Aktivitas
menulis merupakan suatu bentuk
manivestasi kemampuan/keterampilan berbahasa paling akhir dikuasai
pelajar bahasa setelah kemampuan mendengarkan (menyimak), berbicara, dan
membaca. Dibandingkan tiga kemampuan berbahasa yang lain, kemampuan menulis
lebih sulit dikuasai bahkan oleh penutur asli bahasa yang bersangkutan
sekalipun. Hal itu disebabkan kemampuan menulis menghendaki penguasaan
berbagai unsur kebahasaan dan unsur di
luar bahasa itu sendiri yang akan menjadi isi karangan. Baik unsur bahasa
maupun isi haruslah terjalin sedemikian rupa sehingga menghasilkan karangan
yang runtut dan padu.
Haliday menyebutkan bahwa ada
tiga macam pembelajaran bahasa yang berlangsung bersamaan dan saling berkaitan.
Yang dimaksudkan adalah belajar bahasa,
belajar melalui bahasa, dan belajar tentang bahasa. Ketiga jenis pembelajaran bahasa ini terdapat
dalam tindak bahasa yang sesungguhnya, yaitu kejadian-kejadian otentik,
orang-orang memakai bahasa untuk proses komunikasi dalam konteks situasi yang
sesungguhnya. Itulah sebabnya belajar bahasa menjadi mudah kalau utuh,
bermakna, dan fungsional, tetapi menjadi sangat sukar kalau tidak. Bahasa tulis
juga menjadi mudah kalau dipelajari dalam konteks peristiwa kebahasaan yang otentik,
seperti juga bahasa lisan.
Pada umumnya, aktivitas orang
menghasilkan bahasa tidak semata-mata hanya bertujuan demi produktivitas bahasa
itu sendiri, melainkan karena ada sesuatu yang ingin dikomunikasikan lewat
bahasa. Dengan kata lain, bahasa hanya merupakan sarana, dan gagasan apa yang
ingin dikomunikasikan lebih penting daripada sarana bahasa itu sendiri. Menulis bukan
semata-mata tugas untuk (memilih dan)
menghasilkan bahasa saja, melainkan bagaimana mengungkapkan gagasan dengan
mempergunakan sarana bahasa tulis secara tepat. Dengan kata lain,
tugas menulis haruslah yang memungkinkan
terlibatnya unsur linguistik dan ekstralinguistik, memberi kesempatan kepada
pelajar untuk tidak saja berpikir mempergunakan (baca: menghasilkan) bahasa secara
tepat, melainkan juga memikirkan gagasan-gagasan apa yang akan dikemukakan.
Pelajar dan mahasiswa dituntut
terampil menulis. Mereka harus dapat menulis laporan, menulis karya ilmiah dan
sebagainya. Mahasiswa tidak dapat lepas dari tugas penulisan laporan buku,
makalah, dan mungkin juga penulisan skripsi. Guru dan dosen harus terampil
menulis. Pertama untuk menyusun bahan pengajaran atau perkuliahan. Kedua
mungkin dalam menyusun buku teks. Bagi guru yang telah menduduki pangkat/
golongan IVa, sekarang dituntut untuk menulis karya ilmiah atau bentuk tulisan
yang dipersamakan dengan hasil karya tersebut. Tanpa hasil tulisan itu mereka
tidak dapat naik pangkat/ golongan yang lebih tinggi. Bagi dosen bahkan
diwajibkan meneliti dan melaporkan hasil penelitiannya secara tertulis. Belum
lagi dalam berbagai kegiatan seperti seminar, ceramah diskusi, dan sebagainya
yang bersangkutan dituntut untuk menyediakan makalah.
Bila kita menerima pendapat bahwa
barang cetakan, terutama buku sebagai gudang ilmu pengetahuan, maka dapat
disimpulkan menulis dan penulis adalah tempat atau orang yang memproduksi isi gudang itu. Tanpa keterampilan menulis
gudang itu akan kosong. Satu hal yang sudah pasti ialah pembaca selalu melebihi
jumlah penulis. Sekali lagi ditunjukkan bukti bahwa kemampuan menulis yang
digunakan oleh sedikit orang peranannya tidak kalah oleh kemampuan membaca yang
banyak digunakan orang.
PEMBELAJARAN MENULIS
Dalam kegiatan menulis, terdapat
dua masalah pokok yang terlibat: memilih
(mungkin menemukan) gagasan yang akan dikemukakan dan memilih ungkapan (baca :bahasa ) untuk mengemukakan gagasan.
Singkatnya kedua masalah yang terlibat itu adalah unsur gagasan dan bahasa.
Proses pemilihan terhadap kedua unsur
tersebut merupakan kerja kognitif. Dalam kegiatan menulis yang sesungguhnya,
seperti dikatakan Amran Halim, tugas
menulis lebih banyak berhubungan dengan masalah yang bukan bahasa, misalnya
memilih dan mengorganisasikan gagasan, dan hanya sebagian saja yang
sungguh-sungguh bersifat bahasa. Tugas menulis menuntut kemampuan kognitif yang
tinggi, pengetahuan yang luas, dan lain-lain termasuk kepekaan menulis. Itu
sebabnya, walau orang sudah terampil berbahasa secara aktif produktif belum
tentu mereka mampu menulis, sekalipun
mereka penutur asli.
Bila guru bahasa sudah menghayati
tujuan pembelajaran bahasa menurut kurikulum yang berlaku, khususnya tujuan
pembelajaran menulis, maka guru harus memperbaiki cara mengajarnya. Untuk itu diperlukan penataan perencanaan, pelaksanaan
dan pengevalua sian pengajaran menulis.
Di bawah ini ada beberapa teknik yang dapat ditiru oleh
guru untuk kemudian dimodifikasi dan bila mungkin diciptakan model teknik
pembelajaran menulis yang baru. Teknik menulis tersebut dikemukakan oleh
beberapa ahli pendidikan seperti :
Djago
Tarigan dalam bukunya Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa
(1986 : 187) mengemukakan beberapa teknik cara pengajaran menulis yang dapat
dipergunakan sebagai berikut :
1. Menyusun Kalimat (menjawab pertanyaan, melengkapi
kalimat, memperbaiki susunan kalimat, memperluas kalimat, substitusi, dan
transformasi)
2. Memperkenalkan karangan (baca dan tulis serta simak dan
tulis).
3.
Meniru model
4.
Karangan Bersama
5.
Mengisi
6.
Menyusun kembali
7.
Menyelesaikan cerita
8.
Menjawab Pertanyaan
9.
Meringkas isi bacaan
10. Parafrase
11. Reka
Cerita Gambar
12. Memerikan
13. Mengembangkan
kata Kunci
14. Mengembangkan
kalimat topik
15. Mengembangkan
judul
16. Mengembangkan
peribahasa
17. Menulis
Surat
18. Menyusun
Dialog
19. Menyusun
Wacana (alinea)
Burhan Nurgiyantoro dalam
bukunya Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra (1987 : 273) mengemukakan
bahwa tugas yang dapat disusun melalui kemampuan menulis adalah sebagai
berikut:
(1)
Tugas menyusun Alinea
(2)
Menulis berdasarkan Rangsang Visual
(3)
Menulis berdasarkan Rangsang Suara
(4)
Menulis dengan Rangsang Buku
(5)
Menulis Laporan
(6)
Menulis Surat
(7)
Menulis Berdasarkan Tema Tertentu.
Penny Ur dalam
bukunya A Course in Language Teaching (1996
: 165) ,menuliskan beberapa beberapa kegiatan menulis wacana, antara lain:
1. Laporan
buku (Book Report)
2. Review
buku (Book review)
3. Kertas
Instruksi (Instruction sheet)
4. Narasi
(Narative)
5. Cerita
Pribadi (Personal story)
6. Menggambarkan pemandangan (Describe a view)
7. Menggambarkan
seseorang (Describe someone)
8. Menggambarkan
masyarakat (Describe people)
9. Menjawab
surat (Answer a
letter)
10. Surat
Lamaran (Job application )
11. Tujuan
perubahan ( Propose change)
12. Laporan
berita (News report)
13. Sekolah
ideal (Ideal school)
14. Gambaran
proses (Describe process)
15. Musik
film (Film music)
PENILAIAN MENULIS
Penilaian
kemampuan menulis yang hanya dimaksudkan mengungkapkan kemampuan kebahasaan,
atau lebih tepatnya unsur-unsur tertentu kebahasaan saja, cenderung bersifat
diskrit atau mungkin integratif. Penilaian yang demikian kiranya dapat juga ditolerir
jika tes yang digunakan itu ditujukan kepada pelajar bahasa tahap awal.
Bentuk-bentuk tes mungkin berupa mengenal kesalahan, melengkapi kesalahan,
ataupun membetulkan kalimat.
Tugas-tugas
tes seperti di atas kurang dapat
mengungkapkan kemampuan menulis siswa yang sebenarnya. Tes di atas di samping
tidak menuntut siswa untuk memikirkan isi
juga hanya mengukur aspek-aspek tertentu secara terpisah. Oleh karena itu,
tugas itu tidak bersifat alami seperti halnya tujuan komunikatif kegiatan
menulis pada umumnya. Setelah siswa dapat menghasilkan sendiri bahasa (target),
walau sederhana, sebaiknya tugas menulis sudah diarahkan ke penulisan yang
pragmatik, membiarkan siswa memilih bentuk bahasa sendiri untuk mengungkapkan
gagasannya. Tugas ini akan memberanikan siswa untuk berbuat.
Penilaian
terhadap hasil karangan bebas seperti ini mempunyai kelemahan pokok, yaitu
rendahnya kadar objektivitas. Bagaimanapun juga dan betapapun kadarnya, unsur
subjektivitas penilai pasti berpengaruh. Untuk itu penilaian yang bersifat
holistik memang diperlukan. Akan tetapi, agar guru dapat menilai secara lebih
objektif dan dapat memperoleh informasi yang lebih terinci tentang kemampuan
siswa untuk keperluan diagnostik-edukatif, penilaian hendaknya sekaligus
disertai penilaian yang bersifat analitis. Penilaian dengan pendekatan analitis merinci karangan ke
dalam aspek-aspek atau kategori-kategori tertentu.
Walaupun pengkategorian itu dapat
bervariasi, kategori-kategori yang pokok hendaknya meliputi: (1) kualitas dan
ruang lingkup isi, (2) organisasi dan penyajian isi, (3) gaya dan bentuk
bahasa, (4) mekanik: tata bahasa, ejaan, tanda baca, kerapihan tulisan, dan
kebersihan, dan (5) respon afektif guru terhadap karya tulis (Zaini Machmud,
1983: 11).
Untuk karangan yang ditulis berdasarkan
rangsang buku, baik fiksi maupun nonfiksi, kategori ke-1 di atas dapat diganti,
atau kriterianya berisi kesesuaiannya dengan isi buku. Penerapan model
penilaian analisis dengan kelima kategori di atas dapat dilakukan dengan
mempergunakan skala, misalnya skala 1 sampai dengan 10.
No
|
Aspek yang dinilai |
Tingkatan skala |
||||||||||
|
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
1
2
3
4
5
|
Kualitas
dan ruang lingkup isi
Organisasi dan penyajian isi
Gaya
dan bentuk bahasa
Mekanik: tata
bahasa, ejaan, kerapihan tulisan
Respon afektif
guru terhadap karangan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Jumlah skor
|
|
Selain
model di atas, kita pun dapat memilih model pendekatan analitis yang lain,
misalnya analisis unsur-unsur karangan seperti yang dikemukan oleh Haris (1969 :68-9). Unsur-unsur yang dimaksud adalah
content (isi, gagasan yang
dikemukakan), form
(organisasi isi), grammar (tata
bahasa dan pola kalimat), style (gaya: pilihan struktur
dan kosa kata), dan mechanics (ejaan).
Untuk keperluan praktis, kita perlu menentukan bobot atau
besarnya “porsi” untuk masing-masing unsur tersebut. Bobot
yang diberikan mungkin sama, misalnya seperti model skala di atas. Akan tetapi,
mungkin kita menganggap tidak adil jika unsur-unsur itu diberi bobot sama.
Idealnya, pembobotan itu mencerminkan tingkat pentingnya masing-masing unsur
dalam karangan. Dengan demikian, unsur yang lebih penting diberi bobot yang
lebih tinggi. Berdasarkan pertimbangan terakhir tersebut, berikut ini dicoba
membobot masing-masing unsur karangan di atas dengan kemungkinan skor maksimum
100.
No
|
Unsur
yang dinilai
|
Skor
maksimum
|
Skor
siswa
|
1
|
Isi gagasan yang dikemukakan
|
30
|
|
2
|
Organisasi isi
|
25
|
|
3
|
Tata bahasa
|
20
|
|
4
|
Gaya: pilihan
struktur dan kosa kata
|
15
|
|
5
|
Ejaan
|
10
|
|
|
Jumlah
|
100
|
|
Penilaian untuk kemampuan menulis ke
dalam tingkatan kognitif, khususnya tingkat analisis sungguh tidak mudah
dilakukan. Hal itu disebabkan aktivitas kognitif yang terlibat sewaktu menulis
sangat kompleks, antara tingkatan kognitif yang satu dengan lainnya sangat erat
dan tidak mudah dipisahkan. Di samping itu, kita sendiri tak perlu menerapkan
pengkategorian tersebut jika memang
tidak mungkin.
a) Tes Kemampuan Menulis Tingkat Ingatan
Tes
ini berisfat teoritis, artinya tes lebih berhubungan dengan teori atau
pengetahuan tentang menulis yang sering diajarkan sebelum siswa praktik
menulis. Pengetahuan yang dimaksud misalnya yang berhubungan dengan masalah
definisi, pengertian, konsep, fakta, dan istilah-istilah yang biasa ditemui
dalam pelajaran menulis. Misalnya, masalah alinea, macam-macam alinea,
jenis-jenis karangan, kalimat into, kalimat penjelas dan sebagainya, misalnya:
·
Apakah yang dimaksud dengan kalimat deduktif
?
·
Sebutkan empat jenis karangan ?
b) Tes Kemampuan Menulis Tingkat Pemahaman
Tes ini masih sama dengan ingatan. Tes pada tingkat ini
juga belum menugasi siswa untuk menghasilkan karya tulis dengan
sungguh-sungguh. Artinya, menghasilkan karangan yang baik gagasan maupun
bahasanya berasal dari siswa, misalnya:
·
Jelaskan
persamaan dan perbedaan antara karangan yang bersifat pemaparan dengan
argumentatif.
·
Mengapa
dalam sebuah alinea yang baik perlu ada pikiran pokok dan pikiran penjelas ?
Tes kemampuan menulis tingkat pemahaman ini dapat juga
berupa tugas menyusun sebuah alinea berdasarkan kalimat-kalimat (biasanya empat
buah) yang disediakan. Tugas ini tidak saja menuntut siswa memahami
masing-masing kalimat, tetapi yang lebih penting adalah memahami hubungan dan
urutan kelogisan kalimat-kalimat tersebut sehingga dapat membentuk sebuah
alinea yang logis.
c) Tes Kemampuan Menulis Tingkat Penerapan
Tes
tingkat ini telah menuntut siswa untuk benar-benar menghasilkan karya tulis.
Atau jika dilihat dari pihak guru, guru telah menugasi siswa untuk berpraktik
menulis, menerapkan pengetahuannya tentang tugas menulis. Dalam tugas ini,
siswa telah diminta untuk mengemukakan gagasan sendiri sekaligus dengan bahasa
sebagai sarananya, misalnya:
·
Susunlah dua buah alinea argumentatif yang
isinya kurang lebih sama, sebuah bersifat deduktif dan yang lain induktif.
·
Buatlah
sebuah karangan pendek yang bersifat naratif.
d)
Tes Kemampuan Menulis Tingkat Analisis ke atas
Tes kemampuan menulis pada tingkat analisis, sintesis, dan
evaluasi, sesuai dengan tingkatannya yang di atas penerapan, juga menghendaki
siswa untuk praktik menghasilkan karya tulis. Dalam kegiatan menulis, baik
berdasarkan rangsang visual, suara, buku, mapun yang lain, ketiga aktivitas
kognitif tersebut akan sama-sama terlibat dan tidak mudah dibedakan. Data karya
tulis yang dihasilkan merupakan data yang padu yang secara garis besar hanya
dapat dibedakan berdasarkan bahasa dan isi yang dikemukakan.
Pemberian tugas yang berupa pembuatan laporan buku dan atau
timbangan buku, misalnya, akan memaksa siswa utnuk melakkukan kerja analisis,
sintesis, dan penilaian. Untuk menulis timbangan buku, di samping harus
memahami isi buku yang bersangkutan, siswa harus melakukan analisis baik bahasa
maupun isi, membuat generalisasi, dan akhirnya melakukan penilaian. Jadi ketiga
tingkatan kognitif tersebut dalam karangan seperti di atas akan saling
berkaitan dan merupakan satu kesatuan. Jika penekanan pada tingkat analisis,
tugas yang diberikan hendaklah sesuai yang lebih banyak memaksa siswa untuk
menganalisis suatu kasus atau masahal.
Untuk mengajar bahan menulis sebagaimana yang dituntut
Kurikulum, guru tidak hanya cukup
menyiapkan rencana mengajar saja melainkan harus selalu siap memperbaiki
rencana mengajarnya manakala ia berdiri di depan kelas. Guru yang senantiasa
siap menyesuaikan diri dengan keadaan dan kebutuhan siswa di kelas dan guru
yang tidak asal saja secara mati langkah-langkah yang sudah ia siapkan
sebelumnya akan tampil sebagai seorang seseorang pendidik yang akan membuat
pembelajaran bahasa Indonesia menjadi pelajaran menarik bagi siswa. Pekerjaan
seperti ini sungguh memberikan tantangan
yang besar kepada guru. Dengan demikian , tidak asal orang yang
dapat berbicara bahasa Indonesia mampu mengajar bahasa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar