"OM AWIGNAMASTU NAMA SIDDHEM OM SWASTIASTU" SEMOGA SEMUA DALAM PERLINDUNGAN TUHAN, SELAMAT MEMBACA DAN SEMOGHA BERMANFAAT.jangan lupa kunjungi videobsaya di link https://youtu.be/-UJdPDAjETM

12/23/2012

MENULIS AKSARA BALI DI DAUN RONTAL



Menulis di atas rontal pada dasarnya berbeda dengan menulis biasa (aksara latin), dalam menulis rontal tidak terdapat jarak kata sepanjang rangkaian kata atau kalimatnya belum berakhir. Di dalam menulis rontal ada beberapa hal yang yang harus diperhatikan : (1)  sarana-sarana yang diperlukan dalam menulis rontal, (2) cara menulis rontal.
 Sarana-Sarana Dalam Menulis Di Daun Rontal
            Sarana yang paling pokok ialah rontal siap tulis, disamping sarana-sarana lainnya. Untuk lebih jelasnya sarana-sarana itu adalah sebagai berikut : 
1.      Rontal atau daun tal yang siap ditulis.
2.      Pangrupak/ pangutik.
3.     Bantalan kasur kapuk ukuran kecil sebagai alat menulis.
4.     Dulang dari kayu sebagai tempat menulis.
5.     Penggaris dan pensil.
6.     Serbuk kemiri atau nagasari yang dibakar.
7.     Panakep dari kayu, bambu atau pupug (pelepah pohon enau) yang disesuaikan dengan ukuran rontal.
8.     Benang dan uang kepeng.
9.     Keropak kayu atau tempat penyimpanan.

 Cara Menulis Di Daun Rontal
            Menurut Geria (2008: 50) menyatakan ada sejumlah tata cara ritual kaitannya dengan penulisan di atas rontal disebutkan dalam Saraswati,  PNRI.Lt.147: 6a sebagai berikut :
1.      Sebelum memulai menulis harus memohon keselamatan  kepada Hyang Yosiswara yang difilsafatkan di kedua mata penulis. Bhagawan Reka pada ujung pengutik/pengrupak, sehingga tercapai sesuatu yang utama dan bermakna.
2.      Tidak boleh mematikan aksara dengan mencoret karena dapat berakibat pendek umur, antara lain (a) jika mencoret ulu akan berakibat buta dan sakit kepala, (b) jika mencoret suku akan berakibat sakit lumpuh (kaki lemas), (c) jika mencoret taleng dan wisah/bisah akan berakibat sakit pinggang.
Bertolak dari keterangan di atas, maka wajarlah jika dalam lontar jarang ditemui aksara yang dicoret atau dihapus (bukan berarti tidak ada kesalahan penulisan). Seandainya terjadi kesalahan harus dibubuhi pengangge (pakaian) tambahan sehingga aksara menjadi mati atau tidak berbunyi apa- apa. Menurut Jelantik (2008: 70-75) menyatakan dalam menulis rontal ada beberapa langkah yangf harus dilalui, seperti dalam uraian berikut :
1.     Pertama yaitu dengan membuat garis pinggir. Pada saat membuat garis pinggir, yang perlu diperhatikan yaitu jarak lobang ujung kiri (A), ke jarak lobang tengah (B) dan jarak lobang tengah (B) ke lobang paling kanan (C), jarak lobang A ke B lebih dekat dibandingkan jarak lobang B ke C. Ini artinya menulis rontal mulai dari ujung kiri (lobang A).
2.      Setelah proses di atas selesai barulah menulis, dengan pembuka, apakah bentuk panten, berbentuk mangajapa, atau carik kalih. Kemudian dilanjutkan dengan membuat mulastawa yaitu Om Awignamastu, tutup lagi dengan pembuka.
3.     Pada waktu menulis, rontal digenggam dengan tangan kiri, rontal yang digenggam jumlahnya lebih dari satu. Rontal yang akan ditulisi sama sekali tidak boleh ditulis seperti menulis buku (neplek di meja), jika rontal ini selesai ditulis karena neplek, rontal ini disamakan dengan ental tulah, dan tidak boleh dibaca, tidak boleh dibuang. Yang juga disebut ental yang ditulisi mulai dari lubang C, ini juga tidak boleh dibaca, biarkan rusak dengan sendirinya.
4.     Siapkan lungka-lungka, yaitu kasur kecil yang ukururannya 30 cm persegi yang fungsinya sebagai bantal/bersandarnya punggung tangan kiri.
5.      Dulang atau meja sebagai alas tangan waktu menyurat, dan juga siapkan canang cari, dupa dan sebagainya untuk memuja Sang Hyang Saraswati.
6.      Pengasah (sangihan) yaitu benda yang berfungsi untuk mengasah pengrupak. Apabila pengrupak kurang tajam sangat berpengaruh terhadap penulisan rontal, misalnya tulisan yang akan menjadi badag, yaitu besar-besar dan lontar tidak tergores.
7.      Waktu menulis rontal, sistem penulisannya menggunakan jajar sambung, bukan pasang jajar palas. Pasang jajar sambung artinya kata-kata yang akan ditulis dalam satu kalimat terus menyambung tanpa ada spasi, menyambungnya ke kanan dan jangan menggunakan adeg-adeg di tengah.
8.      Apabila satu halaman rontal sudah penuh baliklah rontal itu dari bawah ke atas, bukan dari ujung kanan ke kiri.
9.      Penyurat rontal hendaknya memahami oasang aksara Bali, hal ini disebabkan supaya tidak terjadi kesalahan makna terhadap isi lontar. Pasang aksara ini sangat berperan besar, sebab banyak kata-kata yang sama dalam pengucapannya, namun beda dalam penulisannya, dan berbeda pula maknanya.
10.   Siapkan penghitam lontar, yaitu buah kemiri yang disangrae (manyahnyah), sampai betul-betul gosong (hitam), buah jarak yang sudah kering dipohonnya juga baik dipergunakan. Ada juga orang yang menggunakan buah nagasari yang masak (ngulungang iba), cara membuatnya juga disangrae. Atau boleh penghitam yang lain pada waktu menghitamkan disebut dengan nyipat sastra.
11.   Jika proses di atas telah dilakukan, biarkan penghitam tersebut meresap sebentar, kemudian digosok satu arah ke kanan dengan kapas atau lap. Gosok atau di lap sampai bersih betul, guratan-guratan aksara bali yang tadinya hanya guratan yang tidak tampak akan kelihatan sangat jelas dan hitam hurufnya.

12.   Apabila satu judul lontar telah selesai disipat. Susunlah sesuai dengan halaman lontar. Satu judul lontar yang telah di tulis disebut satu cakep. Posisi atau letak halaman lontar, ialah untuk lontar halaman satu ditulis satu rai (satu muka) saja, yang diberi halaman adalah basang rontal, yaitu rontal yang sisiknya lebih halus kemudian pada waktu melanjutkan ke lontar berikutnya, letak halamannya di tundun (sisik rontal yang agak keras dan agak kasar).
13.   Siapkan benang kemong kurang lebih panjangnya antara 40-50 cm, yang fungsinya untuk menyusun menurut halaman lontar agar tidak berserakan. Masukkan benang tersebut pada B (ditengah).
14.   Siapkan penjepitnya yang dinamakan tapes lontar, fungsinya adalah agar daun lontar tetap lurus dan terhindar dari kelembaban udara. Biasanya lontar-lontar yang berada paling pinggir akan cepat robek dan jamuran jika tanpa tapes.
15.   Di kedua ujung benang diisi uang bolong (kepeng) masing-masing satu biji saja, yang bertujuan untuk mengancing agar tetap utuh dalam satu cakepan.
16.   Jika memungkinkan simpanlah cakepan anda dikeropak lontar, agar terjamin kawetannya. Untuk menjaga dan melestarikan isinya agar tidak hilang tanpa makna. Jangan sekali-kali menaruh lontar pada keben, apabila ditaruh pada neb bale yang jarang diambil dan dicocor hujan jika ini terjadi anda melakukan kesalahan besar, yaitu lontar akan gempel dan rusak, isinya hilang dan sulit dibaca.
17.   Pada waktu disimpan di keropak, berilah kapur barus secukupnya atau oleskan racun serangga pada waktu menyimpannya, dan lontar agar sering-sering dibaca.

18.  Cara merawat lontar yang paling baik adalah bukan disimpan pada gedong pelinggih yang keramat dan pingit (kecuali babad, prasasti, piagem, purana) cara perawatan yang paling baik adalah baca...baca...baca... dan di baca.
19.  Yang perlu diingat oleh penulis lontar ialah tentang ceciren yaitu identitas asal lontar yang ditulis, kapan selesai ditulis dan identitas penulis.

Pengertian Lontar



Untuk dapat memahami istilah rontal, maka akan dijelaskan pengertian yang dianggap perlu sehingga pembaca memperoleh pengertian yang jelas. Menurut Geria (2008: 47) dinyatakan istilah rontal adalah berupa bahan tulis (material writing) itu sendiri, dalam artian belum ada tulisan dengan kata lain istilah rontal lebih mengacu kepada bahan-bahan yang ditulis.
            Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa rontal adalah daun ental yang sudah diolah yang belum ada tulisan yang sudah siap untuk ditulisi.  Dalam perspektif masyarakat Bali, rontal sangat mempunyai sifat yang keras, tinggi dan religius. Sebagai suatu yang mempunyai sifat yang keras, tinggi dan religius rontal sangat diindahkan oleh para ra kawi (pujangga) sebagai bahan untuk menuangkan segala petuah-petuah suci (Geria, 2008: 47). Hal ini dapat dilihat dalam kutipan : (1) Aji Saraswati, PNRI 1L.254, lempir, baris 1-2) mengatakan istilah gebhang untuk menyebut rontal sebagai material palm yang bersifat secara religius, karena rontal diberlakukan sebagai lidah yang merupakan alat artikulasi hakiki munculnya kata-kata yang dipakai lambang untuk mengungkapkan isi sastra, (2) Sanghalangghyala Parwa, PNRI 1L.858, lempir 14) mengatakan betapa keras dan kuatnya batang pohon tal itu. Sehingga ra kawi  memilih satai untuk menyebut alih rupa Prabhu Rupini (penganut Budha) dalam dialog bathin dengan Prabhu Caya Purusa (penganut Siwa), (3) Ramayana, II.67, baris 41) mengatakan ketegapan dan ketinggian badan Rama Parasu sebagai satrya sakti mandraguna, kata satai juga dipilih oleh ra kawi sebagai  perbandingan  allegori kestriya tersebut, (4) Ramayana VI: 157, baris 4 dan 158, baris 1) mengatakan betapa sucinya rontal sebagai bahan untuk menulis sastra suci. Dikatakan juga ketakutan Sugriwa akan kesaktian kakaknya (Subali) dalam merebut Dewi Tara, sehingga terlebih dahulu menguji kesaktian panah Rama (penegak kebenaran) untuk tempat berlindung (Geria, 2008:48).
            Masyarakat Bali mengenal tiga jenis tal yaitu tal taluh (serat-seratnya sangat halus dan bentuknya mirip telur), tal goak (serat-seratnya agak kasar bentuknya mirip burung gagak), dan tal kedis (serat-seratnya agak halus namun ukurannya tidak mencukupi, bentuknya mirip (burung). Menurut Geria (2008:48) untuk mendapatkan rontal yang berkualitas tinggi, maka secara global proses pengolahannya sebagai berikut :
1). Daun tal (tentunya tal taluh atau egg type) yang telah diseleksi terlebih dahulu dijemur. Setelah agak kering, lalu dipotong-potong berbentuk segi empat panjang sesuai dengan ukuran yang dihendaki (masih ada lidinya, tanpa lidi).
2).  Direndam dengan air dingin, lalu direbus dengan air panas yang  telah dicampur dengan ramuan rempah-rempah untuk pengawet dan pewarna. Di Bali ramuan ini biasanya terdiri dari daun liligundi, dan pule, kunyit, warangan, gambir, dan lain-lain. Disamping untuk mendapatkan rontal yang tahan lama (bebas dari serangan serangga juga agar rontal berwarna kuning) dan tampak artisik.
3)   Dikeringkan untuk dihaluskan semua sisinya (pinggiran dan kedua permukannya).
4)   Dipres atau dijepit dengan papan kayu, diikat ( berlangsung 6-12 bulan) serta dilubangi pada sisi kana, kiri, tengah. Hal ini dilakukan untuk memperoleh daun tal siap tulis tidak melengkung.
5)  Untuk memudahkan penulisan, daun tal digarisi dengan  sepat (benang) yang telah dicelupkan di dalam air hitam pekat (campuran, serbuk arang).

1)     Lembar demi lembar disusun rapi dan daun rontal( daun tal) siap ditulisi.

Aksara Bali



Aksara merupakan lambang-lambang bunyi bahasa. Hanya lewat aksaralah suatu bahasa dapat dibaca dan di dokumentasikan. Masyarakat Bali memandang bahwa aksara Bali adalah alat untuk mempelajari semua pustaka yang sarat dengan berbagai ajaran ketuhanan dan keduniawian menuju kebahagiaan lahir batin (Geria, 2008:21).
              Aksara Bali adalah aksara tradisional masyarakat Bali dan berkembang di Bali. Aksara Bali merupakan suatu abugida yang berpangkal pada huruf Pallawa. Aksara ini mirip dengan aksara Jawa, perbedaannya terletak pada lekukan bentuk huruf.
              Aksara Bali menurut bentuknya dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1)  Aksara Wreastra, 2)  Aksara Swalalita, 3)  Aksara Modre.

11/12/2012

NERIMA KARMAWASANA

Om Suastiastu
Ring wengine bengong uyang tan karoan, wus wenten pikobet sane ngeranang keluargan titiang mabayayuhan, beeeees terus kene dogen masalahe gaenang idewek mauled basanga. Yan sing makeneh dharmane ne titinin suba pasti cara dugas pidan ngoyong jumah dikarangasem, jeg kesangeyang keriis boangne. Untung sueca Widhine. Telah kenken kaden belus bajune baan peluhe, nak len jeg ngadokang lan nayanen polooos iraga. entoo ngerang panes mabara deweke yaan jani ada nak budi tuara sing bakal kegege, pa buin sadin. yan mula sing ada pakibeh tur jalan Hyang Parama KAwi.  Yan masalah piis idepang idewek pidan mautang teken ane to  toonan. yan buatne jani ada masih anak ne stata iri malaksana corah, pragat melaksana ban kaluwihanne, ne jani idewek kanggoang Nunas ica doen.Keto suba baat kenehe baaan laksana anak ne sing mabudi, yan tuara buin inget teken Suecan Ida Hyang Widhi. idewek suba pasti memeteng.
Yan tuutin kenehe pasti sengsarane kepangguh, yan jani dadi plapannang gelah. Yan tusing masih anti pang pindo pang telu enu malaksana corah entoo manusa pantes nerima karmawesanne.
bersambung....

11/08/2012

MENGHIDUPKAN IMAJINASI

      Saya tambah yakiin lagi setelah membaca paparan pk Oles dalam leadership class pada koran renon. Kehidupanku diputar acak dalam rekaman mimpi, kadang ku merenuung,,,,, teryata mimpi itu bisa nyata dan tidak. Taukah anda mimpi yang nyata dalam hidupku, mimpi yang nyata dalam hidupku hanyalah permulaan kecil yang bermula dari kesempatan yang deberikan oleh Pimpinan Institut IKIP PGRI Bali, disitu saya diberikan suatu penghormatan yang membuat bangga akan diri ini. disana saya mulai aktif sejak tahun 2011 bulan juli  pas menjelang ultahku. Puji Tuhan kehidupan alam mimpi ini semakin membuat teka-teki dalam hidupku. Disaat-saat mulai  melahkah tuk bisa berkarir lebih baik permasalahan keluarga tiada hentinya sampai-sampai rumahpun ikut mu disita bang karena kelalain kami sekeluarga. banyak utang disana-sini dan juga banyak yang menipu kejujuran kami. saat ini ku kan bangkitkan lagi impianku ingin menjadi seorang yang yang bisa sejatrakan keluarga dan lingkungan sekitar, masalah jabatan ataupun gelar itu rasanya juga penting namun saat ini aku hanya bisa bermimpi. Mimpi ini akan kuwujudkan dengan apa yang dilakoni oleh banyak pemimpin-pemimpin besar dan para pengusaha besaar. Yakinku sekarang meski bekal hidup didenpasar minim, aku tak kan menyerah melalui sikap dan ketekunanku aku akan bangkitkan imajinasiku tuk gapai harapan. jika kita kembalai dalam mimpi yang tak nyata itu adalah mimpi yang hanya hayalan belaka tak ada suatu kenyataaan. Bersambung kembali dengan mimpi yang nyata, sebelum aku mendapat kepercayaan, aku bermimpi menjadi seorang pendaping para Dewa menunggangi seekor kuda.
     Teryata Tuhan maha pengasih dan penyayang melalui imajinasi dan harapan doa serta sikap, imajinasiku terwujud jadi kenyataan dan kini aku baru juga menjadi seorang  guru  onorer di salah satu sekolah kejuruan Negeri di Denpasar. Ku tambah yakin lagi dan yakin imajinasi bukan sekedar mimpi tidur yang diputar acak diluar kemampuan kita. Imajinasi sudah ditetapkan dan ditegaskan dengan keinginan kita dalam keadaan sadar dan diputar 24 jam setiap hari dalam pikiran bawah sadar. Kata pak oles orang yang bisa mewujudkan imajinasi adalah orang yang jenius so,,, hehehe jadi aku termasuk didalamnya dong hahahahaaaaaaaa......
Dikatakan lagi oleh beliau kualitas hidup kita tergantung dari imajinasi kita. Imajinasi kecil memberikan hasil dan kualitas hidup yang kecil, imajinasi besar memberikan hasil dan kualitas hidup yang besar, tanpa imajinasi akan berdampak memberikan hasil dan kualitas hidup yang tak jelas.
     Dalam bekerja dimanpun kita, kita harus mempunyai serta mampu menghidupkan imajinasi kita, yaitu suatu gambaran yang besar yang akan dicapai atau dihasilkan dalam hidup dan pekerjaan kita dalam kurun waktu tertentu.  Bagaiman kita memiliki imajinasi???? kita harus memiliki kebranian dan kreativitas untuk menggambarkan kehidupan kita pada masa yang akan datang. Oleh karena itu imajinasi sangat penting, maka hidupkanlah imajinai anda. Saya takin imajinasi akan terwujud bila disertai dengan kerja keras, tekun dan sabar. Mulai detik ini akan kuhidupkan imajinasi ini. kan ku imajinasikan diri ini menjadi seseorang yang sejatra menjadi seorang pemimpin yang bijaksana.
    Salam sejatra buat kita, tunggu kisah kenyataaan ini dari imajinasi  ku 5 tahun kedepan,,,
Bagaimanakah?
Masihkah menjadi guru onor?
Apakah menjadi pengusaha?
Menjadi PNSkah?
menjadi Dosen atau guru besarkah? hehehehe Puji Tuhan,,,,,
Damai buat kita selalu..... mari kita hidup dengan cinta kasih,,,,,,,,,,,,,,,,,,
tulisan ini hanyalah sekilas ulasan hidupku seusai kuliah......
     

MASALAH DALAM PENELITIAN

Masalah merupakan salah satu komponen penting dalam penelitian. Tidak ada masalah berarti tidak ada penelitian karena dari masalah itulah seluruh kegiatan penelitian berawal. Masalah dapat didefinisikan sebagai kesenjangan yang terjadi antara apa yang diharapkan dengan apa yang ditemukan atau dilaksanakan. Kegagalan siswa SMA di Jakarta Timur dalam menguasai bahasa Inggris merupakan masalah. Dalam hal ini, kemampuan berbahasa Inggris komunikatif sebagaimana dirumuskan dalam kurikulum merupakan tujuan yang harus dicapai (ideal), sedangkan ketidak-mampuan mereka dalam menggunakan bahasa Inggris untuk komunikasi harian, seperti membaca koran bahasa Inggris, menulis surat, dan berbicara dengan orang lain merupakan sebuah kondisi yang sebenarnya (faktual). Dari kondisi tersebut dapat diketahui adanya ketidaksesuaian dan kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang ditemukan di lapangan, dan itulah yang dinamakan masalah. Sebagai kondisi yang tidak ideal, masalah perlu diselesaikan atau dicarikan jalan penyelesaiannya. Salah satunya adalah melalui penelitian. Masalah tidak sama dengan topik penelitian. Topik itu tidak perlu ditulis secara panjang lebar, tetapi dapat ditulis secara singkat sebagai judul penelitian. Tentu saja dari topik yang diangkat dapat diketahui apa masalah yang sedang diteliti, meskipun demikian tidak semua topik mengandung masalah yang jelas. Oleh karena itu, masalah masih tetap perlu ditulis dan diuraikan secara lebih jelas agar kesenjangan yang terjadi dapat teridentifikasi secara mudah dan cepat.