1.Pengertian Wacana
Ekspresi linguistik memiliki
tataran bahasa yang lebih luas
dari kalimat (rentetan kalimat paragraph) yang disebut
wacana. Istilah wacana
merupakan istilah yang muncul sekitar
tahun 1970-an di Indonesia (dari bahasa
Inggris “discourse”).
Wacana memuat rentetan kalimat
yang berhubungan, menghubungkan
proposisi yang satu dengan proposisi yang lain, membentuk satu-kesatuan informasi (Moeliono,
1988:34). Satuan yang minimum dalam wacana
adalah klausa. Klausa berfungsi
sebagai penyampai pesan, memiliki struktur yang disusun berdasarkan kaidah
(pola urutan) sehingga komunkatif. Para
ahli bahasa umumnya berpendapat sama tentang klausa wacana dalam hal satuan bahasa yang
terlengkap (utuh), tetapi dalam hal ini ada perbedaannya. Perbedaannya
terletak pada wacana sebagai unsur
gramatikal tertinggi yang direalisasikan dalam bentuk karangan yang
utuh dengan amanat yang lengkap dan dengan koherensi dan kohesi yang tinggi. Sebenarnya, wacana yang
utuh harus dipertimbangkan dari segi isi (informasi) yang koheren,
sedangkan kohesi dipertimbangkan
keruntutan unsur pendukung bentuk (Djajasudarma, 1994:2).
Menurut Edmonson (1981:4). Wacana
adalah satu peristiwa
yang terstruktur diwujudkan didalam prilaku linguistik (bahasa) atau yang lainnya.
Disini wacana terikat dengan peristiwa
terstruktur, dan lebih jauh dijelaskan pula bahwa teks adalah
urutan-urutan ekspresi linguistik yang terstruktur membentuk
keseluruhan yang padu uniter. Dengan
demikian, didalam hal ini penulis wacana membedakan wacana yang terikat peristiwa dari teks terstruktur.
Pemahaman bahwa wacana
merupakan susunan bahasa yang terlengkap dan merupakan satuan tertinggi
dalam hierarki gramatikal, adalah
pemahaman yang berasal dari pernyataan,
wacana (discourse) adalah
satuan bahasa terlengkap; dalam
hierarki gramatikal merupakan
satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh berupa
novel, buku, seri eknsiklopedia, dalam
paragraph, kalimat atau kata yang
membawa amanat yang lengkap. Dijelaskan
bahwa wujud wacana dapat
dilihat dari segi tataran bahasa, dari mulai tataran yang terkecil ‘kata’ dapat
memuat makna yang utuh, dilihat
dari informasi yang didukungnya.
Pernyataan bahwa wacana
adalah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi. Komunikasi dapat menggunakan
bahasa lisan dan dapat pula
menggunakan bahasa tulis. Apapun
bentuknya, wacana mengasumsikan
adanya penyapa (addressor) dan pesapa
(addressee). Dalam wacana lisan penyapa adalah pembicara dan
pesapa adalah pendengar. Sedangkan pada
wacana tulis. Penyapa adalah
penulis dan pesapa adalah pembaca. Wacana mempelajari bahasa dalam pemakaian. Jadi bersifat
pragmatik (Samsuri, 1988).
Menurut (Stubbs dalam
Tarigan, 1987:25) wacana adalah organisasi bahasa diatas klausa, seperti pertukaran-pertukaran percakapan atau teks-teks
tertulis.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap
dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang mampu
mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan
atau tulis.
Pemahaman
ini memacu kita pada wacana yang kohesif dan koheren. Kohesi
merupakan kserasian hubungan unsur-unsur
dalam wacana. Sedangkan
koheren merupakan kepaduan wacana
yang komunikatif mengandung satu ide.
Batasan wacana yang berbunyi, wacana adalah
satuan bahasa yang
terlengkap dan tertinggi atau terbesar
di atas kalimat atau klausa dengan
koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata, disampaikan secara lisan dan
tulis. Kalau kita terima bahwa satuan-satuan bahasa secara linguistik mempunyai
urutan dari terkecil sampai ke yang terbesar, maka urutan tersebut adalah fonem, morfem, kata, frase, klausa, kalimat dan wacana. Dalam batasan wacana, kata koherensi mengandung makna
keteraturan atau kerapian. Dengan
perkataan lain dapat
dikatakan bahwa wacana itu well
formed atau berbentuk bait. Hampir semua perhatian yang dicurahkan oleh para psikologis selama
ini ada struktur wacana justru
mengenai isi.
2. Jenis
Wacana
Jenis wacana
dapat dibedakan menjadi empat kelompok yaitu berdasarkan eksistensi
(realitas), media komunikasi, cara
pemaparan dan jenis pemakaian. Jenis wacana berdasarkan eksistensinya terdiri
dari verbal dan non verbal.
Berdasarkan media komunikasi terdiri
dari wacana lisan dan wacana tulis. Dari
segi cara pemaparannya wacana dapat
dibagi menjadi wacana naratif, deskriptif
prosedural, ekspositori, hortatory, dramatik, epistolari, dan seremonial. Sedangkan jenis wacana
dari segi pemakaian dapat
dibedakan menjadi wacana, monolog
(satu orang penutur), dialog (dua orang penutur) dan
polilog (lebih dari dua orang
penutur) (Djajasudarma, 1994;6).
Sub bab ini
akan dibahas lebih lanjut tentang jenis wacana berdasarkan cara pemaparannya. Pemaparan wacana
ini sama dengan tinjauan isi,
cara penyusunan, dan sifatnya.
Wacana berdasarkan pemaparannya
ini meliputi ;
- Wacana naratif, yaitu rangkaian tuturan yang menceritakan atau menyajikan hal atau kejadian atau peristiwa melalui penonjolan pelaku (persona I atau III).
- Wacana procedural, merupakan wacana yang dipaparkan dengan rangakaian tuturan yang melukiskan sesuatu secara berurutan dan secara kronologis. Biasanya wacana ini untuk menjawab suatu peristiwa, pekerjaan yang dilakukan atau dialami sehingga menghasilkan sesuatu.
- Wacana hortatori, adalah tuturan yang berisi ajakan atau nasehat. Tuturan ini dapat berupa ekspresi yang memperkuat keputusan. Untuk lebih meyakinkan. Urutan waktu tidak sangat diperlukan, yang diperlukan adalah hasil. Wacana ini digunakan untuk mempengaruhi pendengar atau pembaca agar terpikat akan sesuatu pendapat yang dikemukakan.
- Wacana ekspositori, wacana ini bersifat menjelaskan sesuatu. Biasanya, berisi pendapat atau simpulan dari sebuah pandangan. Wacana yang termausk wacana ini pada umumnyaa dalah ceramah, pidato atau artikel pada majalah dan surat kabar.
- Wacana deskriptif, yaitu rangkaian tuturan yang memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan penuturnya. Wacana ini biasnaya bertujuan mencapai penghayatan yang imajinatif terhadap sesuau sehingga pendengar atau pembaca seolah-olah merasakan atau mengalami sendiri secara langsung.
- Wacana dramatik, wacana ini menyangkut beberapa orang penutur (persona) yang kadang-kadang menjadi naratif. Pentas drama merupakan wacana dramatik.
- Wacana epistolary, digunakan dalam surat-surat, dengan system dan bentuk tertentu. Wacana ini dimulai dengan alenia pembuka, isi, dan penutup.
- Wacana seremonial, wacana ini berhubungan dengan upacara adat yang berlaku dimasyarakat bahasa. Wacana ini dapat berupa nasehat (pidato) pada upacara pernikahan, upacara kematian, dan sebagainya.
Kenyataannya, wacana tidak hanya memiliki satu
sifat, wacana dapat memiliki lebih dari satu sifat. Hal tersebut
lebih banyak bergantung pada situasi dan gaya yang biasa digunakan penulis
atau penutur.
Lebih dalam tentang wacana
narasi, bahwa narasi merupakan
suatu bentuk wacana yang berusaha
mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca
melihat atau menjalani sendiri peristiwa
itu. Jadi unsur yang paling penting pada sebuah narasi adalah unsur
perbuatan atau tindakan (Keraf, 1985; 135).
Menurut Djajasudarma
(1994:8), isi wacana narasi ditujukan
kearah memperluas pengetahuan pendengar atau pembaca. Kekuatan wacana ini
terletak pada urutan cerita berdasarkan
waktu, cara-cara bercerita atau aturan alur (plot).
Contoh :
“Pada
suatu hari Raden Banterang sedang berburu, tatkala sedang mengejar kijang,
datang seorang pengemis mendekatinya. Kata pengemis tersebut: “tuanku Raden
Banterang, sejak tadi hamba mencari tuanku. Tadi pagi hamba mendengar
percakapan permaisuri tuanku dengan dengan kakak ipar tuanku tentang rencana
mereka untuk menuntut balas kematian ayahnya. Kalau tidak percaya, di bawah
peraduan permaisuri ada sebilah keris pusaka.” Setelah berkata demikian
pengemis itu menghilang. Terkejutlah Raden Banterang mendengar laporan pengemis
tersebut. Bergegaslah pulang Raden Banterang ke istana.”
Narasi hanya menyampaikan kepada pembaca suatu
kejadian atau peristiwa, maka tampak
bahwa narasi akan sulit dibedakan dari
deskripsi. Karena suatu peristiwa atau suatu proses dapat juga
disajikan dengan mempergunakan
metode deskripsi. Sebab itu, mesti ada unsur lain yang harus
diperhitungkan, yaitu unsur waktu. Dengan demikian, pengertian narasi mencakup dua unsur dasar yaitu perbuatan atau
tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu. Apa yang terjadi tidak lain daripada
tindak-tanduk yang dilakukan oleh orang-orang atau tokoh-tokoh dalam
suatu rangkaian waktu. Bila deskripsi
menggambarkan objek secara statis, maka narasi mengisahkan suatu
kehidupan yang dinamis dalam suatu
rangkaian waktu (Keraf, 1985:136).
Berdasarkan
uraian di atas, narasi dapat dibatasi sebagai suatu bentuk wacana yang
sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi
sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu
kesatuan waktu. Atau dapat juga dirumuskan dengan cara lain, narasi adalah suatu betuk
wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu
peristiwa yang telah terjadi.
Narasi berusaha menjawab pertanyaan “Apa yang telah terjadi?’.
Seperti yang sudah dikemukan di atas,
antara kisah dan kisah terdapat perbedaan, minimal yang menyangkut tujuan atau sasarannya. Ada narasi
yang hanya menyangkut tujuan atau sasarannya. Ada narasi
yang hanya bertujuan untuk memberi informasi kepada para pembaca, agar
pengetahuannya bertambah luas, yang disebut
narasi ekspositoris. Tetapi ada juga narasi yang disusun dan
disajikan sekian macam, sehingga mampu menimbulkan daya khayal para pembaca. Ia berusaha menyampaikan sebuah makna kepada para pembaca melaluid
aya khayal yang dimilikinya. Narasi ini
disebut narasi sugestif.
Antara kedua narasi ini
terjalinlah bermacam-macam narasi dengan tingkat informasi yang semakin berkurang menuju tingkat daya khayal yang semakin bertambah.
Sesuai dengan perbedaan
antara narasi ekspositoris dan narasi
sugestif, maka narasi dapat dibedakan atas bentuk narasi fiktif
dan non fiktif. Bentuk-bentuk narasi yang terkenal yang biasa
dibicarakan dalam hubungan dengan
kesusastraan adalah roman, novel, cerpen dan dongeng. Semuanya ini termasuk
narasi fiktif. Serta sejarah, biografi,
dan autobiografi yang termausk narasi non fiktif.
Struktur narasi dapat
dilihat dari komponen-komponen yang
membentuk yaitu : perbuatan, penokohan, latar dan sudut pandangan, tetapi dapat juga dianalisa berdasarkan
alur (plot) narasi (Keraf, 1985:145).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar