"OM AWIGNAMASTU NAMA SIDDHEM OM SWASTIASTU" SEMOGA SEMUA DALAM PERLINDUNGAN TUHAN, SELAMAT MEMBACA DAN SEMOGHA BERMANFAAT.jangan lupa kunjungi videobsaya di link https://youtu.be/-UJdPDAjETM

11/07/2012

WACANA


1.Pengertian Wacana

         Ekspresi linguistik  memiliki  tataran bahasa yang  lebih luas dari  kalimat (rentetan  kalimat paragraph) yang  disebut  wacana.  Istilah  wacana  merupakan istilah yang muncul sekitar  tahun 1970-an di Indonesia (dari bahasa  Inggris “discourse”). Wacana  memuat rentetan  kalimat   yang  berhubungan, menghubungkan proposisi  yang  satu dengan proposisi yang lain,  membentuk satu-kesatuan informasi (Moeliono, 1988:34). Satuan yang minimum dalam wacana  adalah  klausa. Klausa  berfungsi  sebagai penyampai pesan, memiliki struktur yang disusun berdasarkan kaidah (pola urutan) sehingga komunkatif. Para  ahli bahasa umumnya berpendapat sama tentang klausa  wacana dalam hal satuan bahasa yang terlengkap (utuh),  tetapi  dalam hal ini ada perbedaannya. Perbedaannya terletak pada wacana  sebagai  unsur  gramatikal  tertinggi yang  direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh dengan amanat yang lengkap dan dengan koherensi dan kohesi  yang tinggi. Sebenarnya,  wacana yang  utuh harus dipertimbangkan dari segi isi (informasi) yang koheren, sedangkan kohesi  dipertimbangkan keruntutan unsur pendukung bentuk (Djajasudarma, 1994:2).
          Menurut Edmonson (1981:4). Wacana  adalah  satu  peristiwa  yang terstruktur  diwujudkan  didalam prilaku  linguistik (bahasa) atau yang lainnya. Disini  wacana terikat dengan peristiwa terstruktur, dan lebih jauh dijelaskan pula bahwa teks adalah urutan-urutan  ekspresi  linguistik yang terstruktur membentuk keseluruhan  yang padu uniter. Dengan demikian, didalam hal ini penulis wacana membedakan  wacana yang terikat  peristiwa dari teks  terstruktur.
         Pemahaman bahwa wacana merupakan susunan bahasa yang terlengkap dan merupakan satuan tertinggi dalam  hierarki gramatikal, adalah pemahaman yang berasal dari pernyataan,  wacana (discourse) adalah satuan bahasa terlengkap; dalam  hierarki  gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan  dalam bentuk karangan yang utuh berupa novel,  buku, seri eknsiklopedia, dalam paragraph,  kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap. Dijelaskan  bahwa  wujud wacana dapat dilihat  dari segi  tataran bahasa,  dari mulai tataran yang terkecil  ‘kata’ dapat  memuat makna yang utuh, dilihat  dari informasi  yang didukungnya.
            Pernyataan bahwa wacana  adalah  rekaman  kebahasaan yang utuh  tentang peristiwa komunikasi.  Komunikasi dapat  menggunakan  bahasa  lisan dan dapat pula menggunakan bahasa  tulis.  Apapun  bentuknya, wacana  mengasumsikan adanya penyapa (addressor) dan pesapa (addressee). Dalam  wacana lisan penyapa adalah  pembicara dan  pesapa adalah pendengar. Sedangkan pada  wacana tulis. Penyapa adalah  penulis dan pesapa adalah pembaca. Wacana  mempelajari bahasa dalam pemakaian. Jadi  bersifat  pragmatik (Samsuri, 1988).
         Menurut (Stubbs dalam Tarigan, 1987:25) wacana adalah organisasi bahasa diatas  klausa, seperti pertukaran-pertukaran  percakapan atau   teks-teks  tertulis.
          Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa  wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan  koherensi dan kohesi  tinggi yang berkesinambungan yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan  secara lisan  atau tulis.
 Pemahaman  ini memacu kita  pada  wacana yang kohesif dan koheren. Kohesi merupakan kserasian  hubungan unsur-unsur dalam  wacana.  Sedangkan  koheren  merupakan kepaduan wacana yang komunikatif mengandung satu ide. 
         Batasan wacana yang berbunyi,  wacana adalah  satuan  bahasa yang terlengkap  dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau  klausa dengan koherensi dan  kohesi tinggi yang  berkesinambungan yang mempunyai awal  dan akhir nyata, disampaikan secara lisan dan tulis. Kalau kita terima bahwa satuan-satuan bahasa secara linguistik mempunyai urutan dari terkecil sampai ke yang terbesar, maka urutan  tersebut adalah fonem, morfem,  kata, frase, klausa, kalimat  dan wacana. Dalam batasan  wacana, kata koherensi mengandung makna keteraturan atau kerapian. Dengan  perkataan  lain dapat dikatakan  bahwa wacana itu well  formed  atau  berbentuk bait.  Hampir  semua perhatian yang dicurahkan  oleh para psikologis  selama  ini ada struktur  wacana justru mengenai isi.

2. Jenis  Wacana       
         Jenis wacana  dapat dibedakan menjadi empat kelompok yaitu berdasarkan eksistensi (realitas), media  komunikasi, cara pemaparan dan jenis pemakaian. Jenis wacana berdasarkan eksistensinya terdiri dari verbal dan non  verbal. Berdasarkan  media komunikasi terdiri dari wacana lisan dan wacana  tulis. Dari segi cara pemaparannya  wacana dapat dibagi menjadi wacana  naratif,  deskriptif  prosedural, ekspositori, hortatory, dramatik,  epistolari, dan seremonial. Sedangkan  jenis wacana  dari  segi pemakaian dapat dibedakan menjadi  wacana, monolog (satu  orang penutur),  dialog (dua orang penutur)  dan  polilog (lebih  dari dua orang penutur) (Djajasudarma, 1994;6).
         Sub bab ini  akan  dibahas lebih lanjut  tentang jenis wacana  berdasarkan cara pemaparannya. Pemaparan   wacana  ini sama dengan tinjauan isi,  cara penyusunan, dan sifatnya.  Wacana berdasarkan  pemaparannya ini meliputi ;
  1. Wacana  naratif, yaitu  rangkaian tuturan yang menceritakan  atau menyajikan hal atau kejadian atau peristiwa  melalui penonjolan pelaku (persona I atau III).
  2. Wacana  procedural, merupakan  wacana yang dipaparkan  dengan rangakaian tuturan yang melukiskan sesuatu  secara berurutan dan  secara  kronologis. Biasanya  wacana ini untuk menjawab suatu peristiwa,  pekerjaan yang dilakukan atau dialami sehingga  menghasilkan sesuatu.
  3. Wacana hortatori,  adalah tuturan yang  berisi  ajakan atau nasehat. Tuturan ini dapat  berupa ekspresi yang memperkuat  keputusan. Untuk lebih meyakinkan.  Urutan  waktu tidak sangat  diperlukan, yang diperlukan adalah hasil. Wacana ini digunakan  untuk mempengaruhi pendengar atau pembaca agar  terpikat  akan  sesuatu  pendapat yang dikemukakan.
  4. Wacana  ekspositori, wacana  ini bersifat  menjelaskan sesuatu. Biasanya, berisi pendapat atau simpulan dari sebuah pandangan. Wacana yang termausk wacana ini pada umumnyaa dalah  ceramah, pidato atau artikel pada majalah dan  surat kabar.
  5. Wacana deskriptif, yaitu  rangkaian  tuturan yang memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan penuturnya. Wacana ini biasnaya bertujuan mencapai penghayatan yang  imajinatif  terhadap sesuau  sehingga pendengar atau pembaca seolah-olah merasakan atau mengalami sendiri secara langsung.
  6. Wacana  dramatik, wacana  ini menyangkut  beberapa orang penutur (persona) yang kadang-kadang menjadi naratif. Pentas drama merupakan wacana  dramatik.
  7. Wacana epistolary, digunakan dalam surat-surat, dengan system dan bentuk tertentu. Wacana ini dimulai dengan alenia pembuka, isi, dan penutup.
  8. Wacana seremonial, wacana  ini berhubungan dengan upacara adat yang berlaku dimasyarakat  bahasa. Wacana  ini dapat berupa  nasehat (pidato) pada upacara pernikahan, upacara  kematian, dan sebagainya.
         Kenyataannya, wacana tidak hanya memiliki satu sifat, wacana  dapat  memiliki lebih  dari satu sifat. Hal  tersebut  lebih banyak bergantung pada situasi dan gaya yang biasa digunakan  penulis  atau penutur.
         Lebih dalam tentang  wacana  narasi, bahwa narasi merupakan  suatu  bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah  pembaca  melihat atau menjalani sendiri peristiwa  itu. Jadi  unsur yang paling  penting pada sebuah narasi adalah unsur perbuatan atau tindakan (Keraf, 1985; 135).
         Menurut Djajasudarma (1994:8), isi wacana  narasi ditujukan kearah memperluas pengetahuan pendengar atau pembaca. Kekuatan wacana ini terletak pada  urutan cerita berdasarkan waktu, cara-cara bercerita   atau  aturan alur (plot).
 Contoh :
    “Pada suatu hari Raden Banterang sedang berburu, tatkala sedang mengejar kijang, datang seorang pengemis mendekatinya. Kata pengemis tersebut: “tuanku Raden Banterang, sejak tadi hamba mencari tuanku. Tadi pagi hamba mendengar percakapan permaisuri tuanku dengan dengan kakak ipar tuanku tentang rencana mereka untuk menuntut balas kematian ayahnya. Kalau tidak percaya, di bawah peraduan permaisuri ada sebilah keris pusaka.” Setelah berkata demikian pengemis itu menghilang. Terkejutlah Raden Banterang mendengar laporan pengemis tersebut. Bergegaslah pulang Raden Banterang ke istana.”
 
         Narasi hanya menyampaikan kepada pembaca suatu kejadian  atau peristiwa, maka tampak bahwa narasi akan sulit dibedakan  dari deskripsi. Karena suatu peristiwa atau suatu proses  dapat juga  disajikan dengan mempergunakan  metode deskripsi. Sebab itu, mesti ada unsur lain yang harus diperhitungkan,  yaitu unsur  waktu. Dengan demikian, pengertian narasi mencakup dua unsur dasar yaitu perbuatan atau tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu. Apa yang terjadi tidak lain  daripada  tindak-tanduk yang dilakukan oleh orang-orang atau tokoh-tokoh dalam suatu rangkaian waktu. Bila deskripsi  menggambarkan objek  secara  statis, maka narasi mengisahkan suatu kehidupan yang dinamis  dalam suatu rangkaian waktu (Keraf, 1985:136).
             Berdasarkan  uraian di atas, narasi dapat dibatasi sebagai suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu  kesatuan waktu. Atau dapat juga dirumuskan  dengan cara lain, narasi adalah suatu betuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi.  Narasi  berusaha  menjawab pertanyaan “Apa yang telah  terjadi?’.
  Seperti yang sudah dikemukan di atas, antara kisah dan kisah terdapat perbedaan, minimal yang  menyangkut tujuan atau sasarannya. Ada narasi yang  hanya  menyangkut tujuan atau sasarannya. Ada narasi yang hanya bertujuan  untuk  memberi informasi kepada para pembaca, agar pengetahuannya bertambah luas, yang disebut  narasi ekspositoris. Tetapi ada juga narasi yang disusun dan disajikan  sekian  macam, sehingga mampu menimbulkan daya   khayal para pembaca. Ia  berusaha menyampaikan  sebuah makna kepada para pembaca melaluid aya  khayal yang dimilikinya. Narasi ini disebut  narasi  sugestif.  Antara kedua  narasi ini terjalinlah bermacam-macam narasi dengan tingkat informasi  yang semakin berkurang  menuju tingkat daya khayal  yang semakin bertambah.
         Sesuai dengan perbedaan antara  narasi ekspositoris dan narasi sugestif, maka narasi dapat dibedakan atas bentuk narasi  fiktif  dan non fiktif. Bentuk-bentuk narasi yang terkenal yang biasa dibicarakan  dalam hubungan dengan kesusastraan adalah roman, novel, cerpen dan dongeng. Semuanya ini termasuk narasi fiktif.  Serta sejarah, biografi, dan autobiografi yang termausk narasi non fiktif.
         Struktur narasi dapat dilihat  dari komponen-komponen yang membentuk yaitu : perbuatan, penokohan, latar dan sudut  pandangan, tetapi dapat juga dianalisa berdasarkan alur (plot)  narasi (Keraf, 1985:145).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar