Karya sastra menurut ragamnya dibedakan atas prosa, puisi, dan drama.
Cerita rekaan merupakan jenis karya sastra yang beragam prosa.
Berdasarkan panjang-pendeknya cerita, ada yang membeda-bedakan cerita
rekaan – lazimnya disingkat cerkan – dengan sebutan cerita pendek atau
cerpen, cerita menengah atau cermen, dan cerita panjang atau cerpan.
Namun, patokan yang jelas tentang persyaratan panjang-pendek ini belum
ada (Sudjiman, 1986: 11).
Salah satu cerita rekaan adalah novel atau kemasan ide pengarang yang
dituliskan secara mendetil, artinya novel merupakan salah satu karya
sastra yang menunjukkan adanya perubahan atau perkembangan alur/jalan
cerita. Perkembangan ini menyebabkan perubahan jalan hidup tokoh.
Tema yang dikembangkan dalam cerita rekaan sangat beragam, salah
satunya adalah cerita rekaan yang bertemakan kisah sejarah. Karya sastra
sejarah ini dapat digolongkan sebagai bukti sejarah karena bersumber
dari fakta sejarah. Akan tetapi, karya sastra sejarah tetaplah sebuah
karya sastra yang terlahir dari imajinasi dan daya khayal pengarang
meskipun pengarang mendapatkan data tulisannya dari fakta sejarah. Tidak
ada yang benar-benar tahu sejarah masa lalu sebuah peradaban.
Salah satu karya sastra sejarah berupa novel adalah novel Gajah Mada Hamukti Palapa yang ditulis oleh Langit Kresna Hariadi.
Novel ini merupakan buku ketiga dari lima seri tentang Gajah Mada yang
ditulis oleh Langit Kresna Hariadi. Buku ini menceritakan latar belakang
munculnya Sumpah Palapa yang diucapkan Gajah Mada demi mewujudkan
impiannya menyatukan nusantara.
Sejarah kebesaran Majapahit pada dasarnya identik dengan sepak
terjang Gajah Mada yang ia mulai sejak dikumandangkannya Sumpah Hamukti
Palapa. Dari sumpah yang ketika dikumandangkan dilecehkan oleh beberapa
pejabat Majapahit, Gajah Mada bekerja keras membangun kekuatan prajurit,
terutama armada angkatan laut. Negara Majapahit pun kemudian berubah
menjadi negara yang besar dan berwibawa (Hariadi, 2008:x).
Hasil dari jerih payah Gajah Mada adalah Nusantara yang sekarang ini
dikenal dengan nama Indonesia. Indonesia adalah pemberian terindah yang
diberikan oleh Gajah Mada. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia harus
berterima kasih pada Gajah Mada dan mulailah mencintai sejarah bangsa
ini.
Sosok Langit Kresna Hariadi
Langit Kresna Hariadi lahir di Banyuwangi pada tahun 1959. Ia adalah
anak bungsu dan satu-satunya anak dalam keluarganya yang memilih dunia
tulis-menulis sebagai pelampiasan hobi, emosi, dan profesi.
Setelah Balada Gimpul, buku pertamanyya yang diterbitkan
Balai Pustaka Jakarta, berturut-turut dengan kepala dinginya (dalam
pengertian yang sebenarnya) lahir Kiamat Para Dukun diterbitkan oleh PT Era Intermedia, Libby 1, Libby 2, De Castaz, Alivia, Serong, Melibas Sekat Pembatas, Antologi Manusia Laminating
yang diterbitkan oleh Qalam Press. Gama Media juga menerbitkan salah
satu karyanya yang senafas dengan karyanya yang lain, yang lahir atas
keprihatinannya terhadap pembantaian dukun santet di kampung halamannya,
Banyuwangi, Kiamat Dukun Santet. Selain menjadi penulis, Langit Kresna Hariadi juga menjadi dalang dari cerita silat bersambungnya yang berjudul Beliung dari Timur.Gajah Mada
adalah buku pertamanya yang diterbitkan oleh Tiga Serangkai, lumayan
mencuri perhatian dan mengundang apresiasi (Hariadi, 2008:689-690).
Ringkasan Gajah Mada Hamukti Palapa
Cerita ini berawal dari perintah Ki Ajar Padmaguna, seorang kakek tua
yang tinggal di sudut pelosok Majapahit, kepada anaknya, Branjang
Ratus, untuk menemui saudara perempuannya, Sri Yendra. Ki Padmaguna
menyuruh Branjang Ratus menemui Sri Yendra di kotapraja karena ia
mendapat wangsit saudaranya tersebut sedang membutuhkan bantuan. Karena
bakti sebagai seorang anak, Branjang Ratus pergi menemui bibinya.
Ternyata, bantuan yang dibutuhkan bibinya adalah bantuan untuk mencuri
dua pusaka kerajaan, yaitu cihna nagara gringsing lobbeng lewih laka dan
songsong Udan Riwis. Kedua pusaka tersebut merupakan lambang negara
Majapahit dan payung yang sering digunakan dalam acara penting di
kerajaan.
Kemudian, terjadilah pencurian di istana yang disertai dengan gempa
bumi. Kedua pusaka tersebut telah raib digondol maling. Istana gempar,
pasukan Bhayangkara dengan segera mencari pencuri dua pusaka Majapahit
itu.
Demi mempertanggungjawabkan kelalaiannya menjadi dua pusaka tersebut,
Gajah Enggon dengan Pradhabasu, mantan prajurit Bhayangkara pergi
mencari kedua pusaka itu di Ujung Galuh. Perjalanan ini dilakukan
berdasarkan wejangan dari Ibu Permaisuri Gayatri, ibu dari Ratu
Majapahit.
Di Ujung Galuh, Gajah Enggon berhasil menemukan titik terang. Ia melihat pencuri yang memakai cihna nagara dan membawa songsong Udan Riwis. Selain itu, ia juga dijodohkan dengan cucu Ki Agal, Rayi Sunelok.
Setelah itu, diketahui bahwa dua negara bawahan Majapahit, yaitu Keta
dan Sadeng mengumpulkan kekuatan untuk melakukan makar atau
pemberontakan melawan Majapahit.
Dengan keberanian dan kesigapan Pradhabasu, pemberontakan Keta dan
Sadeng bisa dilacak sehingga Gajah Mada bisa mempersiapkan prajurit
untuk menggempur Keta dan Sadeng. Penggempuran ini dibantu oleh pasukan
yang dipimpin oleh Aditiawarman, sepupu Ratu Majapahit yang berasal dari
Dharmasraya.
Pemberontakan Keta dan Sadeng berhasil dilumpuhkan oleh pasukan
Majapahit. Otak dari pemberontakan itu diadili di ibukota. Akan tetapi,
Ratu Majapahit tidak melimpahkan hukuman kepada para pemberontak
tersebut, tetapi memberikan anugerah gelar karena telah berani membela
negaranya dan menunjukkan kecintaannya kepada Majapahit meskipun dengan
cara memberontak. Selain mereka, orang-orang yang berhasil mewujudkan
kemenangan pihak Majapahit juga diberi anugerah gelar. Anugerah yang
paling besar dilimpahkan kepada Gajah Mada. Gajah Mada ditunjuk
menggantikan Mahapatih Arya Tadah yang harus turun jabatan karena sudah
tua dan sakit-sakitan. Gajah Mada menjadi Mahapatih Majapahit setelah
ditunjuk oleh Ratu Majapahit.
Setelah pengangkatannya sebagai mahapatih, Gajah Mada mengucapkan
sumpah mengenai keinginannya meluaskan daerah kekuasaan Majapahit. Ia
tidak akan menikmati nikmatnya dunia sebelum cita-citanya itu tercapai.
Sumpah ini dikenal dengan nama Sumpah Hamukti Palapa.
Akhir cerita, terungkaplah misteri tentang pencuri dua pusaka
kerajaan yang hilang. Ia adalah Branjang Ratus yang disuruh oleh Sri
Yendra, atau Ibu Suri Gayatri, dengan tujuan menghilangkan kesengsaraan
negara kerana kemarau panjang dan meredakan panas yang berlangsung di
Majapahit. Semua berakhir bahagia. Gajah Mada berhasil menjadi Mahapatih
Majapahit. Gajah Enggon mempunyai istri yang cantik dan berani.
Pradhabasu bahagia karena anaknya yang cacat jiwanya menjadi normal dan
perempuan yang selalu ada dalam ingatannya juga memiliki perasaan yang
sama terhadap dirinya.
Gajah Mada dan Sumpah Palapa
Awalnya saya mengira novel ini berkisah tentang Gajah Mada dan upaya
Gajah Mada mewujudkan Sumpah Palapa. Saya kecewa ketika angan-angan saya
tidak sesuai dengan cerita novel ini. Akan tetapi, kekecewaan saya
terbayarkan dengan cerita yang menarik mengenai asal usul Sumpah Palapa.
Saya benar-benar tidak tahu kebenaran yang melatarbelakangi Gajah Mada
mengumandangkan Sumpah Palapa.
Saya menjadi tahu sejarah Majapahit ketika saya membaca novel. Meskipun saya tidak membaca kelima seri novel Gajah Mada,
saya bisa merunut rentetan peristiwa sejarah yang terjadi pada masa
kerajaan Majapahit. Novel ini menggugah rasa ingin tahu saya atas
kekuatan Gajah Mada sebagai Mahapatih Majapahit yang mampu melakukan
tindakan luar biasa untuk Nusantara.
Gajah Mada dengan Sumpah Palapa telah menciptakan sebuah kehidupan
yang baik untuk Indonesia. Dengan penyatuan wilayah Nusantara, sekarang
Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terdiri dari beragam suku
bangsa.
Gajah mada adalah sosok yang bertanggung jawab dan sangat mencintai negerinya. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.
Gajah mada yang memperhatikan rumahnya, dilibas rasa cemas. Bukan rumahnya yang membuat cemas, tetapi keadaan istana (Hariadi, 2008:35).
Gajah Mada adalah orang yang tekun dan selalu berusaha mencapai
sesuatu yang lebih baik. Hal itu tercermin dalam ucapan Arya Tadah yang
menjagokan Gajah Mada menjadi mahapatih. Hal tersebut dapat dilihat pada
kutipan berikut.
… Ketika kau berada dipangkat lurah prajurit, kau berangan-angan untuk bisa meraih jabatan lebih tinggi dengan pangkat senopati….(Hariadi, 2008:295)
Karena keberhasilanmu yang luar biasa, kau meraih jabatan cukup tinggi tanpa harus melalui tataran yang semestinya…(Hariadi, 2008:295)
Gajah Mada adalah sosok gagah berani sehingga ia dipilih menjadi mahapatih menggantikan Arya Tadah.
…orang yang diangkat menjadi mahapatih haruslah orang yang kuat, berlengan kekar, dan memiliki nafas yang panjang….(Hariadi, 2008:674)
Demi membangun Majapahit yang besar, Majapahit yang jaya dan gemilang, diperlukan tangan yang kukuh, kuat, dan kekar. Majapahit menunjuk Gajah Mada (Hariadi, 2008:676).
Kesimpulan
Tema yang dikembangkan dalam cerita rekaan sangat beragam, salah
satunya adalah cerita rekaan yang bertemakan kisah sejarah. Karya sastra
sejarah ini dapat digolongkan sebagai bukti sejarah karena bersumber
dari fakta sejarah. Akan tetapi, karya sastra sejarah tetaplah sebuah
karya sastra yang terlahir dari imajinasi dan daya khayal pengarang
meskipun pengarang mendapatkan data tulisannya dari fakta sejarah. Tidak
ada yang benar-benar tahu sejarah masa lalu sebuah peradaban.
Salah satu karya sastra sejarah berupa novel adalah novel Gajah Mada Hamukti Palapa
yang ditulis oleh Langit Kresna Hariadi. Novel ini merupakan buku
ketiga dari lima seri tentang Gajah Mada yang ditulis oleh Langit Kresna
Hariadi. Buku ini menceritakan latar belakang munculnya Sumpah Palapa
yang diucapkan Gajah Mada demi mewujudkan impiannya menyatukan
nusantara.
Sejarah kebesaran Majapahit pada dasarnya identik dengan sepak
terjang Gajah Mada yang ia mulai sejak dikumandangkannya Sumpah Hamukti
Palapa. Dari sumpah yang ketika dikumandangkan dilecehkan oleh beberapa
pejabat Majapahit, Gajah Mada bekerja keras membangun kekuatan prajurit,
terutama armada angkatan laut. Negara Majapahit pun kemudian berubah
menjadi negara yang besar dan berwibawa (Hariadi, 2008:x).
Hasil dari jerih payah Gajah Mada adalah Nusantara yang sekarang ini
dikenal dengan nama Indonesia. Indonesia adalah pemberian terindah yang
diberikan oleh Gajah Mada. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia harus
berterima kasih pada Gajah Mada dan mulailah mencintai sejarah bangsa
ini.
Daftar Pustaka
Braginsky, V. I.. 1998. Yang Indah, Berfaedah, dan Kamal:Sejarah Sastra Melayu dalam Abad 7-19. Jakarta:INIS.
Hariadi, Langit Kresna. 2008. Gajah Mada Hamukti Palapa. Solo:Tiga Serangkai.
Ibrahim, Zahrah. 1986. Sastera Sejarah:Interpretasi dan Penilaian. Kuala Lumpur:Dewan Bahasa dan Pustaka.
Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar