"OM AWIGNAMASTU NAMA SIDDHEM OM SWASTIASTU" SEMOGA SEMUA DALAM PERLINDUNGAN TUHAN, SELAMAT MEMBACA DAN SEMOGHA BERMANFAAT.jangan lupa kunjungi videobsaya di link https://youtu.be/-UJdPDAjETM

3/25/2012

BELAJAR DARI DIRI PRIBADI DAN LINGKUNGAN SEKITAR


Diri pribadi adalah diri sendiri, karena itu perlu adanya mawas diri atau mengenal diri pribadi. Berkaitan itu, keadaan diri pribadi itu bukan saja menyangkut badan jasmani tapi juga badan rohani. Sebab itu setiap orang harus mengenal dan mengenal serta mengerti tentang keadaan badan jasmani maupun rohani.
Dengan mawas diri atau mengenal diri pribadi itu dimaksudkan agar setiap orang mengenal dan mengerti lebih dalam lagi bagaimana hubungan antara hubungan jasmani dengan badan rohani demikian pula tentang aktivitas serta pahala dari gerak atau karmanya sendiri. Setelah seseorang bisa memahami dan mengenalnya lebih jauh, mereka terbatas pada usaha untuk memelihara, merawat dan mengiasi badan jasmaninya agar sehat, tampak cantik serta tanpan.
Setiap orang sebenarnya wajib untuk mengenal bahkan mengerti keadaan pribadinya guna mengetahui gerak atau karma yang berhubungan dengan hidupnya di dunia ini. Badan jasmani mampu bergerak bukan karena kekuatannya sendiri. Badan jasmani itu dapat bergerak karena ada yang menggerakkan dan dia mampu idup karena ada yang memeberi tenaga hidup  yaitu badan rohaninya. Dengan demikian maka badan jasmani tidak lebih merupakan alat belaka untuk melaksanakan gerak dari badan rohani.
Gerak atau karma dari badan jasmani akibatnya dapat menimbulkan kegelisahan, senang atau bahagia tetapi juga dapat juga membawa kesedihan bahkan  kesengsaraan. Keadaan sperti itu tidak hanya dirasakan sendiri namun juga dirasakan oleh orang lain. Jadi jelas bahwa gerak atau karma dari pribadi seseorang adalah membuat atau menciptakan keadaan. Sebab itulah setiap orang harus mampu membendung atau mengontrol pribadinya agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.
Dalam kitab kantha Upanisad (III.6) mengungkapkan: “ orang yang bijaksana  yng selalu mempergunakan pikiran dan rasa serta indrianya terkendalikan maka tak ubahnya sebagai kuda baik kepunyaan seorang kusir”.
Sebab itulah pikiran dan rasa perlu dikendalikan, karena pikiran dan rasa terus bergerak tiada henti dimana gerak atau karmanya adalah bertujuan untuk memperoleh kenikmatan dan kepuasan yang dikenal dengan keinginan atau indrya. Adapun sumber kepuasan dari keinginan atau indrya ini disebut dengan Wisaya, dimana wisaya merupakan segala sesuatu yang berasal dari  alam semesta dan  wujudnya ada yang konkrit dan ada pula yang abstrak.
Secara umum dapat kita lihat pemahaman manusia tentang diri pribadinya alayak sebagai sang pujangga, mengabdi pada keindahan, mengabdi pada kesunyian, mengabdi pada kebenaran dan mengabdi pada sastra itu sendiri dalam menumbuh kembangkan kepribadiannya hingga ia mampu mejadi seseorang pengurai ke indahan alam semesta lewat rangkain kata demi kata, lewat prosa, drama bahkan gema puisi  yang membahana. Seakan-akan pesona alam mengiasi inspirasi sang pujangga ketika ia tenggelam dalam kepribadiannya, mungkin dapat kita urai dengan sebuah kalimat ” Bila alam mulai bersemi maka hatipun akan bersemi, segala yang disaksikan sangat indah dihati, pengarang terpesona menyaksikan bulan bersinar redup,matahari bercahaya cerah, kumbang mengoyak kembang, laut dan langit mengarau biru, terpaan angin meraksuk sukma. Suara gemuruh ombak berderai dan aliran air yang gemercik terdengar sangat indah dimata pengarang.
Pujangga luluh dalam keindahan untuk memohon aanugrah Sang Pencipta dan telah menjadi kenyataan bahwa keindahan yang dicari sang  pujangga dalam penggambarannya merupakan keadaan awal dalam proses menemukan diri pribadi serta melawan godaan untuk memasuki alam ketuhanan.
Berkaitan dengan hal tersebut, pengarang disini adalah menumbuhkan pancaran yang terbesar dari tenaga pengendalian diri sendiri, dimana pengendalian diri sendiri merupakan pancaran tenaga yang lebih besar dari pada melepas. Memang mengendalikan diri memerlukan tenaga yang lebih besar dari melepaskannya. Misalnya ada kereta dengan kudanya meluncur sepat menuruni bukitdan si kusir berusaha menahan kuda tersebut. Manakah yang lebih besar memerlukan tenaga, membiarkan kuda itu lari atau menahannya? Atau ada peluru meriam meluncur diudara dan jatuh dikejauhan. Yang lain terhalang jalannya karena membentur tembok dan tubrukan itu mengeluarkan panas yang luar biasa. Semua tenaga yang dilepas dengan diikuti oleh pemikiran pada diri sendiriadalah terbang percuma. Ia akan tidak mengembalikan tenaga pada diri kita, tapi ia ditahan sebagai peluru dengan tembok itu, ia akan menyebabkan bertambahnya tenaga kita. Pengendalian diri inilah akan menimbulkan jiwa agung, alayaknya pula  prilaku yang dipunyaoleh para maha Rsi. Orang biasa tidak tau rahasia ini. Walaupun demikian mereka mau mau mengusai kemanusiaan. Orang bodoh sekalipun akan mampu menguasai seluruh dunia bila bekerja dan sabar menanti.
Kebanyakan dari kita tidak dapat memikirkan dibalik tahun-tahun yang akan datang  itu, sama seperti binatang yang tidak mampu melihat dalam jarak beberapa langkah, sebagai bulatan kecil itulah dunia kita. Kita tak punya kesabaran dan keberanian untuk melihat jauh dank arena itulah kita menjadi krisis akhlak dan jahat bahkan keji, demikian pula dengan keadaan badan rohaninya yaitu pikiran atau perasaan maupun hawa nafsu.
Pengakuan sebuah pribadi atau jati diri dalam proses perjuangan yang menghidupkan dan membahagiakan orang lain memang menjadi sebuah tantangan yang unik, dimana hidup ini perlu menjadi lentera, jendela dan garam. SEbagai lentera tidak perlu ditepatkan di atas gunung supaya sinar lentera bisa dilihat banyak orang. Sebab yang paling penting lentera mampu menerangi kegelapan terkini dan sekarang. Sebagai jendela, dapat berperan sebagai ventelasi bagi kehidupan-kehidupan yang lain, peretas liang gelap keangkuhan yang mungkin terselimut awan pekat dan medan perang kompetisi di alam bebas. Sebagai garam, cicipan didici vivere tetap menyatu dengan menu-menu keseharian (situasi dan kondisi) disekitar arus kehidupan seseorang manusia yang  hidup. Garam hanya baru menjadi garam (rasa asin) kalau sudah mencair bersama aneka hidangankehidupan yang terekam dalam cara dan sikap hidup setiap orang.
Sebagai suatu kesimpulan maka dengan adanya kesadaran untuk mawas diri dan mengenal diri pribadi mapun seluk beluk kehidupan manusia, maka akan mudahlah seseorang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan alam sekitarnya. Maka dari itu, mari  kita menempa diriagar mampu memanusiakan diri sebagai manusia yang memiliki kepribadian budi yang terajut dalam pikiran dan kegigihan yang berbasis pada prinsip-prinsip hidup yaitu  kreatif dan kritis pada keadaan pribadi serta alam sekitar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar