"OM AWIGNAMASTU NAMA SIDDHEM OM SWASTIASTU" SEMOGA SEMUA DALAM PERLINDUNGAN TUHAN, SELAMAT MEMBACA DAN SEMOGHA BERMANFAAT.jangan lupa kunjungi videobsaya di link https://youtu.be/-UJdPDAjETM

11/24/2011

SASTRA GAJAH MADA

Karya sastra menurut ragamnya dibedakan atas prosa, puisi, dan drama. Cerita rekaan merupakan jenis karya sastra yang beragam prosa. Berdasarkan panjang-pendeknya cerita, ada yang membeda-bedakan cerita rekaan – lazimnya disingkat cerkan – dengan sebutan cerita pendek atau cerpen, cerita menengah atau cermen, dan cerita panjang atau cerpan. Namun, patokan yang jelas tentang persyaratan panjang-pendek ini belum ada (Sudjiman, 1986: 11).
Salah satu cerita rekaan adalah novel atau kemasan ide pengarang yang dituliskan secara mendetil, artinya novel merupakan salah satu karya sastra yang menunjukkan adanya perubahan atau perkembangan alur/jalan cerita. Perkembangan ini menyebabkan perubahan jalan hidup tokoh.
Tema yang dikembangkan dalam cerita rekaan sangat beragam, salah satunya adalah cerita rekaan yang bertemakan kisah sejarah. Karya sastra sejarah ini dapat digolongkan sebagai bukti sejarah karena bersumber dari fakta sejarah. Akan tetapi, karya sastra sejarah tetaplah sebuah karya sastra yang terlahir dari imajinasi dan daya khayal pengarang meskipun pengarang mendapatkan data tulisannya dari fakta sejarah. Tidak ada yang benar-benar tahu sejarah masa lalu sebuah peradaban.

Salah satu karya sastra sejarah berupa novel adalah novel Gajah Mada Hamukti Palapa yang ditulis oleh Langit Kresna Hariadi. Novel ini merupakan buku ketiga dari lima seri tentang Gajah Mada yang ditulis oleh Langit Kresna Hariadi. Buku ini menceritakan latar belakang munculnya Sumpah Palapa yang diucapkan Gajah Mada demi mewujudkan impiannya menyatukan nusantara.
Sejarah kebesaran Majapahit pada dasarnya identik dengan sepak terjang Gajah Mada yang ia mulai sejak dikumandangkannya Sumpah Hamukti Palapa. Dari sumpah yang ketika dikumandangkan dilecehkan oleh beberapa pejabat Majapahit, Gajah Mada bekerja keras membangun kekuatan prajurit, terutama armada angkatan laut. Negara Majapahit pun kemudian  berubah menjadi negara yang besar dan berwibawa (Hariadi, 2008:x).
Hasil dari jerih payah Gajah Mada adalah Nusantara yang sekarang ini dikenal dengan nama Indonesia. Indonesia adalah pemberian terindah yang diberikan oleh Gajah Mada. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia harus berterima kasih pada Gajah Mada dan mulailah mencintai sejarah bangsa ini.
Sosok Langit Kresna Hariadi
Langit Kresna Hariadi lahir di Banyuwangi pada tahun 1959. Ia adalah anak bungsu dan satu-satunya anak dalam keluarganya yang memilih dunia tulis-menulis sebagai pelampiasan hobi, emosi, dan profesi.
Setelah Balada Gimpul, buku pertamanyya yang diterbitkan Balai Pustaka Jakarta, berturut-turut dengan kepala dinginya (dalam pengertian yang sebenarnya) lahir Kiamat Para Dukun diterbitkan oleh PT Era Intermedia, Libby 1, Libby 2, De Castaz, Alivia, Serong, Melibas Sekat Pembatas, Antologi Manusia Laminating yang diterbitkan oleh Qalam Press. Gama Media juga menerbitkan salah satu karyanya yang senafas dengan karyanya yang lain, yang lahir atas keprihatinannya terhadap pembantaian dukun santet di kampung halamannya, Banyuwangi, Kiamat Dukun Santet. Selain menjadi penulis, Langit Kresna Hariadi juga menjadi dalang dari cerita silat bersambungnya yang berjudul Beliung dari Timur.Gajah Mada adalah buku pertamanya yang diterbitkan oleh Tiga Serangkai, lumayan mencuri perhatian dan mengundang apresiasi (Hariadi, 2008:689-690).

Ringkasan Gajah Mada Hamukti Palapa

Cerita ini berawal dari perintah Ki Ajar Padmaguna, seorang kakek tua yang tinggal di sudut pelosok Majapahit, kepada anaknya, Branjang Ratus, untuk menemui saudara perempuannya, Sri Yendra. Ki Padmaguna menyuruh Branjang Ratus menemui Sri Yendra di kotapraja karena ia mendapat wangsit saudaranya tersebut sedang membutuhkan bantuan. Karena bakti sebagai seorang anak, Branjang Ratus pergi menemui bibinya. Ternyata, bantuan yang dibutuhkan bibinya adalah bantuan untuk mencuri dua pusaka kerajaan, yaitu cihna nagara gringsing lobbeng lewih laka dan songsong Udan Riwis. Kedua pusaka tersebut merupakan lambang negara Majapahit dan payung yang sering digunakan dalam acara penting di kerajaan.
Kemudian, terjadilah pencurian di istana yang disertai dengan gempa bumi. Kedua pusaka tersebut telah raib digondol maling. Istana gempar, pasukan Bhayangkara dengan segera mencari pencuri dua pusaka Majapahit itu.
Demi mempertanggungjawabkan kelalaiannya menjadi dua pusaka tersebut, Gajah Enggon dengan Pradhabasu, mantan prajurit Bhayangkara pergi mencari kedua pusaka itu di Ujung Galuh. Perjalanan ini dilakukan berdasarkan wejangan dari Ibu Permaisuri Gayatri, ibu dari Ratu Majapahit.
Di Ujung Galuh, Gajah Enggon berhasil menemukan titik terang. Ia melihat pencuri yang memakai cihna nagara dan membawa songsong Udan Riwis. Selain itu, ia juga dijodohkan dengan cucu Ki Agal, Rayi Sunelok.
Setelah itu, diketahui bahwa dua negara bawahan Majapahit, yaitu Keta dan Sadeng mengumpulkan kekuatan untuk melakukan makar atau pemberontakan melawan Majapahit.
Dengan keberanian dan kesigapan Pradhabasu, pemberontakan Keta dan Sadeng bisa dilacak sehingga Gajah Mada bisa mempersiapkan prajurit untuk menggempur Keta dan Sadeng. Penggempuran ini dibantu oleh pasukan yang dipimpin oleh Aditiawarman, sepupu Ratu Majapahit yang berasal dari Dharmasraya.
Pemberontakan Keta dan Sadeng berhasil dilumpuhkan oleh pasukan Majapahit. Otak dari pemberontakan itu diadili di ibukota. Akan tetapi, Ratu Majapahit tidak melimpahkan hukuman kepada para pemberontak tersebut, tetapi memberikan anugerah gelar karena telah berani membela negaranya dan menunjukkan kecintaannya kepada Majapahit meskipun dengan cara memberontak. Selain mereka, orang-orang yang berhasil mewujudkan kemenangan pihak Majapahit juga diberi anugerah gelar. Anugerah yang paling besar dilimpahkan kepada Gajah Mada. Gajah Mada ditunjuk menggantikan Mahapatih Arya Tadah yang harus turun jabatan karena sudah tua dan sakit-sakitan. Gajah Mada menjadi Mahapatih Majapahit setelah ditunjuk oleh Ratu Majapahit.
Setelah pengangkatannya sebagai mahapatih, Gajah Mada mengucapkan sumpah mengenai keinginannya meluaskan daerah kekuasaan Majapahit. Ia tidak akan menikmati nikmatnya dunia sebelum cita-citanya itu tercapai. Sumpah ini dikenal dengan nama Sumpah Hamukti Palapa.
Akhir cerita, terungkaplah misteri tentang pencuri dua pusaka kerajaan yang hilang. Ia adalah Branjang Ratus yang disuruh oleh Sri Yendra, atau Ibu Suri Gayatri, dengan tujuan menghilangkan kesengsaraan negara kerana kemarau panjang dan meredakan panas yang berlangsung di Majapahit. Semua berakhir bahagia. Gajah Mada berhasil menjadi Mahapatih Majapahit. Gajah Enggon mempunyai istri yang cantik dan berani. Pradhabasu bahagia karena anaknya yang cacat jiwanya menjadi normal dan perempuan yang selalu ada dalam ingatannya juga memiliki perasaan yang sama terhadap dirinya.
Gajah Mada dan Sumpah Palapa
Awalnya saya mengira novel ini berkisah tentang Gajah Mada dan upaya Gajah Mada mewujudkan Sumpah Palapa. Saya kecewa ketika angan-angan saya tidak sesuai dengan cerita novel ini. Akan tetapi, kekecewaan saya terbayarkan dengan cerita yang menarik mengenai asal usul Sumpah Palapa. Saya benar-benar tidak tahu kebenaran yang melatarbelakangi Gajah Mada mengumandangkan Sumpah Palapa.
Saya menjadi tahu sejarah Majapahit ketika saya membaca novel. Meskipun saya tidak membaca kelima seri novel Gajah Mada, saya bisa merunut rentetan peristiwa sejarah yang terjadi pada masa kerajaan Majapahit. Novel ini menggugah rasa ingin tahu saya atas kekuatan Gajah Mada sebagai Mahapatih Majapahit yang mampu melakukan tindakan luar biasa untuk Nusantara.
Gajah Mada dengan Sumpah Palapa telah menciptakan sebuah kehidupan yang baik untuk Indonesia. Dengan penyatuan wilayah Nusantara, sekarang Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terdiri dari beragam suku bangsa.
Gajah mada adalah sosok yang bertanggung jawab dan sangat mencintai negerinya. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.
Gajah mada yang memperhatikan rumahnya, dilibas rasa cemas. Bukan rumahnya yang membuat cemas, tetapi keadaan istana (Hariadi, 2008:35).
Gajah Mada adalah orang yang tekun dan selalu berusaha mencapai sesuatu yang lebih baik. Hal itu tercermin dalam ucapan Arya Tadah yang menjagokan Gajah Mada menjadi mahapatih. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.
… Ketika kau berada dipangkat lurah prajurit, kau berangan-angan untuk bisa meraih jabatan lebih tinggi dengan pangkat senopati….(Hariadi, 2008:295)
Karena keberhasilanmu yang luar biasa, kau meraih jabatan cukup tinggi tanpa harus melalui tataran yang semestinya…(Hariadi, 2008:295)
Gajah Mada adalah sosok gagah berani sehingga ia dipilih menjadi mahapatih menggantikan Arya Tadah.
…orang yang diangkat menjadi mahapatih haruslah orang yang kuat, berlengan kekar, dan memiliki nafas yang panjang….(Hariadi, 2008:674)
Demi membangun Majapahit yang besar, Majapahit yang jaya dan gemilang, diperlukan tangan yang kukuh, kuat, dan kekar. Majapahit menunjuk Gajah Mada (Hariadi, 2008:676).
Kesimpulan
Tema yang dikembangkan dalam cerita rekaan sangat beragam, salah satunya adalah cerita rekaan yang bertemakan kisah sejarah. Karya sastra sejarah ini dapat digolongkan sebagai bukti sejarah karena bersumber dari fakta sejarah. Akan tetapi, karya sastra sejarah tetaplah sebuah karya sastra yang terlahir dari imajinasi dan daya khayal pengarang meskipun pengarang mendapatkan data tulisannya dari fakta sejarah. Tidak ada yang benar-benar tahu sejarah masa lalu sebuah peradaban.
Salah satu karya sastra sejarah berupa novel adalah novel Gajah Mada Hamukti Palapa yang ditulis oleh Langit Kresna Hariadi. Novel ini merupakan buku ketiga dari lima seri tentang Gajah Mada yang ditulis oleh Langit Kresna Hariadi. Buku ini menceritakan latar belakang munculnya Sumpah Palapa yang diucapkan Gajah Mada demi mewujudkan impiannya menyatukan nusantara.
Sejarah kebesaran Majapahit pada dasarnya identik dengan sepak terjang Gajah Mada yang ia mulai sejak dikumandangkannya Sumpah Hamukti Palapa. Dari sumpah yang ketika dikumandangkan dilecehkan oleh beberapa pejabat Majapahit, Gajah Mada bekerja keras membangun kekuatan prajurit, terutama armada angkatan laut. Negara Majapahit pun kemudian  berubah menjadi negara yang besar dan berwibawa (Hariadi, 2008:x).
Hasil dari jerih payah Gajah Mada adalah Nusantara yang sekarang ini dikenal dengan nama Indonesia. Indonesia adalah pemberian terindah yang diberikan oleh Gajah Mada. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia harus berterima kasih pada Gajah Mada dan mulailah mencintai sejarah bangsa ini.
Daftar Pustaka
Braginsky, V. I.. 1998. Yang Indah, Berfaedah, dan Kamal:Sejarah Sastra Melayu dalam Abad 7-19. Jakarta:INIS.
Hariadi, Langit Kresna. 2008. Gajah Mada Hamukti Palapa. Solo:Tiga Serangkai.
Ibrahim, Zahrah. 1986. Sastera Sejarah:Interpretasi dan Penilaian. Kuala Lumpur:Dewan Bahasa dan Pustaka.
Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar