Menulis di atas rontal pada
dasarnya berbeda dengan menulis biasa (aksara latin), dalam menulis rontal
tidak terdapat jarak kata sepanjang rangkaian kata atau kalimatnya belum
berakhir. Di dalam menulis rontal ada beberapa hal yang yang harus diperhatikan
: (1) sarana-sarana yang diperlukan
dalam menulis rontal, (2) cara menulis rontal.
Sarana-Sarana Dalam Menulis Di Daun Rontal
Sarana yang paling pokok ialah rontal siap tulis, disamping
sarana-sarana lainnya. Untuk lebih jelasnya sarana-sarana itu adalah sebagai
berikut :
1.
Rontal atau daun tal
yang siap ditulis.
2.
Pangrupak/ pangutik.
3.
Bantalan kasur kapuk ukuran kecil sebagai alat menulis.
4.
Dulang dari kayu sebagai tempat menulis.
5.
Penggaris dan pensil.
6.
Serbuk kemiri atau nagasari yang dibakar.
7.
Panakep dari kayu, bambu atau pupug (pelepah pohon enau) yang
disesuaikan dengan ukuran rontal.
8.
Benang dan uang kepeng.
9.
Keropak kayu atau tempat penyimpanan.
Cara Menulis Di Daun Rontal
Menurut Geria (2008: 50) menyatakan ada sejumlah tata cara
ritual kaitannya dengan penulisan di atas rontal disebutkan dalam
Saraswati, PNRI.Lt.147: 6a sebagai berikut
:
1.
Sebelum memulai
menulis harus memohon keselamatan kepada Hyang Yosiswara yang difilsafatkan di kedua
mata penulis. Bhagawan Reka pada ujung pengutik/pengrupak, sehingga tercapai
sesuatu yang utama dan bermakna.
2.
Tidak boleh mematikan
aksara dengan mencoret karena dapat berakibat pendek umur, antara lain (a) jika
mencoret ulu akan berakibat buta dan sakit kepala, (b) jika mencoret suku akan
berakibat sakit lumpuh (kaki lemas), (c) jika mencoret taleng dan wisah/bisah
akan berakibat sakit pinggang.
Bertolak dari
keterangan di atas, maka wajarlah jika dalam lontar jarang ditemui aksara yang
dicoret atau dihapus (bukan berarti tidak ada kesalahan penulisan). Seandainya
terjadi kesalahan harus dibubuhi pengangge (pakaian) tambahan sehingga aksara
menjadi mati atau tidak berbunyi apa- apa. Menurut Jelantik
(2008: 70-75) menyatakan dalam menulis rontal ada beberapa langkah yangf harus
dilalui, seperti dalam uraian berikut :
1.
Pertama yaitu dengan membuat garis pinggir. Pada saat membuat
garis pinggir, yang perlu diperhatikan yaitu jarak lobang ujung kiri (A), ke
jarak lobang tengah (B) dan jarak lobang tengah (B) ke lobang paling kanan (C),
jarak lobang A ke B lebih dekat dibandingkan jarak lobang B ke C. Ini artinya
menulis rontal mulai dari ujung kiri (lobang A).
2.
Setelah proses
di atas selesai barulah menulis, dengan pembuka, apakah bentuk panten,
berbentuk mangajapa, atau carik kalih. Kemudian dilanjutkan dengan membuat
mulastawa yaitu Om Awignamastu, tutup
lagi dengan pembuka.
3.
Pada waktu menulis, rontal digenggam dengan tangan kiri,
rontal yang digenggam jumlahnya lebih dari satu. Rontal yang akan ditulisi sama
sekali tidak boleh ditulis seperti menulis buku (neplek di meja), jika rontal
ini selesai ditulis karena neplek, rontal ini disamakan dengan ental tulah, dan
tidak boleh dibaca, tidak boleh dibuang. Yang juga disebut ental yang ditulisi
mulai dari lubang C, ini juga tidak boleh dibaca, biarkan rusak dengan
sendirinya.
4.
Siapkan lungka-lungka, yaitu kasur kecil yang ukururannya 30
cm persegi yang fungsinya sebagai bantal/bersandarnya punggung tangan kiri.
5.
Dulang atau meja
sebagai alas tangan waktu menyurat, dan juga siapkan canang cari, dupa dan
sebagainya untuk memuja Sang Hyang Saraswati.
6.
Pengasah (sangihan)
yaitu benda yang berfungsi untuk mengasah pengrupak. Apabila pengrupak kurang
tajam sangat berpengaruh terhadap penulisan rontal, misalnya tulisan yang akan
menjadi badag, yaitu besar-besar dan lontar tidak tergores.
7.
Waktu menulis rontal,
sistem penulisannya menggunakan jajar sambung, bukan pasang jajar palas. Pasang
jajar sambung artinya kata-kata yang akan ditulis dalam satu kalimat terus
menyambung tanpa ada spasi, menyambungnya ke kanan dan jangan menggunakan
adeg-adeg di tengah.
8.
Apabila satu halaman
rontal sudah penuh baliklah rontal itu dari bawah ke atas, bukan dari ujung
kanan ke kiri.
9.
Penyurat rontal
hendaknya memahami oasang aksara Bali, hal ini disebabkan supaya tidak terjadi
kesalahan makna terhadap isi lontar. Pasang aksara ini sangat berperan besar,
sebab banyak kata-kata yang sama dalam pengucapannya, namun beda dalam
penulisannya, dan berbeda pula maknanya.
10. Siapkan penghitam lontar, yaitu buah kemiri
yang disangrae (manyahnyah), sampai betul-betul gosong (hitam), buah jarak yang
sudah kering dipohonnya juga baik dipergunakan. Ada juga orang yang menggunakan
buah nagasari yang masak (ngulungang iba), cara membuatnya juga disangrae. Atau
boleh penghitam yang lain pada waktu menghitamkan disebut dengan nyipat sastra.
11. Jika proses di atas telah dilakukan, biarkan
penghitam tersebut meresap sebentar, kemudian digosok satu arah ke kanan dengan
kapas atau lap. Gosok atau di lap sampai bersih betul, guratan-guratan aksara
bali yang tadinya hanya guratan yang tidak tampak akan kelihatan sangat jelas
dan hitam hurufnya.
12. Apabila satu judul lontar telah selesai
disipat. Susunlah sesuai dengan halaman lontar. Satu judul lontar yang telah di
tulis disebut satu cakep. Posisi atau letak halaman lontar, ialah untuk lontar
halaman satu ditulis satu rai (satu muka) saja, yang diberi halaman adalah
basang rontal, yaitu rontal yang sisiknya lebih halus kemudian pada waktu
melanjutkan ke lontar berikutnya, letak halamannya di tundun (sisik rontal yang
agak keras dan agak kasar).
13. Siapkan benang kemong kurang lebih panjangnya
antara 40-50 cm, yang fungsinya untuk menyusun menurut halaman lontar agar
tidak berserakan. Masukkan benang tersebut pada B (ditengah).
14. Siapkan penjepitnya yang dinamakan tapes
lontar, fungsinya adalah agar daun lontar tetap lurus dan terhindar dari
kelembaban udara. Biasanya lontar-lontar yang berada paling pinggir akan cepat
robek dan jamuran jika tanpa tapes.
15. Di kedua ujung benang diisi uang bolong
(kepeng) masing-masing satu biji saja, yang bertujuan untuk mengancing agar
tetap utuh dalam satu cakepan.
16. Jika memungkinkan simpanlah cakepan anda
dikeropak lontar, agar terjamin kawetannya. Untuk menjaga dan melestarikan
isinya agar tidak hilang tanpa makna. Jangan sekali-kali menaruh lontar pada
keben, apabila ditaruh pada neb bale yang jarang diambil dan dicocor hujan jika
ini terjadi anda melakukan kesalahan besar, yaitu lontar akan gempel dan rusak,
isinya hilang dan sulit dibaca.
17. Pada waktu disimpan di keropak, berilah kapur
barus secukupnya atau oleskan racun serangga pada waktu menyimpannya, dan
lontar agar sering-sering dibaca.
18. Cara merawat lontar
yang paling baik adalah bukan disimpan pada gedong pelinggih yang keramat dan
pingit (kecuali babad, prasasti, piagem, purana) cara perawatan yang paling
baik adalah baca...baca...baca... dan di baca.
19. Yang perlu diingat
oleh penulis lontar ialah tentang ceciren yaitu identitas asal lontar yang
ditulis, kapan selesai ditulis dan identitas penulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar