek kebahasaan seperti manipulasi paduan bunyi, penggunaan tanda baca dan cara penulisan.
- Analisis gagasan atau makna yang dipaparkan dalam karya sastra (Aminuddin : 1995 :42-43).
Implikasi Analisis Kajian Stilistika dalam Puisi Goenawan Mohammad
Kwartin Tentang Sebuah Poci
Pada keramik tanpa nama itu
Kulihat kembali wajahmu
Mataku belum tolol, ternyata
untuk sesuatu yang tak ada
Apa yang berharga pada tanah liat ini
Selain separuh ilusi
Sesuatu yang kelak retak
dan kita membikinnya abadi
- a. Analisis Sistem Tanda yang Digunakan Pengarang
Pada puisi Goenawan Mohammad di atas bila diperhatikan terdapat paparan gagasan dalam komunikasi keseharian, namun jika ditinjau lebih lanjut dalam setiap kata, larik, bait dan tanda yang digunakan tentulah memiliki beban maksud penutur. Misalnya pada larik “sesuatu yang kelak retak” dapat menuasakan gagasan kehidupan manusia itu tidak abadi. Serta penggunaan lambang retak biasanya mengacu pada benda yang mudah pecah namun di sini pengarang ingin memberikan efek emotif sehingga retak tak lagi mengacu pada makna realitas namun secara asosiatif dihubungkan dengan kematian atau kefanaan tubuh manusia.
- b. Analisis Gaya Pemilihan Kata
Gaya
pemilihan kata pada dasarnya digunakan pengarang untuk memberikan efek
tertentu serta untuk penyampaian gagasan secara tidak langsung sehingga
memiliki kekhasan tersendiri. Pada puisi Goenawan Mohammad pun terdapat
manipulasi penggunaan kata misalnya pada larik “Apa yang berharga pada tanah liat ini”
Penggunaan kata tanah liat pada paparan tersebut dapat diartikan dengan
apa yang berharga dari tubuh manusia ini apabila pengarang menuliskan
gagasan dengan “Apa yang berharga pada tanah liat ini, tanah liat
hanyalah tanah yang halus. Tentu asosiasinya menjadi lain.
- c. Analisis Penggunaan Bahasa Kias
Bahasa
kias merupakan penggantian kata yang satu dengan kata yang lain
berdasarkan perbandingan ataupun analogi ciri semantis yang umum dengan
umum,yang umum dengan yang khusus ataupun yang khusus dengan yang
khusus. Perbandingan ataupun analogi tersebut berlaku secara
proporsional, dalam arti perbandingan itu memperhatikan potensialitas
kata-kata yang dipindahkan dalam menggambarkan citraan maupun gagasan
baru (Aminuddin : 1995 : 227).
Kiasan
yang dimaksud memiliki tujuan untuk menciptakan efek lebih kaya, lebih
efektif, dan lebih subyektif dalam bahasa puisi. Pada puisi Goenawan
Mohammad kiasan yang banyak digunakan adalah metafora yakni kiasan
langsung, artinya benda yang dikiaskan langsung itu tidak disebutkan.
Jadi ungkapan itu langsung berupa kiasan. Contoh klasik : Lintah darat,
bunga bangsa, kambing hitam dan sebagainya (Herman J. Waluyo : 1987 :
84). Dalam “Kwatrin Tentang Sebuah Poci” Goenawan Mohammad, wajah
manusia dikiaskan sebagai sebuah keramik tanpa nama.
d. Pengimajian
Ada
hubungan erat antara diksi, pengimajian dan data konkret. Diksi yang
dipilih harus menghasilkan pengimajian dan karena itu kata-kata menjadi
lebih konkret seperti kita hayati melalui penglihatan, pendengaran atau
cita rasa.
Baris-baris puisi Goenawan yaitu “Pada keramik tanpa nama itu kulihat kembali wajahmu” menunjukkan adanya pengimajian secara visual (melukiskan sesuatu melalui imaji penglihatan).
e. Analisis penggunaan bunyi
Pada kutipan puisi Goenawan Mohammad terdapat kesamaan rima yakni pada kata “ini” yang terdapat dalam baris ke-5 dan “ilusi” pada baris ke-6 serta terdapat juga kesamaan rima yakni pada baris ke-7 pada kata “kelak retak.”
f. Analisis Makna puisi
Pada
puisi Goenawan Mohammad gagasan yang ingin disampaikan dalam puisi
“Kwartin Tentang Sebuah Poci” adalah kehidupan yang tak abadi namun
dipaparkan semisal dalam larik pada keramik tanpa nama itu / kulihat kembali wajahmu
dapat diasosiasikan, keramik pada larik tersebut maknanya adalah benda
yang terbuat dari tanah liat dan sifatnya mudah pecah hal ini disamakan
dengan manusia yang merupakan benda dan tubuhnya bisa rusak kemudian
larik mataku belum tolol, ternyata / untuk sesuatu yang tak ada dapat diasosiasikan dengan melihat sesuatu yang akan musnah untuk larik Apa yang berharga pada tanah liat ini / selain separuh ilusi dapat diasosiasikan sebagai apa yang berharga pada tubuh manusia selain bayang-bayang dan larik terakhir yaitu sesuatu yang kelak retak / dan kita membikinnya abadi dapat
diasosiasikan dengan tubuh manusia ini seakan hanya bayang-bayang yang
suatu saat akan rusak / tidak abadi dan melalui tubuh manusia yang tak
abadi ini manusia membuat sesuatu yang abadi.
Daftar Rujukan
Aminuddin. 1995. Stilistika, Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra. Semarang: IKIP Semarang Press.
Waluyo, Herman. J. 1987. Teori dan Apresiasi puisi. Jakarta: Erlangga.
Wellek, Rene, dan Warren, Austin. 1990. Teori Kesusasteraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar