"OM AWIGNAMASTU NAMA SIDDHEM OM SWASTIASTU" SEMOGA SEMUA DALAM PERLINDUNGAN TUHAN, SELAMAT MEMBACA DAN SEMOGHA BERMANFAAT.jangan lupa kunjungi videobsaya di link https://youtu.be/-UJdPDAjETM

7/10/2011

Belajar dan pembelajaran Teori Kognitivisme



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang masalah

Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah  pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan ( Neisser, 1976). Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan.
Teori Perkembangan Kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata/skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar merupakan interaksi antara individu dan lingkungan, dan hal itu terjadi terus-menerus sepanjang hayatnya. Kognisi adalah suatu perabot dalam benak kita yang merupakan “pusat” penggerak berbagai kegiatan kita: mengenali lingkungan, melihat berbagai masalah, menganalisis berbagai masalah, mencari informasi baru, menarik simpulan dan sebagainya. Pakar kognitivisme yang besar pengaruhnya ialah Jean Piaget, yang pernah mengemukakan pendapatnya tentang perkembangan kognitif anak yang terdiri atas beberapa tahap.
Dalam hal pemerolehan bahasa ibu Piaget mengatakan bahwa (1) anak itu di samping meniru-niru juga aktif dan kreatif dalam menguasai bahasa ibunya; (2) kemampuan untuk menguasai bahasa itu didasari oleh adanya kognisi; (3) kognisi itu memiliki struktur dan fungsi. Fungsi itu bersifat genetif, dibawa sejak lahir, sedangkan struktur kognisi bisa berubah sesuai dengan kemampuan dan upaya individu. Di samping itu, teori ini pun mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi.

1.2  Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1.      Bagaimana belajar dalam pandangan kognitivisme?
2.      Bagaimana teori belajar menurut  Piaget?
3.      Bagaimana teori belajar menurut  Vygotsky??
4.      Bagaimana teori belajar menurut  Bruner?
5.      Bagaimana aplikasi teori kgnitif dalam kegiatan pembelajaran?


1.3  Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :
1.      Untuk mengetahui belajar dalam pandangan kognitivisme.
2.      Untuk mengetahui teori belajar menurut Piaget.
3.      Untuk mengetahui teori belajar menurut Vygotsky
4.      Untuk mengetahui teori belajar menurut Bruner.
5.      Utuk mengetahui aplikasi teori kognitif dalam kegiatan pembelajaran?





















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Belajar dalam pandangan kognitivisme
Kognitivisme merupakan suatu bentuk teori yang sering disebut sebagai model kognitif atau perceptual. Didalam model ini tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan-tujuannya. Belajar disini dipandang sebagai perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku. Teori ini juga menekankan pada gagasan bahwa bagian-bagian suatu situasi saling berhubugan dengan konteks seluruh situasi tersebut.
Menurut teori ini, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.
Manusia melakukan pengamtan mula-mula secara keseluruhan, kemudian menganalisis apa yang diamati untuk selanjutya disintesiskan kembali.Teori ini mengangap bahwa pengertian merupan inti belajar. Belajar yang sebenarnya selalu belajar tentang pengertian (insigtht learning).memahami apa yang di pelajari merupakan hal yang utama.
Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar merupakan interaksi antara individu dan lingkungan, dan hal itu terjadi terus-menerus sepanjang hayatnya. Kognisi adalah suatu perabot dalam benak kita yang merupakan “pusat” penggerak berbagai kegiatan kita: mengenali lingkungan, melihat berbagai masalah, menganalisis berbagai masalah, mencari informasi baru, menarik simpulan dan sebagainya.
Galloway  (1976) mengemukakan bahwa belajar merupan suatu proses internal yang mencakup ingatan,retensi,pengolahan informasi,emosi dan faktor-faktor lain.Proses belajar meliputi pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikan dengan stuktur kognitif yang terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya.

Prinsip kognitivisme banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat pada perancangan suatu sistem instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain:
Ø      Si belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu
Ø      Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks
Ø      Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa pengertian penyajian
Adapun kritik terhadap teori kognitivisme adalah:
Ø      Teori kognitif lebih dekat kepada psikologi daripada kepada teori belajar, sehingga aplikasinya dalam proses belajar mengajar tidaklah mudah
Ø      Sukar dipraktekkan secara murni sebab seringkali kita tidak mungkin memahami “struktur kognitif” yang ada dalam benak setiap siswa.
2.2 Teori Perkembangan Piaget
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata (skema) tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize.
Piaget mengemukakan bahwa ada 4 aspek yang besar yang ada hubungnnya dengan perkembangan kognitif :
a. Pendewasaaan/kematangan, merupakan pengembanagn dari susunan syaraf.
b. Pengalaman fisis, anak harus mempunyai pengalaman dengan benda-benda dan stimulus-stimulusdalam lingkungan tempat ia beraksi terhadap benda-benda itu.
c. Interaksi social, adalah pertukaran ide antara individu dengan individu
d. Keseimbangan, adalah suatu system pengaturan sendiri yang bekerja untuk menyelesaikan peranan pendewasaan, penglaman fisis, dan interksi social.
Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya. Pieget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatuyang dapat didefinisikan secara kuatitatif. Ia mnyimpulakan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang berda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Intelegensi menurut Piaget itu sendiri terdiri dari tiga aspek,
1.      Struktur ; disebut juga scheme seperti yang dikemukakan diatas
2.       Isi ; disebut  juga content, yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu menghadapi sesuatu masalah.
3.      Fungsi ; disebut fungtion, yaitu yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan intelektul.
Fungsi itu sendiri terdiri dari dua macam fungsi invariant, yaitu organisasi dan adaptasi.
·         Organisasi ; berupa kecakapan seseorang dalam menyusun proses-proses fisik dan psikis dalam bentuk system-sistem yang koheren.
·         Adaptasi ; yaitu penyesuaian diri individu terhadap lingkungannya.   
Dengan penjelasan diatas maka dapatlah kita ketahui tentang bagaimana terjadinya pertumbuhan dan perkembangan intelektual.
Pertumbuhan intelektual terjadi karena adanya proses yang kontinu dari adanya equilibrium – disequilibrium. Bila individu dapat menjaga adanya equilibrium, individu akan dapat mencapai tingkat perkembangan intelektual yang lebih tinggi
Proses adaptasi mempunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan, yaitu asimulasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses perubahan apa yang dipahami sesuai dengan struktur kognitf yang ada sekarang, sementara akomodasi adalah proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat dipahami.
Proses belajar akan terajadi jika  mengekuti tahap-tahap asimilas, akomodasi dan ekuilibrasi(penyeimbangan). Proses asimilasi merupakan proses pengintegrasian atau penyatuan informosi baru kedalam struktur kogntif yang telah dimiliki indidvidu. Proses akomodasi merupakan proses penyesuaian struktur kognitf kedalam situasi yang baru. Sedangkan proses ekuilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Proses penyeimbangan yaitu menyeimbangkan antara lingkungan luar dengan struktur kognitif yang ada dalam dirinya. Proses inilah yang disebut ekuilibrasi. tanpa proses ekuilibrasi, perkembangan kognitif seseorang akan mengalami gangguan dan tidak teratur (disorganized). Hal ini misalnya tanpa pada caranya berbicara yang tidak runtut, berbelit-belit, terputus-putus, tidak logis dan sebagainya. Adaptasi akan terjadi jika telah terdapat keseimbangan didalam struktur kognitif.
Sebagaimana dijelaskan diatas, proses asimilasi dan akomodasi mempengaruhi struktur kognitif. Perubahan stuktur kognitif merupakan fungsi dari pengalaman, dan kedewasaan anak terjadi melalui tahap-tahap perkrmbangan tertentu. Menurut piaget,proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap ini bersifat hirarkhis, artinya harus dilalui berdasarkan urutan tetentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang berbeda di luar 9tahap kognitifnya. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia yaitu :
a.      Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun)
Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan berdasarkan persepsinya yang sederhana. Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan, dan dilakukan langkah demi langkah.
Kemampuan yang dimilikinya ntara lain:
1)      Melihat dirinya sendiri sebagai makhluk yang brbeda dengan objek sekitarnya.
2)      Mencari ransangan melalui sinar lampu dan suara.
3)      Suka memperhatikan sesuatu lebi lama.
4)      Mendepinisikan sesuatu dengan memanipulasinya.
5)      Memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tepatnya.

b.      Tahap preoperasional (umur 2-7-8 tahun)
Ciri pokok pekembangan pada tahap ini adalah pada penggunaan symbol atau bahasa tanda, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intiutif. Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu preoperasional (umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa dalam mengembankan konsepnya,  walaupun masih sangat sederhana. Maka sering terjadi  kesalahan dalam memahami objek.
Karakteristik tahap ini adalah:
1)      Self counter nya sangat menonjol.
2)      Dapat mengklafikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal dan mencolok
3)      Tidak mampu memusatkan perhatian pada objek-objek yang berbeda.
4)      Mampu mengumpulkan barang-barang menurut kritria,termasuk criteria yang benar.
5)      Dapat  menyusun benda-benda secara berderet tetapi tidak dapat menjelaskan perbedaan antara deretan.
Tahap intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun), anak telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan  yang agak abstraks. Dalam menerik kesimpulan sering tidak diungkapan dengan kata-kata. Oleh sebab itu, pada usia ini anak telah dapat mengungkapkan isi hatinys secara simbolik terutama bagi mereka yang memiliki pengalaman yang luas. Karakteristik taha ini adalah:
1)      Anak dapat mebentuk kelas-kelas atau kategori objek, tetapi kurang disadarinya
2)      Anak mulai mengetahui hubungan secara logis terhadap hal-hal yang lebih kompleks.
3)      Anak dapat melakukan sesuatu terhadapa sejumlah ide.
4)      Anak mampu meperoleh prinsip-prinsip secara benar. Dia mengerti terhadap sejumlah objek yang teratur dan cara mengelompokkannya. Anak kekekalan masa pada usia 5 tahun, kekekalan berat pada usia 6 tahun, dan kekekalan volume pada usia 7 tahun. Anak memahami bahwa jumlah objek adalah sama meskipun objek itu di kelompokan dengan cara yang berbeda.

c.       Tahap operasional kongkret (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanaya reversible dan kekekalan. Anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat kongkrit. Operation adalah suatu tipe tidakan untuk memanipulasi objek atau gambaran yang ada di dalam dirinya. Karena kegiatan ini memerlukan proseses transformasi informasi kedalam dirinya sehingga tindakannya lebih efektif. Anak sudah tidak perlu coba-coba dan tidak mebuat kesalahan, karena anak sudah dapat berpikir dengan menggunakan model “kemunkinan” dalam melakukan kegiatan tertentu. Ia dapat menggunakan hasil yang telah dicapai sebelumnya. Anak mampu menengani system klasifikasi.
Namun sungguhpun anak telah dapat melakukan pengklasifikasian, pengelompokan dan pengaturan masalah (undering problems) ia tidak sepenuhnya menydari adanya prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya. Namun taraf berpikirnya sudah dapat dikatakan maju. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perceptual pasif. Uantuk menghindari keterbatasan berpikir anak perlu diberi gambaran kongkret, sehingga ia mampuh menelaah persoalan. Sungguhpun demikian anak usia 7-12 tahun masih memiliki masalah mengenai berpikir abstrak.

d.      Tahap opersional formal (umur 11/12 – 18 tahun)
Cirri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan” model berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-de-autctive dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa. Pada tahap ini kondisi berpikir anak sudah dapat:
1)      Bekerja secara efektif dan sistematis
2)      Manganalisis secara kombinasi. Dengan demikian telah diberikan dua kemungkinan penyebapnya, misalnya C1 dan C2 menghasilkan R, anak dapat merumuskan beberapa kemungkinan.
3)      Berpikir secara proposional, yakni menentukan macam-macam proposional tentang C1, C2 dan R misalnya.
4)      Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi. Pada tahap ini mula-mula piaget percaya bahwa sebagian remaja mencapai formal operations paling lambat pada usia 15 tahun. Tetapi bberdasarkan penelitian maupun studi selanjutnya menemukan bahwa siswa bahakan mahasiswa walaupun usianya telah melampaui, belum dapat melakukan formal-operations.

Proses belajar dialami seorang anak pada tahap sensorimotor tentu akan berbeda dengan proses belajar yang dialami oleh seorang anak pada tahap preoperasional, dan akan berbeda pula dengan mereka yang sudah berada pada tahap operasional kongkret, bahkan dengan mereka yang sudah berada pada tahap operasional formal. Secara umum, semakin tinggi tahap perkembangan kogntif seseorang akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berpikirnya. Guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif pada murudnya agar dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajarannya sesuai dengan tahap-tahap tersebut. Pembelajaran yang dirancang dana dilaksanakan tidak sesuai dengan kemampuan dan karakteristik siswa tidak akan ada maknanya bagi siswa.

2.3  Teori Vygotsky
Lev Semionovich Vygotsky (1896-1934), psikolog rusia memperkenalkan teori yang cukup berpengaruh dalam psikologi. Karya Vygotsky didasarkan pada dua ide utama. Pertama, perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks historis dan budaya penglaman anak. Kedua, perkembangan bergantung pada system-sistem isyarat (sign system). Dengan system-sistem isyarat inilah individu-individu tumbuh. System-sistem isyarat mengacu kepada symbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang berpikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah. Teori vygotsky menyatakan secara tidak langsung bahwa perkembangan kognitif dan kemampuan untuk mengendalikan tindakan-tindakan diri sendiri mensyaratkan adanya system-sistem komuniikasi budaya, dan kemudian belajar menggunakan sisterm-sistem ini unutk menyesuaikan proses-proses berpikir diri sendiri.

Prinsip-prinsip kunci dari teori Vygotsky adalah sebagai berikut:
a.      Penekanan pada hakekat sosiokultural belajar.
                        Vygotsky menekankan pentingnya peranan lingkungan kebudayaan dan interaksi social dalam perkembangan sifat-sifat dan tipe-tipe manusia(Slavin, 1997;McLeish, 1986). Menurut Vygotsky siswa sebaiknya belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Interaksi social ini memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.

b.      Daerah perkembangan terdekat(zone of proximal development=ZPD)
                        Vygotsky memperkenalkan ide zone of proximal development (ZPD) sebagai suatu usaha untuk menguraikan dua masalah dalam psikologi pendidikan, yakni penilaian kemampuan intelektual anak, dan evaluasi praktek pengajaran (Wertsch, 1985). Vygotsky yakin bahwa belajar  terjadi  jika anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajri tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah perkembangan proksimal mereka.
                        Vygotsky merencanakan adanya perbedaan (jarak) antara tingkat perkembangan potensial anak. Tingkat perkmbangan actual adalah pemungsian intelektual indidvidu saat ini dan kemampuan untuk mempelajari sesuatu dengan kemampuan sendiri.

c.       Pemagangan kognitif
                        Konsep ini diturunkan dari teori Vygotsky yang menekankan pada hakekat social dari belajar dan ZPD (Garden, dalam Slavin, 1997). Pemagangan mengacu pada proses  dimana seseorang yang sedang belajar tahap demi tahap memperoleh keahlian melalui interaksinya dengan pakar. Pkar yang dimaksud adalah orang yang menguasai permasalahan yang dipelajari, jadi berupa orang dewasa atau kawan sebaya. Dalam konteks kooperatif, siswa yang lebih pandai dalam kelompoknya dapat merupakan pakar bagi teman-teman dalam kelompoknya.

      d . Perancahan (Scaffolding)
                        Perancahan (scaffolding) mengacu pada pemberian sejumlah bantuan oleh teman sebaya atau orang dewasa yang berkompeten kepada anak. Menurut Siavin (1997) memberikan scaffolding berarti memberikan kepada anak sejumlah besar dukungan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan kepada anak itu untuk mengambil tanggung jawab yang semakn besar setelah ia mampu melakukan tugas tersebut secara mandiri.  

e.       Bergumam (Private Speech)
                        Ide ini penting karena menurut Vygotsky, private speeh dapat memperkuat interaksi social anak dengan orang lain. Private Speech dadapat dilihat pada seorang anak yag dihadapkan pada suatu masalah dalam sebuah ruangan dimana terdapat orang lain, biasanya seorang dewasa. Anak kelihatannya bernicara pada dirinya sendiri mengenai maalah tersebut, tetapi pebicaraanya diarahkan pada orang dewasa. Private Speech kemudian dihalangi, tertangkap dan ditransformasikan ke dalam proses berpikir.
                       
Selain itu menurut Vygotsky (woolfolk, 1998), bahasa merupakan factor penting untuk perkembangan kognitif. Bahasa memiliki makna untuk menayakan ide-ide dan menyampaikan pertanyaan. Vygotsky mengakui adanya satu tahap perkembangan bahasa sebelum adanya pikiran, dan satu tahap perkembangan pikiran sebelum adanya bahasa. Kemudian kedua garis perkembangan bahasa saling bertemu dan terjadi secara serentak. Dengan kata lain dapat diterangkan bahwa pikiran dan bahasa, pada tahap permulaan, berkembang secara terpisah dan tidak saling mempengaruhi.
Menurut Slavin (1997), ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan. Pertama, dikehendakinya setting kelas berbentuk pelajaran kooperatif antara kelompok-kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda. Sehingga siswa dapat berinterksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strateg-strategi pemecahan masalah yang efektif.



2.4  Teori belajar Menurut Bruner
Jerome Bruner (1966) adalah seorang pengut setia teori kognitif, terutama dalam studi perkembangan kognitif. Bruner bersetuju dengan Piaget bahawa perkembangan kognitif kanak-kanak adalah melalui peringkat-peringkat tertentu. Walau bagaimanapun, Bruner lebih menegaskan pembelajaran secara penemuan iaitu mengolah apa yang diketahui pelajar itu kepada satu corak dalam keadaan baru (lebih kepada prinsip konstruktivisme).

Ia menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut:
a.       Perkembangan intelektual ditandai dengan kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan.
b.      Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan sistim penyimpanan informasi secara realis.
c.       Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada diri orang lain melalui kata-kata atau lambing tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri.
d.      Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tuadengan anak diperlukan untuk perkembangan kognitifnya.
e.       Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia. Untuk memehami konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa. Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep pada orang lain.
f.       Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk menggunakan beberapa alternative secara simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yng berurutan dalam berbagai situasi.
Dalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanaya pengaruh kebudayaan terhadapa tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut free discovery learnigng, ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupanya. Jika Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif sangat berpengaruh terhadap perkembangn bahasa seseorang, maka Bruner menyatakan bahwa perkembangn bahasa besar pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh cara melihat lingkunganya, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic.
1)      Tahap enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dana sebagainya.
2)      Tahap ikonik, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melaui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komarasi).
3)      Tahap simbolik, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruh oleh kemampuannya dalam berbahasa dan ligoka. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui symbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya. Komunikasinya dilakkukan dengan menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan system simbolnya. Meskipun begitutidak berarti ia tidak lagi menggunakan sistem enaktif dan ikonik dalam proses belajar.

Perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menyusun materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan oaring tersebut. Gagasannya mengenai kurikulum spiral (a spiral curriculu) sebagai suatu cara mengorganisasikan materi pelajaran tingkat makro, menunjukan cara mengurutksan materi pelajaran mulai dari mengajarkan materi secar umum, kemudian secara berkala kembali mengajarkan materi yang sama dalam cakupan yang lebih rinci. Pendekatan penataan materi dari umum ke rinci yang dikemukakannya dalam model kurikulum spiral merupakan bentuk penyesuaian antara materi yang dipelajari dengan tahap perkembangan kognitif oaring yang belajar.
Demikian juga model pemahaman konsep dari Bruner (dalam Degeng, 1989), menjelaskan bahwa pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan mengkategori meliputi mengidentifikasi dan enetapkan contoh-contoh (objek-objek atau peristiwa-peristiwa) kedalam kelas dengan menggunakan dasar criteria tertentu. Dalam pemahaman konsep, konep-konsep sudah ada sebelumnya. Sedangkan dalam pebentukan konsep adalah sebaliknya, yaitu tindakan untuk membentuk kategor-kategori baru. Jadi merupakan tindakan penemuan konsep.
Menurut Bruner, kegiatan mengkategori memiliki dua komponen yaitu: 1) tindakan membentuk konsep, dan 2) tindakan pemahaman konsep. Artinya langkah pertama adalah pembentukan konsep, kemudian baru pemahaman konsep. Perbedaan antar keduanya adalah:
1)      Tujuan dan tekanan dari kedu bentuk perilaku mengkategori ini berbeda.
2)      Langkah-langkah dari kedua proses berpikir tidak sama.
3)      Kedua proses mental membutuhkan strategi mengajar yang berbeda.

Bruner memandang bahwa suatu konsep memiliki 5 unsur, dan seseorang dikatakan memahami suatu konsep apabila ia mengetahui dari semua unsure dari konsep itu, meliputi;
1)      Nama
2)      Contoh-contoh baik yang positif maupun yang negatif.
3)      Karakeristik, baik yang pokok maupun yang tidak.
4)      Rentangan karakteristik.
5)      Kaidah.

Pembelajaran yang diberikan selama ini disekolah lebih banyak menekankan pada perkembangan analisis, kurang mengembangkan kemampuan intuitif. Padahal berpiir intuitif sangat penting bagi mereka yang menggeluti bidang matematika, biologi, fisika, dan sebagainya, sebap setiap disiplin mempunyai konsep-konsep prinsip, prosedur yang harus dipahami sebelum seseorang dapat belajar. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hun=bungan melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (discovery learning).
Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.
Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Berlawanan dengan penganut teori perilakau Bruner yakin bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri.
Asumsi kedua adalah bahwa orang mengkontruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya, suatu model alam (model of the world). Model Bruner ini mendekati sekali struktur kognitif Aussebel. Setiap model seseorang khas bagi dirinya. Dengan menghadapi berbagai aspek dari lingkungan kita, kita akan membentuk suatu struktur atau model yang mengizinkan kita untuk mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan antara hal-hal yang diketahui.   
Teori Bruner mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu tentang ”discovery” yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu, karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-penulangan, maka desain yang berulang-ulang itu disebut ”kurikulum spiral kurikulum”. Secara singkat, kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh.
Bruner berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan melihat benda-benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu, pembelajaran didasarkan kepada merangsang siswa  menemukan konsep yang baru dengan menghubungkan kepada konsep yang lama melalui pembelajaran penemuan.


2.5  Aplikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaitan dengan penatan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal. Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kogntif ini sudah banyak digunakan dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan  tujuan pembelajaran, Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut :
1.      Siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
2.      Anaak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama jika menggunakan benda-benda kongkrit.
3.      Keterlibatan siswa dalam siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan siwa maka proses asimilsi dan akomodasi dapat terjadi dengan baik.
4.      Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.
5.      Pemahaman dan retensi akan meningkatkan jika materi belajar disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
6.      Belajar memahami akan lebih bermakana daripada menghafal.
7.      Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu di perhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.
Ketiga tokoh aliran kognitif diatas secara umum memiliki pandangan yang sama yaitu mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar. Menurut Piget, hanya dengan mengaktifkan siswa secara optimal maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.. Teori vygotsky menyatakan secara tidak langsung bahwa perkembangan kognitif dan kemampuan untuk mengendalikan tindakan-tindakan diri sendiri mensyaratkan adanya system-sistem komuniikasi budaya, dan kemudian belajar menggunakan sisterm-sistem ini unutk menyesuaikan proses-proses berpikir diri sendiri. Sementara itu, Bruer lebih banyak memberikan kebebasan pada siswa untuk belajar sendiri melalui aktifitas menemukan (discovery).













BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Dari penjelasan materi diatas maka dapat simpulkan yaitu :
1.      Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah  pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan ( Neisser, 1976). Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan.
2.      Menurut teori kognitivisme ini, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya.. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.
3.      Menurut Pieget, perkembangan kognitif merupakan satu proses genetic, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan system saraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel sarafnyan dan makin meningkat pula kemampuannya.
4.      Teori vygotsky menyatakan secara tidak langsung bahwa perkembangan kognitif dan kemampuan untuk mengendalikan tindakan-tindakan diri sendiri mensyaratkan adanya system-sistem komuniikasi budaya, dan kemudian belajar menggunakan sisterm-sistem ini unutk menyesuaikan proses-proses berpikir diri sendiri.
5.      Dengan teorinya yang disebut free discovery learnigng, Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupanya.
6.      Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kogntif ini sudah banyak digunakan dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan  tujuan pembelajaran, tidak lagi,Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa.

 3.2  Saran
                 Dengan selesainya makalah ini Penulis berharap Pembaca mendapat informasi tentang teori kognitivisme, karena teori ini sangat penting dalam kegiatan pembelajaran.
                 Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran dari Pembaca yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan pembuatan makalah selanjutnya.

Soal Objektif dan Kunci Jawaban

DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih, Asri.     .Belajar dan Pembelajaran.Yogyakarta : Rineka Cipta
Dahar, Ratna Wilis.1989.Teori-teori Belajar.Jakarta : Erlangga.
Ratumanan,Tanwey.2000.Belajar dan Pembelajaran.Ambon : Unesa University Press
http://zaifbio.wordpress.com/2010/04/29/teori-teori-belajar-behaviorisme-gestalt-kognitivisme-konstruktivisme-cbsa-keterampilan-proses-sosial-ctl-pendekatan-komunikatif-pendekatan-tematik-integratif/(accses 04/29/2010 - Posted by zaifbio | Belajar Dan Pembelajaran
http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/09/implementasi-dalam-teori-kognitivisme-dalam-tradisi-behaviorisme/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar