"OM AWIGNAMASTU NAMA SIDDHEM OM SWASTIASTU" SEMOGA SEMUA DALAM PERLINDUNGAN TUHAN, SELAMAT MEMBACA DAN SEMOGHA BERMANFAAT.jangan lupa kunjungi videobsaya di link https://youtu.be/-UJdPDAjETM

7/26/2011

ANALISIS INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN BADUNG PADA TAHUN 2002-2007 (STUDI KOMPARATIF ANTARA KABUPATEN BADUNG DAN KABUPATEN KARANGASEM) DALAM UPAYA MENGURANGI ANGKA PENGANGGURAN



BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan nasional mempunyai dampak atas pembangunan daerah, sebab daerah merupakan bagian internal dari suatu negara. Indonesia merupakan negara kesatuan, dimana rencana pembangunan meliputi rencana nasional maupun rencana regional. Pembangunan (ekonomi) nasional mempunyai dampak atas struktur ekonomi nasional dan stuktur ekonomi daerah begitu juga sebaliknya. Contohnya, keguncangan perekonomian nasional tentu sedikit banyaknya akan berimbas pada perekonomian di daerah. Untuk mengatasi hal itu, dan dengan makin pesatnya pembangunan nasional yang dilakukan, keberadaan indikator ekonomi makro makin dibutuhkan, tidak saja di tingkat pusat tetapi sampai tingkat daerah/Kabupaten yang berguna untuk memberikan gambaran kepada masyarakat tentang keadaan perekonomian yang sedang terjadi ataupun digunakan untuk pembuatan rancangan perekonomian di masa yanga akan datang.    
Apalagi sejak diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan di daerah (Otonomi Daerah), pemerintah daerah dituntut untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat setempat berdasarkan kemampuan, aspirasi dan prakarsa mereka sendiri. Dengan pendekatan yang berbasis daerah, diharapkan permasalahan pembangunan wilayah dapat didekati secara lebih riil dan akurat. Untuk menunjang tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi tentunya diperlukan data-data kongkrit untuk mencapai pertumbuhan yang diharapkan.
Sebagai contoh dalam pelaksanaan UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan di daerah (Otonomi daerah) adalah Kabupaten Badung yaitu adanya pemekaran dengan adanya Badung Selatan dan Badung Utara, dan Kabupaten Karangasem. Dengan berdirinya daerah pemekarannya yang baru tentunya dapat berimbas pada adanya perubahan indikator ekonomi daerah tersebut yang mungkin dapat berpengaruh positif ataupun sebaliknya.
Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu adanya suau kajian yang dapat menerangkan kondisi Kabupaten Badung setelah terjadinya pemekaran kota. Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN  BADUNG PADA TAHUN  2002-2007 (STUDI KOMPARATIF ANTARA KABUPATEN BADUNG DAN KABUPATEN KARANGASEM) DALAM UPAYA MENGURANGI ANGKA PENGANGGURAN”



1.2. Rumusan Masalah
            Dari latar belakang diatas maka bisa dijadikan rumusan masalah sebagai yaitu untuk mengetahui
1. Perbandingan Indikator Makro Ekonomi (Elastisitas Dan Rata-Rata Pertumbuhan) Kabupaten Badung Dan Kabupaten Karangasem  Dalam Upaya Menanggulangi Pengangguran.
2. Tidakan Apa yang harus dilakukan pemerintah untukmenanggulang pengangguran setelah perbandingan Indikator Makro ekonomi.

1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diidentifikasi, maka penulis menetapkan tujuan penelitian sebagai berikut :
a.       Untuk mengetahui Trend perkembangan indikator makro ekonomi Kabupaten Badung dan Kabupaten Giayar periode 2006-2010.
b.      Untuk mengetahui perbandingan indikator makro ekonomi  (elastisitas dan rata-rata pertumbuhan) Kabupaten Badung dan Kabupaten Giayar periode 2006-2010..
c.       Untuk mengetahui apakah di Kabupaten Badung dan Kabupaten Giayar terjadi paradox of growth atau tidak periode 2006-2010.  


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Maju mundurnya perekonomian suatu daerah dapat tercermin dari besaran indikator makro ekonomi daerah tersebut. Unuk itu, perlu adanya suatu studi kajian yang menerangkan tentang besaran indikator daerah yang diteliti. Studi kasus yang terdapat di daerah objek penelitian Kabupaten Badung dan Kabupaten Giayar dengan besaran indikator makro ekonomi yang dipakai di kedua kabupaten tersebut terdapat kesamaan beberapa indikator ekonominya. Kesamaan dari besaran indikator ekonomi kedua kabupaten tersebut adalah:
1.      indikator Indeks Pemabngunan Manusia (IPM)
2.      Indikator Inflasi
3.      Indikator PDRB (atas dasar harga Berlaku)
4.      Indikator Jumlah Penduduk
5.      Indikator Laju Pertumbuhan Penduduk
6.      Indikator Jumlah Pengangguran
7.      Indikator Laju Pertumbuhan Ekonomi
8.      Indikator Jumlah Penduduk Miskin
9.      Kesempatan Kerja
Secara spesifik pengertian dari indikator-indikator ekonomi yang dimaksud akan diuraikan sebagai berikut :

2.1   Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Untuk mengukur tingkat kesejahteraan manusia, masyarakat, Morris D Morris menemukakan Physical Quality of Life Indeks (PQLI) atau indeks kualitas hidup (IKH) merupakan gabungan dari 3 indikator; tingkat harapan hidup, angka kematian, dan tingkat melek huruf (Lincolyn Arsyad, 1999:37) dan terus dikembangkan oleh UNDP (United Nation Depelopment Program) PBB 1990 dengan nama indeks pembangunan manusia (Human Depelopment Indeks = HDI) dimana indikator-indikator, kriteria HDI merupakan perluasan dari PQLI. Indikator yang digunakan adalah: (1) tingkat harapan hidup, (2) tingkat melek huruf masyarakat, (3) tingkat pendapatan riil per kapita berdasarkan daya beli masing-masing negara, “the HDI summarizes a great deal of social performance in a single composite index three indikator I longevity (a proxy for health and nutrition, education and living standars as income real percapita with as real percapita GDP” (Nafziger,1997:30). Masing-masing indeks besarnya antara 0 sampai dengan 1,0 semakin mendekati 1 indeks pembangunan manusianya tinggi demikian  juga sebaliknya. (Lincolyn Arsyad, 1999:38)
Tujuan dari HDI adalah “the goal was both massive and simple,with far ranging implication going beyond income to asses the level of peoples long term well being”(www.undp.or .id/about/microsoft/html)yang merupakan suatu indekskomposit yang dibentuk dari 3indikator tadi untuk mengukur tingkat keberhasilan (performance)suatu wilayah dalam meningkatkan kualitas sosial.Menjadikan manusia dan masyarakat ditempatkan sebagai titik pusat dari segenap gerak pembangunan sekaligus modal dasar kekuatan faktor dominan dan sasaran utama pembangunan.

2.2   Inflasi
Pengertian inflasi menurut Nopirin (1992), adalah suatu proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus menerus selama satu periode tertentu. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada sebagian besar dari harga barang-barang lain. Kenaikan harga ini diukur dengan menggunakan Indeks Harga Perdagangan Besar. Beberapa Indeks Harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi antara lain : Indeks Biaya Hidup, Indeks Harga Perdagangan Besar, GNP Deflator.

2.3 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah atau jumlah  nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah dalam satu tahun. (PDRB Kab. Badung Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004).
Dalam konsep pendapatan hanya digunakan konsep “domestik” yang berarti seluruh nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai kegiatan ekonomi di suatu wilayah atau region Kabupaten/Kotamadya tanpa memperhatikan siapa pemilik faktor produksinya.
Menurut BPS (1997), pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat dilihat berdasarkan pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran, dengan penjelasan sebagai berikut :
a.       Menurut pendekatan produksi, PDRB merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).
b.      Menurut pendekatan pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa rumah, bunga modal dan keuntungan. Semua hitungan tersebut sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak lainnya.
c.       Menurut pendekatan pengeluaran, PDRB adalah penjumlahan semua komponen permintaan akhir, yaitu:

2.4 Penduduk
Menurut Winardi (1996), penduduk (population) adalah jumlah orang-orang yang hidup dalam daerah tertentu misalnya di kota, di desa, dan suatu Negara atau dunia. Dalam ilmu statistic, istilah population tidak terbatas hanya orang-orang saja, melainkan diterapkan pula pada tiap kumpulan items, dariman diambil suatu sample.
Menurut Laksmi Prihantoro (1989), penduduk adalah semua orang yang bertempat tinggal pada suatu Negara atau daerah tertentu pada waktu tertentu.
Menurut Christopher Pass(1999), penduduk adalah jumlah total manusia yang tinggal dalam suatu Negara. Besarnya poulasi tersebut ditentukan tingkat kelahiran dan kematian di masa yang lalu dan sekarang serta kecendurungan migrasi.
      Pertumbuhan penduduk diakibatkan oleh tiga komponen yaitu : Kelahiran. (fertlitas), Kematian (mortalitas), Migrasi



2.5 Laju Pertumbuhan Penduduk
Laju pertumbuhan penduduk adalah angka yang menunjukkan tingkat pertambahan penduduk per tahun dalam jangka waktu tertentu. Angka ini dinyatakan sebagai persentase atau pun laju Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan waktu sebelumnya
Indikator tingkat pertumbuhan penduduk sangat berguna untuk memprediksi jumlah penduduk di suatu wilayah atau negara dimasa yang akan datang. Dengan diketahuinya jumlah penduduk yang akan datang, diketahui pula kebutuhan dasar penduduk ini, tidak hanya di bidang sosial dan ekonomi tetapi juga di bidang politik misalnya mengenai jumlah pemilih untuk pemilu yang akan datang. Tetapi prediksi jumlah penduduk dengan cara seperti ini belum dapat menunjukkan karakteristik penduduk dimasa yang akan datang. Untuk itu diperlukan proyeksi penduduk menurut umur dan jenis kelamin yang membutuhkan data yang lebih rinci yakni mengenai tren fertilitas, mortalitas dan migrasi.
Beberapa determinasi yang menyebabkan perubahan pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatan-kekuatan yang menambah dan kekuatan-kekuatan yang mengurangi jumlah penduduk. Pertumbuhan penduduk dapat dinyatakan dengan rumus :
Pt = Po + ( F  - M ) + ( Mi – Mo ) Dimana :
Pt =  Jumlah Penduduk pada tahun t
Po= jumlah penduduk pada tahun dasar
F = Kelahiran ( Fertilitas)
M = Kamatian ( mortalitas )
Mi = In migrasi ( jumlah penduduk yang masuk )
Mo=Out migration (Jumlah penduduk yang keluar)

2.6  Pengangguran
Pengangguran Terbuka merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah penah berkerja), atau sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. (Badan Pusat Statistik.)
Pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya (Sadono Sukirno, 1995:15). Seseorang yang tidak bekerja tetapi tidak secara aktif mencari pekerjaan tidak tergolong sebagai penganggur. Faktor utama yang menimbulkan pengangguran adalah kekurangan permintaan  agregat tetapi disamping itu faktor lain yang menimbulkan pengangguran adalah :
a.       Menganggur karena ingin mencari kerja yang lebih baik,
b.      Pengusaha menggunakan peralatan produksi modern yang mengurangi penggunaan tenaga kerja.
c.       Ketidaksesuaian diantara keterampilan pekerja yang sebenarnya dengan keterampilan yang diperlukan dalam industri-industri.
Dampak yang terjadi dari pengangguran adalah dengan pengangguran maka akan mengurangi pendapatan masyarakat, dan ini akan mengurangi tingkat kemakmuran yang mereka capai. Ditinjau dari sudut individu, penganguran menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan social kepada yang mengalaminya. Ketiadaan pendapatan mnyebabkan para pengangur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya disamping itu dapat menggangu taraf kesehatan keluarga. Pengangguran yang berkepanjangan menimbulkan efek psikologis yang buruk . apabila keadaan pengangguran di suatu Negara atau daerah sangat buruk, kekacauan politik dan social selalu berlaku dan menimbulkan efek yang buruk kepada kesejahteraan masyarakat dan prospek pembangunan ekonomi dalam jangka panjang.

2.7  Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya diartikan sebagai suatu proses dimana PDB Riil atau pendapatan Riil perkapita meningkat secara terus menerus melalui kenaikan produktivitas perkapita (Dominique Salvator: 1997).
Gerardo (1991) mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi (economic growth) didefinisikan sebagai peningkatan dalam kapasitas suatu bangsa jangka panjang untuk memproduksi aneka barang dan jasa bagi rakyatnya. Kapasitas ini bertumpu pada kemajuan teknologi produksi. Secara konvensional, pertumbuhan diukur dengan kenaikan pendapatan nasional (PNB,PDB) perkapita.
     Teori pertumbuhan yang dikemukakan oleh Robert Solow menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung kepada pertambahan penyediaan faktor  produksi (penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal) dan kemajuan teknologi. Pandangan teori ini didasarkan kepada anggapan yang mendasari analisis klasik, yaitu perekonomian akan tetap mengalami tingkat pengerjaan penuh (full employment) dan kapasitas peralatan modal akan tetap sepenuhnya digunakan sepanjang waktu. Dengan kata lain, sampai dimana perekonomian akan berkembang tergantung pada pertambahan pernduduk, akumulasi kapital, dan kemajuan teknologi (Lincolin Arsyad, 1999).


2.8  Kemiskinan
Menurut Benyamin White, "yang dimaksud dengan kemiskinan adalah tingkat kesejahteraan masyarakat terdapat perbedaan kriteria dari satu wilayah dengan wilayah lain". Dan menurut M. Jauhari Wira Karta Kesuma, "kemiskinan adalah tentang adanya pertambahan kesejahteraan penduduk di kota yang terus meningkat, sementara penduduk yang berada di pedesaan relatif stabil ataupun menurun serta belum terlihat kecenderungan untuk membaik."
Menurut Prof. Mubiyarto menyebutkan bahwa pengertian kemiskinan tersebut adalah rendahnya taraf kehidupan suatu masyarakat baik yang berada di pedesaan maupun yang berada di daerah perkotaan.
Menurut  (BPS dan Depsos, 2002:4) Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya.
Menurut (SMERU dalam Suharto dkk, 2004) Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntunan non-material yang diterima oleh seseorang. Secara luas kemiskinan meliputi kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.

2.9  Kesempatan Kerja
Kesempatan kerja merupakan hubungan antara angkatan kerja dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja. Pertambahan angkatan kerja harus diimbangi dengan investasi yang dapat menciptakan kesempatan kerja. Dengan demikian, dapat menyerap pertambahan angkatan kerja. Dalam ilmu ekonomi, kesempatan kerja berarti peluang atau keadaan yang menunjukkan tersedianya lapangan pekerjaan sehingga semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja dalam proses produksi dapat memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahlian, keterampilan dan bakatnya masing-masing. Kesempatan Kerja (demand for labour) adalah suatu keadaan yang menggambarkan/ketersediaan pekerjaan (lapangan kerja untuk diisi oleh para pencari kerja). Dengan demikian kesempatan kerja dapat diartikan sebagai permintaan atas tenaga kerja.
Sementara itu, angkatan kerja (labour force) menurut Soemitro Djojohadikusumo didefinisikan sebagai bagian dari jumlah penduduk yang mempunyai pekerjaan atau yang sedang mencari kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang produktif. Bisa juga disebut sumber daya manusia. Banyak sedikitnya jumlah angkatan kerja tergantung komposisi jumlah penduduknya. Kenaikan jumlah penduduk terutama yang termasuk golongan usia kerja akan menghasilkan angkatan kerja yang banyak pula. Angkatan kerja yang banyak tersebut diharapkan akan mampu memacu meningkatkan kegiatan ekonomi yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada kenyataannya, jumlah penduduk yang banyak tidak selalu memberikan dampak yang positif terhadap kesejahteraan .



BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Metode
      Sesuai dengan pendapat dia atas, metode yang digunakan dalam penelitian ini  adalah metode deskriptif, dimana menurut Suharsimi Arikunto (1990), metode deskriptif adalah pengumpulan informasi mengenai suatu gejala yang ada, yaitu keadaan menurut apa adanya pada saat penelitian dilaksanakan.
      Menurut Nazir, M. (1999 : 63) pendekatan analisis deskriptif kuantitatif yaitu suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu system pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang, mempunyai tujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki..
Artinya, bahwa penelitian ini hanya difokuskan pada satu kasus yaitu kasus analisis indikator makro ekonomi Kabupaten Badung pasca pemekaran wilayah Daerah Kabupaten Badung menjadi Kabupaten Badung Selatan Dan Kabupaten Badung Utara (daerah induk). Sementara itu, permasalahan penelitian sebagaimana dikemukakan di atas, dijawab melalui teknik dan prosedur mendeskripsikan berbagai data kuantitatif empirik pada periode pasca pemekaran wilayah.

3.2 Teknik Pengumpulan data
3.2.1 Sumber Data
          Sesuai dengan jenis data yang digunakan yaitu data sekunder, maka teknik pengumpulan yang dilakukan dalam hal ini yaitu dengan menelaah data-data sekunder yang ada dalam berbagai dokumen resmi Pemerintah Daerah. Dokumen resmi yang digunakan terutama adalah adalah:
a.   Badung Dalam Angka beberapa edisi, yang diterbitkan oleh Kantor Statistik Kabupaten Badung;
b.  Dokumen Laporan Pertanggungjawaban Bupati Badung, beberapa tahun;
c.   Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pemda Kabupaten
d.  Dokumen lainnya

3.2.2  Prosedur Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data sekunder yang diperlukan, penulis melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a.       Studi kepustakaan yaitu dengan membaca litelatur-litelatur bidang ekonomi dan pembangunan yang digunakan sebagai landasan kerangka berfikir dan teori yang sesuai dengan topik penelititan.
b.      Penelitian dokumenter yaitu dengan menelaah dan menganalisa laporan-laporan mengenai ekonomi dan pembangunan yang diterbitkan diantaranya oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Bappeda, LKPJ Bupati dan dokumen lainnya.

3.3  Model dan Teknik Analisis Data
3.3.1   Alat Anlaisis
3.3.1.1 Teknik komparatif
Teknik komparatif dimaksudkan untuk membandingkan kinerja pembangunan indikator makro ekonomi Kabupaten Tasikmalaya sesudah pemekaran wilayah.dengan indikator makro ekonomi Kabupaten Giayar.



3.3.1.2  Teknik Pertumbuhan
Teknik pertumbuhan dilakukan untuk melihat pertumbuhan dari beberapa indikator kinerja pembangunan selama periode pengamatan. Formulasi pertumbuhan yang digunakan sebagai berikut:
X(t) – X(t-1)

G =         

    X(t-1)

 





Dimana :
G        = growth (pertumbuhan)
X (t)  = variable perhitungan pada waktu t
X (t-1) = variable perhitungan pada waktu (t-1)

3.3.1.3  Perhitungan Trend
Trend merupakan suatu gerakan kecenderungan naik atau turun dalam jangka panjang yang diperoleh dari rata-rata perubahan dari waktu ke waktu dan nilainya cukup rata (smooth). Menghitung nilai trend dapat dilakukan dengan beberapa metode, dalam tulisan ini akan disampaikan tiga metode yang paling sering digunakan yaitu:
a. Metode kuadrat terkecil (least square method)
Perhitungan nilai trend dengan metode ini juga biasa disebut dengan metode linier yang dilakukan dengan menggunakan persamaan:
YX = a + bX ……..dimana:
Y adalah data time series periode X
X adalah waktu ( tahun)
a dan b adalah bilangan konstan
Nilai a dan b diperoleh dari:
a = ΣY / n atau a = Y
b = ΣXY / ΣX²
b. Metode trend kuadratis (Quadratic trend method)
Menghitung nilai trend dengan metode ini dilakukan dengan menggunakan persamaan:
YX = a + bX + cX²                       dimana:
Y adalah data time series periode X
X adalah waktu (tahun)
a, b dan c adalah bilangan konstan
Nilai a dan b diperoleh dari:
a = ((ΣY)(ΣX². X²)-(Σ X².Y)(Σ X²)) / n(ΣX². X²)-(ΣX²)²
b = ΣX.Y / Σ X²
c = (n.(Σ X².Y)-(Σ X²)(ΣY)) / n(ΣX². X²)-(Σ X²)²
Untuk menentukan metode yang paling baik dari metode tersebut harus dipilih metode yang mempunyai derajat kesalahan paling kecil yaitu yang mempunyai selisih antara data asli (actual) dengan hasil estimasi (trend) yang paling kecil. Untuk mengukurnya dilakukan dengan menggunakan persamaan  Perhitungan nilai trend dapat juga dilakukan dengan menggunakan software SPSS, dan untuk menentukan metode yang paling baik adalah memilih metode yang mempunyai nilai Standard Error paling kecil dan R-square yang paling besar.
3.3.1.4  Konsep Elastisitas
Konsep elastisitas menunjukan tanggapan atau kepekaan dari suatu varibel terikat karena adanya perubahan dalam varibel bebas tertentu. Besarnya koefisien elastisitas ini ditunjukan oleh perbandingan anatara persentase pertumbuhan dalam varibel terikat dan persentase variable bebas yang mempengaruhi.
Formulasi elastisitas yang digunakan sebagai berikut :
1.  Elastisitas Kesempatan Kerja terhadap PDRB
    % Perubahan Kesempatan Kerja
    E  =
                     % Perubahan PDRB

2.  Elastisitas pengangguran terhadap inflasi
      % Perubahan Pengangguran
  E  =
                         Perubahan Inflasi



3.3.1.5  Analisis koefisien korelasi (R)
Analisis koefisien korelasi (R) Yaitu untuk melihat besarnya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.

3.3.1.6  Koefisien Determinasi (R2)
            Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas dalam menerangkan secara keseluruhan terhadap variabel terikat.
TSS
 
ESS
 
=
 
R2
 
           



Dimana:
TSS     : Jumlah Total Kuadrat
RSS     : Jumlah kuadrat Residu
ESS     : Jumlah Kuadrat yang Dijelaskan

3.3.2        Alat Pengujian
1. Uji Statistik
(1). Uji t
Uji t dilakukan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel bebas secara individu terhadap variabel terikat dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Hipotesis statistiknya adalah:
Ho  :  Diduga terdapat paradoks pertumbuhan ekonomi, artinya variabel bebas yang diestimasi secara parsial tidak memberikan pengaruh terhadap variabel terikat. Dalam hal ini peningkatan pertumbuhan ekonomi tidak mampu menurunkan jumlah pengangguran, tingkat kemiskinan,
Ho  : Diduga terdapat paradoks pertumbuhan ekonomi, artinya variabel bebas yang diestimasi secar parsial memberikan pengaruh terhadap varabel terikat. Dalam hal ini peningkatan pertumbuhan ekonomi mampu menurunkan jumlah pengangguran, tingkat kemiskinan,
Adapun nilai t-statistik (thitung)  diperoleh dari:

Keterangan:
Î’i      : Koevisien varoabel bebas ke-i
Sβi     : Simpangan baku (standar deviasi) dari variabel bebas ke-i
Kemudian thitung tersebut dibandingkan dengan ttabel dengan kriteria:
- thitung > ttabel   : Ho ditolak dan Ha diterima (signifikan)
- thitung < ttabel   : Ho diterima dan Ha ditolak (tidak signifikan)
2. Uji Autokorelasi
Untuk mendukung pengujian statistiknya yang telah dilakukan dan agar persamaan hasil regresi tersebut semakin memenuhi kriteria statistik dan dapat digunakan sebagai dasar analisis lebih lanjut maka diperlukan serial korelasi. Pada persamaan setiap pengujian statistik ”Durbin Watson”.
Hipotesisnya adalah:
Ho     :     βi     = 0 : berarti tidak ada autokorelasi
Ho     :     βi     ≠ 0 : berarti ada autokorelasi

BATAS KRITERIA DURBIN WATSON






  0         D1             Du       4-Du     4-D1         4
Jika nilai Dw hitung lebih kecil dari dl, berarti terdapat serial korelasi positif, jika nilai Dw hitung lebih besar dari 4-dl berarti terdapat serial korelasi negatif, sedangkan wilayah diantara dl dan du, serta diantara 4-du dan 4-dl merupakan daerah yang tidak dapat disimpulkan.
Du  <  dl       : Ho ditolak, terjadi autokorelasi
D  >  (4-dl)   : Ho ditolak, terjadi autokorelasi
Du<d<(4-du):Ho diterima, tidak terjadi autokorelasi








BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Trend Indikator Makro Ekonomi Kabupaten Badung dan Kabupaten Giayar

a.  Trend IPM
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa trend  perkembangan variabel  IPM Kabupaten Badung selama tahun 2006-2010 mengalami peningkatan setiap tahunnya sebesar 1,650000. Sedangkan  perkembangan IPM Kabupaten Karangasemselama tahun 2006-2010 mengalami peningkatan setiap tahunnya sebesar 0,286571. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa trend perkembangan variabel IPM Kabupaten Badung lebih baik dari pada Kabupaten Karangasem.
Lebih unggulnya peningkatan IPM di Kabupaten Badung dibanding dengan Kabupaten Karangasem tersebut lebih disebabkan karena program-program yang dikelola oleh pemerintah Kabupaten Badung untuk peningkatan IPM seperti Program GEMAR (Gerakan Multi Aktivitas Agribisnis) merupakan program yang berangkat dari kenyataan rendahnya indeks daya beli, adanya Sekolah Gratis, biaya kesehatan gratis, PPk-IPM,  dll.  bekerja secara optimal dan mengena terhadap keadaan masyarakat yang selajutnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupate Badung.
Grafik 4.1
 Perkembangan Trend Variabel IPM
Kabupaten Badung dan Kabupaten Karangasem

b.  Trend LPE
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa trend  perkembangan variabel  LPE Kabupaten Badung selama tahun 2002-2007 mengalami peningkatan setiap tahunnya sebesar 0,250857 %. Sedangkan  perkembangan LPE Kabupaten Karangasem selama tahun 2006-2010 mengalami peningkatan setiap tahunnya sebesar 0,202286 %. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa trend perkembangan variabel LPE Kabupaten Badung lebih baik dari pada Kabupaten Karangasem.
    Peningkatan Laju pertumbuhan ekonomi yang lebih unggul dibanding dengan kabupaten Karangasem tersebut lebih disebabkan oleh kinerja pemerintahan yang baik dan peningkatan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Badung disebabkan oleh naiknya produksi sektor pertanian terutama sub sektor Tanaman Bahan Makanan yang menyumbang cukup besar. Untuk itu, sumbangan dari sektor-sektor penyumbang LPE di Kabupaten Badung perlu lebih digali lagi seperti dari sektor pertanian yang masih merupakan sektor unggulan di Kabupaten Badung.
Grafik 4.2
Perkembangan Trend Variabel LPE
Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Karangasem

          
c.   Trend Inflasi
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa trend  perkembangan variabel  inflasi Kabupaten Badung selama tahun 2002-2007 mengalami peningkatan setiap tahunnya sebesar 0,124857 %. Sedangkan  perkembangan inflasi Kabupaten Karangasem selama tahun 2002-2007 mengalami penurunan setiap tahunnya sebesar -0,666714 %. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa trend perkembangan variabel inflasi Kabupaten Karangasem lebih baik dari pada Kabupaten. Badung.
Trend perkembangan inflasi di Kabupaten Badung yang tinggi lebih disebabkan oleh daya beli masyarakat di kabupaten Badung yang mulai tinggi pula salah satu sebab diantaranya di Kabupaten Badung mulai banyak bermunculan pusat perbelanjaan yang dapat menarik minat masyarakat untuk membelanjakan uangnya selain itu bisa dilihat dari pola hidup masyarakat yang konsumtif. Dari hal tersebut mengakibatkan jumlah uang yang beredar di masyarakat semakin banyak dan mengakibatkan kenaikan inflasi di Kabupaten Badung
Grafik 4.3
Perkembangan Trend Variabel Inflasi
Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Karangasem







d.  Trend PDRB
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa trend  perkembangan variabel  PDRB Kabupaten Badung selama tahun 2002-2007 mengalami peningkatan setiap tahunnya sebesar Rp. 902.710,6. Sedangkan  perkembangan PDRB Kabupaten Karangasem selama tahun 2002-2007 mengalami peningkatan setiap tahunnya sebesar Rp. 1.313.047. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa trend perkembangan variabel PDRB Kabupaten Karangasem lebih baik dari pada Kabupaten. Badung.
Kecilnya trend peningkatan PDRB di Kabupaten Badung setiap tahunnya disebabkan oleh sektor-sektor penyumbang PDRB yang ada, sekarang masuk ke wilayah administratif  Kota Tasikmalaya diantaranya yaitu sumbangan dari sektor jasa. Sehingga mengakibatkan pendapatan asli daerah Kabupaten Badung menjadi berkurang. Selain itu, potensi-potensi yang ada di Kabupaten Badung belum bisa dioptimalkan secara maksimal seperti potensi pariwisata pantai.

Grafik 4.4 
Perkembangan Trend Variabel PDRB
Kabupaten Badung dan Kabupaten Karangasem

e.   Trend Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Badung selama tahun 2002-2007 mengalami peningkatan setiap tahunnya sebesar 20.805,14 orang. Sedangkan  trend perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Karangasem selama tahun 2002-2007 mengalami penurunan  setiap tahunnya sebesar   2.021,114 orang . Dari data tersebut dengan asumsi penduduk yang memiliki SDM yang baik dan dapat dioptimalkan  maka dapat disimpulkan bahwa trend perkembangan variabel  jumlah penduduk Kabupaten Badung lebih baik dari pada Kabupaten. Karangasem.
Besarnya trend peningkatan jumlah penduduk Kabupaten Badung di banding dengan trend peningkatan Kabupaten Karangasem dikarenakan jumlah penduduk Kabupaten Badung setiap tahunnya mengalami peningkatan sedangkan di Kabupaten Karangasem jumlah penduduknya mengalami penurunan yaitu tahun 2003-2005 hal ini disebabkan karena adanya warga karangasem yang memilih lebih banyak merantau ke daerah lain.



Grafik 4.5
Perkembangan Trend Jumlah Penduduk
Kabupaten Badung dan Kabupaten Karangasem


f.   Trend LPP
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa trend  perkembangan variabel  laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Badung selama tahun 2002-2007 mengalami penurunan  setiap tahunnya sebesar 0,065143 % . Sedangkan  trend perkembangan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Karangasem selama tahun 2002-2007 mengalami peningkatan  setiap tahunnya sebesar 1,361714 %. Dari data tersebut dengan asumsi penduduk yang memiliki SDM yang baik dan dapat dioptimalkan  maka dapat disimpulkan bahwa trend perkembangan variabel  laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Karangasem lebih baik dari pada Kabupaten Badung.
Tingginya angka LPP Kabupaten Badung dibanding dengan Kabupaten Karangasem diantaranya disebabkan oleh tingginya pertambahan angka  kelahiran penduduk yang faktor penyebabnya yaitu kurangnya pemahaman masyarakat tentang program KB, program kesehatan Reproduksi, Jangkauan keluarga terhadap tempat / pusat pelayanan belum maksimal, dukungan pelayanan baik dari aspek jumlah dan mutu yang relatif terbatas, Tingkat kelangsungan pemakai kontrsepsi cenderung minim yang ditandai dengan tingkat drop out yang makin meningkat. Faktor faktor penyebab tersebut diatyas sesuai dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh Dinas Kependudukan, Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Badung.



Grafik 4.6
Perkembangan Trend Variabel LPP
Kabupaten Badung dan Kabupaten Karangasem



g.  Trend Penduduk Miskin
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa trend  perkembangan variabel  jumlah penduduk miskin Kabupaten Badung selama tahun 2002-2007 mengalami peningkatan setiap tahunnya sebesar 18.846,09 orang. Sedangkan  perkembangan jumlah penduduk miskin Kabupaten Karangasem selama tahun 2002-2007 mengalami penurunan setiap tahunnya sebesar  5.965,714 orang. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa trend perkembangan variabel jumlah penduduk miskin Kabupaten Karangasem lebih baik dari pada Kabupaten Badung.
Terjadinya peningkatan trend penduduk miskin di Kabupaten Badung tersebut ini disebabkan oleh dua hal, pertama : pekerjaan yang didapat lebih pada sektor informal dan imbalan yang didapat kurang dari batas minimal kebutuhan hidup,sehingga kurang dapat memenuhi kebutuhan hidup; kedua : tingkat harga-harga kebutuhan hidup yang meningkat tajam sehingga penduduk miskin sulit memenuhi kebutuhan hidupnya atau bahkan yang semula terpenuhi kebutuhannya menjadi miskin karena tingkat harga kebutuhan yang meningkat lebih besar dari pertambahan pendapatan. Selain itu, peningkatan jumlah penduduk miskin ini diindikasikan disebabkan oleh kenaikan BBM  yang hampir mencapai 100%. Kenaikan BBM tersebut secara tajam menurunkan kemampuan daya beli masyarakat, sehingga banyak masyarakat yang semula disekitar garis kemiskinan turun dibawah garis kemiskinan dan meningkatkan jumlah penduduk miskin.
Grafik 4.7 
Perkembangan Trend Penduduk Miskin
Kabupaten Badung dan Kabupaten Karangasem
               



h.  Trend Pengangguran
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa trend  perkembangan variabel  jumlah pengangguran Kabupaten Badung selama tahun 2002-2007 mengalami peningkatan  setiap tahunnya sebesar 2.838,14 orang. Sedangkan  perkembangan jumlah pengangguran Kabupaten Karangasem selama tahun 2002-2007 mengalami penurunan  setiap tahunnya sebesar 849,2286 orang. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa trend perkembangan variabel jumlah jumlah pengangguran Kabupaten Karangasem lebih baik dari pada KabupatenBadung.
Trend jumlah pengangguran di Kabupaten Badung yang meningkat dari tahun ke tahunnya selama tahun 2002-2007 lebih disebabkan oleh tingginya penawaran kerja sedangkan jumlah kesempatan kerja yang ada terbatas                  (penawaran tenaga kerja ≥ permintaan tenaga kerja). Selain itu, sektor pertanian yang menjadi sektor unggulan di Kabupaten Badung pun kurang dapat menyerap tenaga kerja sehingga dengan penawaran tenaga kerja yang tinggi tetapi jumlah permintaan tenaga kerja yang rendah menyebabkan tingginya jumlah pengangguran.           


Grafik 4.8
Perkembangan Trend Jumlah Pengangguran
Kabupaten Badung dan Kabupaten Karangasem

          


i.    Trend Kesempatan Kerja
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa trend  perkembangan variabel  kesempatan kerja Kabupaten Badung selama tahun 2002-2007 mengalami peningkatan  setiap tahunnya sebesar  16,88571 kesempatan. Sedangkan  perkembangan kesempatan Kabupaten Karangasem selama tahun 2002-2007 mengalami peningkatan  setiap tahunnya sebesar 297,2857 kesempatan. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa trend perkembangan variabel kesempatan kerja Kabupaten Karangasem lebih baik dari pada Kabupaten Badung.
Rendahnya trend peningkatan kesempatan kerja di Kabupaten Badung dibanding dengan Kabupaten Karangasem dari tahun ke tahun disebabkan oleh adanya penurunan yang drastis pada tahun 2003, 2005 dan 2006 yang mencapai angka paling rendah sebesar 568 kesempatan kerja meskipun pada tahun 2007 kembali menunjukan adanya peningkatan dengan total 1460 kesempatan kerja. Rendahnya kesempatan kerja yang ada di Kabupaten Badung ini diindikasikan karena investasi yang masuk (yang dapat mendorong peningkatan kesempatan kerja) lebih banyak masuk ke wilayah administratif Kota Tasaikmalaya. Selain itu, perusahaan-perusahaan yang ada (sebagai peminta tenaga kerja) lebih mengefisienkan tenaga kerja yang sudah ada sehingga gerbang untuk membuka kesemptan kerja pun lebih dipersempit. Keadaan demikina diatas tersebut merupakan salah satu penyebab rendahnya trend kesempatan kerja yang ada di Kabupaten Badung.



Grafik 4.9
Perkembangan Trend Kesempatan Kerja
Kabupaten Badung dan Kabupaten Karangasem



4.2 Perbandingan Indikator Makro Ekonomi (Elastisitas Dan Rata-Rata Pertumbuhan) Kabupaten Badung dan Kabupaten Karangasem

4.2.1 Elastiisitas Kesempatan Kerja Terhadap PDRB
Dari hasil penelitian diperoleh persamaan regresi sebagai brikut :
Kabupaten Badung adalah
Ln Y = 8,590735 – 0,112697 ln X
Kabupaten Karangasem adalah
ln Y = - 4,656685 + 0.747675 ln X.
Dari hasil diatas, diperoleh elastisitas kesempatan kerja terhadap PDRB di Kabupaten Badung selama tahun 2002-2007 adalah inelastis dengan arah yang negatif dengan nilai – 0,112697, hal ini berarti dengan asumsi pengaruh faktor lain konstan, setiap perubahan PDRB 1% akan menyebabkan penurunan terhadap kesempatan kerja sebesar 0.112697 %. Keadaan ini membuktikan juga bahwa di Kabupaten Badung pada tahun 2002-2007 terjadi ketimpangan untuk elastisitas kesempatan kerja dan PDRB. Sedangkan di Kabupaten Karangasem diperoleh nilai elastisitas kesempatan kerja terhadap PDRB di Kabupaten Karangasem selama tahun 2002-2007 adalah elastis dengan arah yang positif dengan nilai 0,747675, hal ini berarti dengan asumsi pengaruh faktor lain konstan, setiap perubahan PDRB 1% akan menyebabkan peningkatan terhadap kesempatan kerja sebesar 0,747675 %. Dari perhitungan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa elastisitas kesempatan kerja terhadap PDRB Kabupaten Karangasem  lebih baik dari pada Kabupaten Badung.


4.2.2    Elastisitas Pengangguran Terhadap Inflasi
Dari hasil penelitian diperoleh persamaan regresi sebagai brikut:
Kabupaten Badung adalah
ln Y =   10.44366 +  0.013346 X.
Kabupaten Karangasem adalah
ln Y =   8,142917 +  0,061963 X.
Dari hasil perhitungan  diperoleh, elastisitas pengangguran terhadap inflasi di Kabupaten Badung selama tahun 2002-2007 adalah inelastis dengan arah yang positif dengan nilai + 0.013346, hal ini berarti dengan asumsi pengaruh faktor lain konstan, setiap perubahan inflasi 1% akan menyebabkan peningkatan terhadap pengangguran sebesar 0.013346 %. Sedangkan di Kabupaten Karangasem nilai elastisitas pengangguran terhadap inflasi selama tahun 2002-2007 adalah elastis dengan arah yang positif. Dengan nilai 0,061963 hal ini berarti dengan asumsi pengaruh faktor lain konstan, setiap perubahan inflasi 1% akan menyebabkan peningkatan terhadap pengangguran sebesar 0,061963 %. Dari perhitungan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa elastisitas pengangguran terhadap inflasi Kabupaten Badung lebih baik dari pada Kabupaten Karangasem.

4.2.3        Rata-Rata Pertumbuhan
1.  Rata-rata petumbuhan IPM Kabupaten Badung selama tahun 2002-2007 adalah sebesar 2,8 %. Sedangkan Rata-rata petumbuhan IPM Kabupaten Karangasem selama tahun 2002-2007 adalah sebesar 0,5 %.. Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa rata pertumbuhan IPM kabupaten Badung lebih baik dari pada Kabupaten Karangasem.
2.  Rata-rata petumbuhan LPE Kabupaten Badung selama tahun 2002-2007 adalah sebesar 6,8 %. Sedangkan Rata-rata petumbuhan LPE Kabupaten Karangasem selama tahun 2002-2007 adalah sebesar 8,44 %. Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa rata pertumbuhan LPE Kabupaten Karangasem lebih baik dari pada Kabupaten Badung.
3.  Rata-rata petumbuhan inflasi Kabupaten Badung selama tahun 2002-2007 adalah sebesar 6,16 %. sedangkan Rata-rata petumbuhan inflasi Kabupaten Karangasem selama tahun 2002-2007 adalah sebesar 8,6 %. Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa rata pertumbuhan inflasi Kabupaten Badung lebih baik dari pada Kabupaten Karangasem.
4.  Rata-rata petumbuhan PDRB Kabupaten Badung selama tahun 2002-2007 adalah sebesar 15,42 %. Sedangkan Rata-rata petumbuhan PDRB Kabupaten Karangasem selama tahun 2002-2007 adalah sebesar 14,88 %. Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa rata pertumbuhan PDRB Kabupaten Badung lebih baik dari pada Kabupaten Karangasem.
5.  Rata-rata petumbuhan Jumlah Penduduk Kabupaten Badung selama tahun 2002-2007 adalah sebesar 1.26 %. Sedangkan Rata-rata petumbuhan Jumlah Penduduk Kabupaten Karangasem selama tahun 2002-2007 adalah sebesar - 0,7 %. Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa rata pertumbuhan jumlah penduduk Kabupaten Badung lebih tinggi dari pada Kabupaten Karangasem.
6.  Rata-rata petumbuhan LPP Kabupaten Badung selama tahun 2002-2007 adalah sebesar -3,44 %. Sedangkan Rata-rata petumbuhan LPP Kabupaten Karangasem selama tahun 2002-2007 adalah sebesar -4.884,8 %. Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa rata pertumbuhan LPP Kabupaten Karangasem lebih baik dari pada Kabupaten Badung.
7.  Rata-rata petumbuhan jumlah penduduk miskin Kabupaten Badung selama tahun 2002-2007 adalah sebesar 3,48 %. Sedangkan Rata-rata petumbuhan tingkat kemiskinan Kabupaten Badung selama tahun 2002-2007 adalah sebesar -14,72 %. Sedangkan Rata-rata petumbuhan jumlah penduduk miskin Kabupaten Karangasem selama tahun 2002-2007 adalah sebesar - 4 %. Sedangkan Rata-rata petumbuhan tingkat kemiskinan Kabupaten Karangasem selama tahun 2002-2007 adalah sebesar -3,4 %. Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa rata pertumbuhan penduduk miskin Kabupaten Karangasem lebih baik dari pada Kabupaten Badung dan rata-rata pertumbuhan tingkat kemiskinan Kabupaten Badung lebih baik dari pada Kabupaten Karangasem
8.  Rata-rata petumbuhan jumlah pengangguran Kabupaten Badung selama tahun 2002-2007 adalah sebesar 7,1114 %. Sedangkan Rata-rata petumbuhan jumlah pengangguran Kabupaten Karangasem selama tahun 2002-2007 adalah sebesar 7,6 %. Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa rata pertumbuhan jumlah pengangguran Kabupaten Badung lebih baik dari pada Kabupaten Karangasem.
9.  Rata-rata petumbuhan kesempatan kerja Kabupaten Badung selama tahun 2002-2007 adalah sebesar 30,24 %. Sedangkan Rata-rata petumbuhan kesempatan kerja Kabupaten Karangasem selama tahun 2002-2007 adalah sebesar 75.2 %. Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa rata pertumbuhan jumlah pengangguran Kabupaten Karangasem lebih baik dari pada Kabupaten Badung.


4.3 Analisis Paradox of Growth di Kabupaten Kabupaten Badung dan Kabupaten Karangasem

4.3.1    Hubungan Antara LPE terhadap Pengangguran
 Berdasarkan hasil perhitungan, hubungan  antara LPE di Kabupaten Badung menunjukan arah yang positif dan berpengaruh signifikan terhadap pengangguran dengan nilai koefisien sebesar 0,281861. Hal ini menunjukan bahwa di Kabupaten Badung terjadi paradox of growth atau ketimpangan pertumbuhan karena dengan adanya peningkatan LPE, maka meningkat pula jumlah pengangguran.
Dari hasil perhitungan, di Kabupaten Karangasem hubungan antara LPE menunjukan arah yang positif dan berpengaruh tidak signifikan terhadap pengangguran dengan nilai koefisien sebesar 0.333949. Hal ini menunjukan bahwa di Kabupaten Karangasem juga terjadi paradox of growth atau ketimpangan pertumbuhan karena dengan adanya peningkatan LPE, maka meningkat pula jumlah pengangguran
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa di Kabupaten Badung dan Kabupaten Karangasem terjadi ketimpangan pertumbuhan tetapi ketimpangan yang terjadi di Kabupaten Karangasem relatif lebih kecil dibanding ketimpangan yang terjadi di Kabupaten Badung.

4.3.2    Hubungan Antara LPE terhadap Penduduk Miskin
Berdasarkan hasil perhitungan, hubungan  antara LPE di Kabupaten Badung menunjukan arah yang positif dan berpengaruh tidak signifikan terhadap jumlah penduduk miskin dengan nilai koefisien sebesar 0,189868. Hal ini menunjukan bahwa di Kabupaten Badung terjadi paradox of growth atau ketimpangan pertumbuhan karena dengan adanya peningkatan LPE 1%, maka meningkat pula jumlah penduduk miskin.0,189868 %.
erdasarkan hasil perhitungan, di Kabupaten Karangasem hubungan antara LPE menunjukan arah yang negatif dan berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin dengan nilai koefisien sebesar -0,13272. Hal ini menunjukan bahwa di Kabupaten Karangasem tidak terjadi paradox of growth atau tidak terjadi ketimpangan pertumbuhan karena dengan adanya peningkatan LPE, maka menurunkan jumlah penduduk miskin.
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa hubungan LPE terhadap penduduk miskin di kabupaten Karangasem lebih baik dibandingkan dengan Kabupaten Badung karena di Kabupaten Badung terjadi ketimpangan pertumbuhan sedangkan di Kabupaten Karangasem tidak terjadi ketimpangan pertumbuhan.





BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1       Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat disimpulkan :
1)  Dari sembilan indikator yang diteliti, variabel yang mengalami peningkatan di di Kabupaten Badung adalah : IPM, LPE, Inflasi, PDRB, Jumlah Penduduk, pengangguran dan Kesempatan Kerja. Sedangkan di Kabupaten Karangasem adalah : IPM, LPE PDRB,LPP dan Kesempatan Kerja.
2)  Elastisitas kesempatan kerja terhadap PDRB di Kabupaten Karangasem lebih bagus dibanding Kabupaten Badung sedangkan elastisitas pengangguran terhadap inflasi di Kabupaten Badung lebih unggul dibanding Kabupaten Karangasem. Untuk rata-rata pertumbuhan, dari sembilan indikator makro ekonomi Kabupaten Badung yang lebih unggul dibanding indikator makro Kabupaten Karangasem adalah: IPM, Inflasi, PDRB, Jumlah Penduduk dan jumlah pengangguran. Dan dapat disimpulkan untuk rata-rata pertumbuhan, indikator makro ekonomi Kabupaten Badung lebih bagus dibanding Kabupaten Karangasem
3)  Di Kabupaten Badung dan Kabupaten Karangasem untuk hubungan LPE terhadap pengangguran terjadi paradox growth sedangkan untuk hubungan LPE terhadap penduduk miskin di Kabupaten Badung terjadi paradox growth dan di Kabupaten Karangasem tidak terjadi.
4)  Berdasarkan elastisitas pengangguran yang terjadi baik di kabupaten Badung maupun di Karangasem, pemerintah harus bias membuka lowongan  kerja baru atu dengan memberikan-pelatihan-pelatihan  kerja di Balai tenaga kerja untuk para penganguran agar  nantinya mereka mampu mengembangkan bakatnya agar tidak menganggur lagi.


5.2 Saran
Agar indikator perekonomian Kabupaten Badung mampu bersaing dengan variabel perekonomian Kabupaten Karangasem terutama untuk trend indikator inflasi, PDRB, jumlah penduduk miskin, pengangguran dan kesempatan kerja pemerintah Kabupaten Badung hendaknya lebih meningkatkan kinerja perekonomiannya dengan melakukan berbagai upaya untuk menggali dan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya, Potensi yang perlu dioptimalkan tersebut terutama potensi yang dapat menarik investasi, sehingga peningkatan pendapatan masyarakat nantinya bukan berasal dari pembebanan terhadap masyarakat umum, melainkan terhadap sektor usaha. Optimalisasi potensi tersebut dengan cara pemerintah daerah mengorientasikan pengeluaran pembangunan kepada sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan potensi wilayah yang nantinya dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Selain itu, upaya untuk meningkatan perekonomian di Kabupaten Badung dilakukan melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat (UMKM), revitaslisasi pertanian, pengembangan industri manufaktur dan pengembangan iklim usaha yang kondusif.
Untuk sektor pertanian yang menjadi sektor unggulan d Kabupaten Badung juga perlu dioptimalkan karena sektor pertanian ini terbukti mempunyai efek multiflier yang positif terhadap perekonomian di Kabupaten Badung sebagi contohnya sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja dan mengurangi jumlah pengangguran (yang sering disebut sebagai indikator sektor sosial) di Kabupaten Badung. Sehingga dengan diberlakukannya kebijakan-kebijakan yang menunjang peningkatan perekonomian sepantasnya pula  variabel indikator makro ekonomi Kabupaten Badung mempunyai daya saing dengan variabel indikator makro ekonomi Kabupaten Karangasem.











DAFTAR PUSTAKA

Boediono. ( 1985).  Ekonomi Moneter. Edisi III. BPFE. Yogyakarta.
Direktorat pemberdayaan komunikasi adat terpencil departemen sosial RI, Perlunya Peningkatan Kesehatan Dan Pendidikan. http://www.google.com /detail_artikel.php.htm
Edi Suharto, Phd,  Pendampingan Sosial Dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin: Konsepsi Dan Strategi http://www.google.com/makindo_32.htm.
IPM Kabupaten Tasikmalaya tahun 2007, : (BPS dan satlak PPK-IPM kabupaten Tasikmalya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar