"OM AWIGNAMASTU NAMA SIDDHEM OM SWASTIASTU" SEMOGA SEMUA DALAM PERLINDUNGAN TUHAN, SELAMAT MEMBACA DAN SEMOGHA BERMANFAAT.jangan lupa kunjungi videobsaya di link https://youtu.be/-UJdPDAjETM

6/22/2012

MENULIS


Aktivitas  menulis merupakan suatu bentuk  manivestasi kemampuan/keterampilan berbahasa paling akhir dikuasai pelajar bahasa setelah kemampuan mendengarkan (menyimak), berbicara, dan membaca. Dibandingkan tiga kemampuan berbahasa yang lain, kemampuan menulis lebih sulit dikuasai bahkan oleh penutur asli bahasa yang bersangkutan sekalipun. Hal itu disebabkan kemampuan menulis menghendaki penguasaan berbagai  unsur kebahasaan dan unsur di luar bahasa itu sendiri yang akan menjadi isi karangan. Baik unsur bahasa maupun isi haruslah terjalin sedemikian rupa sehingga menghasilkan karangan yang runtut dan padu.


Haliday menyebutkan bahwa ada tiga macam pembelajaran bahasa yang berlangsung bersamaan dan saling berkaitan. Yang dimaksudkan adalah belajar bahasa, belajar melalui bahasa, dan belajar tentang bahasa.  Ketiga jenis pembelajaran bahasa ini terdapat dalam tindak bahasa yang sesungguhnya, yaitu kejadian-kejadian otentik, orang-orang memakai bahasa untuk proses komunikasi dalam konteks situasi yang sesungguhnya. Itulah sebabnya belajar bahasa menjadi mudah kalau utuh, bermakna, dan fungsional, tetapi menjadi sangat sukar kalau tidak. Bahasa tulis juga menjadi mudah kalau dipelajari dalam konteks peristiwa kebahasaan yang otentik, seperti juga bahasa lisan.
Pada umumnya, aktivitas orang menghasilkan bahasa tidak semata-mata hanya bertujuan demi produktivitas bahasa itu sendiri, melainkan karena ada sesuatu yang ingin dikomunikasikan lewat bahasa. Dengan kata lain, bahasa hanya merupakan sarana, dan gagasan apa yang ingin dikomunikasikan lebih penting daripada sarana bahasa itu sendiri. Menulis bukan semata-mata tugas untuk  (memilih dan) menghasilkan bahasa saja, melainkan bagaimana mengungkapkan gagasan dengan mempergunakan sarana bahasa tulis secara tepat. Dengan kata lain, tugas menulis haruslah  yang memungkinkan terlibatnya unsur linguistik dan ekstralinguistik, memberi kesempatan kepada pelajar untuk tidak saja berpikir mempergunakan (baca: menghasilkan) bahasa secara tepat, melainkan juga memikirkan gagasan-gagasan apa yang akan dikemukakan.
Pelajar dan mahasiswa dituntut terampil menulis. Mereka harus dapat menulis laporan, menulis karya ilmiah dan sebagainya. Mahasiswa tidak dapat lepas dari tugas penulisan laporan buku, makalah, dan mungkin juga penulisan skripsi. Guru dan dosen harus terampil menulis. Pertama untuk menyusun bahan pengajaran atau perkuliahan. Kedua mungkin dalam menyusun buku teks. Bagi guru yang telah menduduki pangkat/ golongan IVa, sekarang dituntut untuk menulis karya ilmiah atau bentuk tulisan yang dipersamakan dengan hasil karya tersebut. Tanpa hasil tulisan itu mereka tidak dapat naik pangkat/ golongan yang lebih tinggi. Bagi dosen bahkan diwajibkan meneliti dan melaporkan hasil penelitiannya secara tertulis. Belum lagi dalam berbagai kegiatan seperti seminar, ceramah diskusi, dan sebagainya yang bersangkutan dituntut untuk menyediakan makalah.
Bila kita menerima pendapat bahwa barang cetakan, terutama buku sebagai gudang ilmu pengetahuan, maka dapat disimpulkan menulis dan penulis adalah tempat atau orang yang memproduksi  isi gudang itu. Tanpa keterampilan menulis gudang itu akan kosong. Satu hal yang sudah pasti ialah pembaca selalu melebihi jumlah penulis. Sekali lagi ditunjukkan bukti bahwa kemampuan menulis yang digunakan oleh sedikit orang peranannya tidak kalah oleh kemampuan membaca yang banyak digunakan orang.

PEMBELAJARAN  MENULIS

Dalam kegiatan menulis, terdapat dua masalah pokok yang terlibat: memilih (mungkin menemukan) gagasan yang akan dikemukakan dan memilih ungkapan (baca :bahasa ) untuk mengemukakan gagasan. Singkatnya kedua masalah yang terlibat itu adalah unsur gagasan dan bahasa. Proses pemilihan  terhadap kedua unsur tersebut merupakan kerja kognitif. Dalam kegiatan menulis yang sesungguhnya, seperti  dikatakan Amran Halim, tugas menulis lebih banyak berhubungan dengan masalah yang bukan bahasa, misalnya memilih dan mengorganisasikan gagasan, dan hanya sebagian saja yang sungguh-sungguh bersifat bahasa. Tugas menulis menuntut kemampuan kognitif yang tinggi, pengetahuan yang luas, dan lain-lain termasuk kepekaan menulis. Itu sebabnya, walau orang sudah terampil berbahasa secara aktif produktif belum tentu  mereka mampu menulis, sekalipun mereka penutur asli.
Bila guru bahasa sudah menghayati tujuan pembelajaran bahasa menurut kurikulum yang berlaku, khususnya tujuan pembelajaran menulis, maka guru harus memperbaiki cara mengajarnya. Untuk itu diperlukan penataan perencanaan, pelaksanaan dan pengevalua sian pengajaran menulis.
Di bawah ini ada beberapa teknik yang dapat ditiru oleh guru untuk kemudian dimodifikasi dan bila mungkin diciptakan model teknik pembelajaran menulis yang baru. Teknik menulis tersebut dikemukakan oleh beberapa ahli pendidikan seperti :

Djago Tarigan dalam bukunya Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa (1986 : 187) mengemukakan beberapa teknik cara pengajaran menulis yang dapat dipergunakan sebagai berikut :
1.     Menyusun Kalimat (menjawab pertanyaan, melengkapi kalimat, memperbaiki susunan kalimat, memperluas kalimat, substitusi, dan transformasi)
2.     Memperkenalkan karangan (baca dan tulis serta simak dan tulis).
3.     Meniru model
4.     Karangan Bersama
5.     Mengisi
6.     Menyusun kembali
7.     Menyelesaikan cerita
8.     Menjawab Pertanyaan
9.     Meringkas isi bacaan
10.  Parafrase
11.  Reka Cerita Gambar
12.  Memerikan
13.  Mengembangkan kata Kunci
14.  Mengembangkan kalimat topik
15.  Mengembangkan judul
16.  Mengembangkan peribahasa
17.  Menulis Surat
18.  Menyusun Dialog
19.  Menyusun Wacana (alinea)

Burhan Nurgiyantoro dalam bukunya Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra (1987 : 273) mengemukakan bahwa tugas yang dapat disusun melalui kemampuan menulis adalah sebagai berikut:
(1)         Tugas menyusun Alinea
(2)         Menulis berdasarkan Rangsang Visual
(3)         Menulis berdasarkan Rangsang Suara
(4)         Menulis dengan Rangsang Buku
(5)         Menulis Laporan
(6)         Menulis Surat
(7)         Menulis Berdasarkan Tema Tertentu.

Penny Ur dalam bukunya A Course in Language Teaching (1996 : 165) ,menuliskan beberapa beberapa kegiatan menulis wacana, antara lain:
1.     Laporan buku (Book Report)
2.     Review buku (Book review)
3.     Kertas Instruksi (Instruction sheet)
4.     Narasi (Narative)
5.     Cerita Pribadi (Personal story)
6.     Menggambarkan pemandangan (Describe a view)
7.     Menggambarkan seseorang (Describe someone)
8.     Menggambarkan masyarakat (Describe people)
9.     Menjawab surat (Answer a letter)
10.  Surat Lamaran  (Job application )
11.  Tujuan perubahan ( Propose change)
12.  Laporan berita (News report)
13.  Sekolah ideal (Ideal school)
14.  Gambaran proses (Describe process)
15.  Musik film  (Film music)

PENILAIAN  MENULIS

       Penilaian kemampuan menulis yang hanya dimaksudkan mengungkapkan kemampuan kebahasaan, atau lebih tepatnya unsur-unsur tertentu kebahasaan saja, cenderung bersifat diskrit atau mungkin integratif. Penilaian yang demikian kiranya dapat juga ditolerir jika tes yang digunakan itu ditujukan kepada pelajar bahasa tahap awal. Bentuk-bentuk tes mungkin berupa mengenal kesalahan, melengkapi kesalahan, ataupun membetulkan kalimat.
       Tugas-tugas tes seperti di atas kurang  dapat mengungkapkan kemampuan menulis siswa yang sebenarnya. Tes di atas di samping tidak menuntut siswa untuk memikirkan isi juga hanya mengukur aspek-aspek tertentu secara terpisah. Oleh karena itu, tugas itu tidak bersifat alami seperti halnya tujuan komunikatif kegiatan menulis pada umumnya. Setelah siswa dapat menghasilkan sendiri bahasa (target), walau sederhana, sebaiknya tugas menulis sudah diarahkan ke penulisan yang pragmatik, membiarkan siswa memilih bentuk bahasa sendiri untuk mengungkapkan gagasannya. Tugas ini akan memberanikan siswa untuk berbuat.
       Penilaian terhadap hasil karangan bebas seperti ini mempunyai kelemahan pokok, yaitu rendahnya kadar objektivitas. Bagaimanapun juga dan betapapun kadarnya, unsur subjektivitas penilai pasti berpengaruh. Untuk itu penilaian yang bersifat holistik memang diperlukan. Akan tetapi, agar guru dapat menilai secara lebih objektif dan dapat memperoleh informasi yang lebih terinci tentang kemampuan siswa untuk keperluan diagnostik-edukatif, penilaian hendaknya sekaligus disertai penilaian yang bersifat analitis. Penilaian dengan pendekatan analitis merinci karangan ke dalam aspek-aspek atau kategori-kategori tertentu.

       Walaupun pengkategorian itu dapat bervariasi, kategori-kategori yang pokok hendaknya meliputi: (1) kualitas dan ruang lingkup isi, (2) organisasi dan penyajian isi, (3) gaya dan bentuk bahasa, (4) mekanik: tata bahasa, ejaan, tanda baca, kerapihan tulisan, dan kebersihan, dan (5) respon afektif guru terhadap karya tulis (Zaini Machmud, 1983: 11).
       Untuk karangan yang ditulis berdasarkan rangsang buku, baik fiksi maupun nonfiksi, kategori ke-1 di atas dapat diganti, atau kriterianya berisi kesesuaiannya dengan isi buku. Penerapan model penilaian analisis dengan kelima kategori di atas dapat dilakukan dengan mempergunakan skala, misalnya skala 1 sampai dengan 10.

No
Aspek yang dinilai
Tingkatan skala


0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4

5

Kualitas dan ruang lingkup isi
Organisasi dan penyajian isi
Gaya dan bentuk bahasa
Mekanik: tata bahasa, ejaan, kerapihan tulisan
Respon afektif guru terhadap karangan












Jumlah skor


       Selain model di atas, kita pun dapat memilih model pendekatan analitis yang lain, misalnya analisis unsur-unsur karangan seperti yang dikemukan oleh Haris  (1969 :68-9). Unsur-unsur yang dimaksud adalah content (isi, gagasan yang dikemukakan), form (organisasi isi), grammar (tata bahasa dan pola kalimat), style (gaya: pilihan struktur dan kosa kata), dan mechanics (ejaan).
       Untuk keperluan praktis, kita perlu menentukan bobot atau besarnya “porsi” untuk masing-masing unsur tersebut. Bobot yang diberikan mungkin sama, misalnya seperti model skala di atas. Akan tetapi, mungkin kita menganggap tidak adil jika unsur-unsur itu diberi bobot sama. Idealnya, pembobotan itu mencerminkan tingkat pentingnya masing-masing unsur dalam karangan. Dengan demikian, unsur yang lebih penting diberi bobot yang lebih tinggi. Berdasarkan pertimbangan terakhir tersebut, berikut ini dicoba membobot masing-masing unsur karangan di atas dengan kemungkinan skor maksimum 100.

No
Unsur yang dinilai
Skor maksimum
Skor siswa
1
Isi gagasan yang dikemukakan
30

2
Organisasi isi
25

3
Tata bahasa
20

4
Gaya: pilihan struktur dan kosa kata
15

5
Ejaan
10


Jumlah
100


       Penilaian untuk kemampuan menulis ke dalam tingkatan kognitif, khususnya tingkat analisis sungguh tidak mudah dilakukan. Hal itu disebabkan aktivitas kognitif yang terlibat sewaktu menulis sangat kompleks, antara tingkatan kognitif yang satu dengan lainnya sangat erat dan tidak mudah dipisahkan. Di samping itu, kita sendiri tak perlu menerapkan pengkategorian tersebut  jika memang tidak mungkin.

a)     Tes Kemampuan Menulis Tingkat Ingatan
Tes ini berisfat teoritis, artinya tes lebih berhubungan dengan teori atau pengetahuan tentang menulis yang sering diajarkan sebelum siswa praktik menulis. Pengetahuan yang dimaksud misalnya yang berhubungan dengan masalah definisi, pengertian, konsep, fakta, dan istilah-istilah yang biasa ditemui dalam pelajaran menulis. Misalnya, masalah alinea, macam-macam alinea, jenis-jenis karangan, kalimat into, kalimat penjelas dan sebagainya, misalnya:
·        Apakah yang dimaksud dengan kalimat deduktif ?
·        Sebutkan empat jenis karangan ?

b)     Tes Kemampuan Menulis Tingkat Pemahaman
Tes ini masih sama dengan ingatan. Tes pada tingkat ini juga belum menugasi siswa untuk menghasilkan karya tulis dengan sungguh-sungguh. Artinya, menghasilkan karangan yang baik gagasan maupun bahasanya berasal dari siswa, misalnya:
·        Jelaskan persamaan dan perbedaan antara karangan yang bersifat pemaparan dengan argumentatif.
·        Mengapa dalam sebuah alinea yang baik perlu ada pikiran pokok dan pikiran penjelas ?

Tes kemampuan menulis tingkat pemahaman ini dapat juga berupa tugas menyusun sebuah alinea berdasarkan kalimat-kalimat (biasanya empat buah) yang disediakan. Tugas ini tidak saja menuntut siswa memahami masing-masing kalimat, tetapi yang lebih penting adalah memahami hubungan dan urutan kelogisan kalimat-kalimat tersebut sehingga dapat membentuk sebuah alinea yang logis.

c)     Tes Kemampuan Menulis Tingkat Penerapan
Tes tingkat ini telah menuntut siswa untuk benar-benar menghasilkan karya tulis. Atau jika dilihat dari pihak guru, guru telah menugasi siswa untuk berpraktik menulis, menerapkan pengetahuannya tentang tugas menulis. Dalam tugas ini, siswa telah diminta untuk mengemukakan gagasan sendiri sekaligus dengan bahasa sebagai sarananya, misalnya:
·        Susunlah dua buah alinea argumentatif yang isinya kurang lebih sama, sebuah bersifat deduktif dan yang lain induktif.
·        Buatlah sebuah karangan pendek yang bersifat naratif.

d)     Tes Kemampuan Menulis Tingkat Analisis ke atas
       Tes kemampuan menulis pada tingkat analisis, sintesis, dan evaluasi, sesuai dengan tingkatannya yang di atas penerapan, juga menghendaki siswa untuk praktik menghasilkan karya tulis. Dalam kegiatan menulis, baik berdasarkan rangsang visual, suara, buku, mapun yang lain, ketiga aktivitas kognitif tersebut akan sama-sama terlibat dan tidak mudah dibedakan. Data karya tulis yang dihasilkan merupakan data yang padu yang secara garis besar hanya dapat dibedakan berdasarkan bahasa dan isi yang dikemukakan.
       Pemberian tugas yang berupa pembuatan laporan buku dan atau timbangan buku, misalnya, akan memaksa siswa utnuk melakkukan kerja analisis, sintesis, dan penilaian. Untuk menulis timbangan buku, di samping harus memahami isi buku yang bersangkutan, siswa harus melakukan analisis baik bahasa maupun isi, membuat generalisasi, dan akhirnya melakukan penilaian. Jadi ketiga tingkatan kognitif tersebut dalam karangan seperti di atas akan saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan. Jika penekanan pada tingkat analisis, tugas yang diberikan hendaklah sesuai yang lebih banyak memaksa siswa untuk menganalisis suatu kasus atau masahal.
Untuk mengajar bahan menulis sebagaimana yang dituntut Kurikulum,  guru tidak hanya cukup menyiapkan rencana mengajar saja melainkan harus selalu siap memperbaiki rencana mengajarnya manakala ia berdiri di depan kelas. Guru yang senantiasa siap menyesuaikan diri dengan keadaan dan kebutuhan siswa di kelas dan guru yang tidak asal saja secara mati langkah-langkah yang sudah ia siapkan sebelumnya akan tampil sebagai seorang seseorang pendidik yang akan membuat pembelajaran bahasa Indonesia menjadi pelajaran menarik bagi siswa. Pekerjaan seperti ini sungguh memberikan tantangan  yang besar kepada guru. Dengan demikian , tidak asal orang yang dapat berbicara bahasa Indonesia mampu mengajar bahasa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar