BAGIAN PERTAMA
TELAAH SUBSTANTIF
A. Obyek Filsafat Ilmu
Obyek studi filsafat ilmu
setidaknya ada dua yang substantif, dan dua yang instrumentatif. Dua yang
substantif adalah kenyataan dan kebenaran, sedangkan dua yang instrumentatif
adalah konfirmasi dan logika inferensi.
1. Kenyataan atau Fakta
Apa
yang disebut kenyataan atau fakta ? Dengan singkat dapat penulis jawab
kenyataan atau fakta itu adalah empiri yang dapat dihayati oleh manusia.
2. Kebenaran
Realisme
menyimpulkan sesuatu sebagai benar, bila didukung teori dan ada faktanya.
Realisme baru menuntut adanya konstruk teori (yang disusun deduktif
probabilistik) dan adanya empiri terkonstruk pula).
3. Konfirmasi
Menampilkan
konfirmasi absolut biasanya menggunakan landasan asumsi, postulat, atau axioma
yang sudah dipastikan benar.
4. Logika Inferensi
Sedangkan
untuk logika pragmatik dapat digunakan diskursus dialektik dari Sartre.
Telaahnya bukan analitik sebagaimana umumnya dikenal, bukan mendasarkan pada
struktur, bukan pada asbtraksi, melainkan diskursus dialektik yang berupaya
memadukan idee, value, dalam tindakan fungsional operasional.
B. Fakta
1. Fakta, Idee dan Teori
William
Whwell (dalam John Losee, 1993) mengetengahkan bahwa fakta merupakan secull
pengetahuan yang menjadi raw material bagi perumusan hukum atau teori. Hukum
Kepler merupakan faktor yang selanjutnya diteoretisasikan oleh Newton. Ada
hubungan relatif antara teori satu dengan lainnya, dan bila teori satu menyatu
dengan teori lain, maka teori itu menjadi fakta tertentu.
2. Pola Discovery
Discovery
menurut Whewell dapat pula terproses dengan cara lain, yaitu dari idee-idee
dieksplistikan menjadi konsep-konsep, dilagakan dengan berbagai fakta menjadi
hukum phenomena, dan dijadikan teori.
3. Idee, Value dan Aksi
4. Fakta Terkonstruk
Dalam positivisme
dikenal fakta elementer, fakta langsung diperoleh lewat indria. Dalam
perkembangan ilmu, para ahli mulai menyadari adanya inter-relasi bermakna antar
fakta-fakta, dan dikenalah konsep fakta terkonstruk. Ada dua fakta terkonstruk.
Pertama fakta terkonstruk karena temuan pola discovery, karena ada idee, dan
ada teori. Kedua, fakta terkonstruk yang berupa moral terkonstruk.
C. Terkonstruk
Rumusan substantif tentang apa itu kebenaran (truth), terdapat banyak teori. Michael Williams mengenalkan setidaknya 5 teori kebenaran, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif, kebenaran pragmatik, dan kebenaran proposisi (Borchert, 1996). Penulis menambahkan 1 teori kebenaran lagi, yaitu kebenaran paradigmatik atau kebenaran konstruktif.
1. Kebenaran Proposisi
Proporsi benar adalah bila sesuai dengan persyaratan formal suatu proporsi.
2. Kebenaran Koresprodensi
Berpikir benar korespondensi adalah berpikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu lain. Korespondensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan (positivisme), antara fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik (phenomenologi Russell).
3. Kebenaran Koherensi
Sesuatu yang koheren dengan sesuatu lain, berarti ada kesesuaian atau keharmonisan dengan sesuatu yang memiliki hierarki lebih tinggi. Yang memiliki hierarki lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut dapat berupa skema, sistem atau nilai. Koherensi tersebut mungkin saja tetap pada dataran sensual rasional, tetapi mungkin pula menjangkau dataran transedem.
4. Kebenaran Struktural Paradigmatik
Bila ditelaah sepintas, dan dicari akarnya, memang kebenaran yang penulis beri nama kebenaran struktural berkembang dari kebenaran korespondensi. Sampai sekarang analisis regresi, analisis faktor, dan analisis statistik lanjut lainnya, masih dimaknai pada korespondensi unsur satu dengan lainnya, sedangkan semestinya keseluruhan struktur tata hubungan itu dimaknai, karena akan mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih menyeluruh.
5. Kebenaran performatif
Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual, dan menyatukan apapun yang ada di baliknya, baik yang praktis, yang teoretik, maupun yang filosofik, orang mengetengahkan kebenaran tampilan aktual yang disebut dengan kebenaran performatif. Tokoh penganut ini antara lain Strawson (1950) dan Geach (1960). Sesuatu sebagai benar bila memang dapat diaktualkan dalam tindakan.
6. Kebenaran pragmatik
Perintis teori ini adalah Charles S. Pierce, yang dikembangkan lebih lanjut oleh pragmatis William James dan Jon Dewey. Yang benar adalah yang konkret, yang individual, dan yang spesifik demikian James. Dewey lebih lanjut menyatakan bahwa kebenaran merupakan korespondensi antara idee dengan fakta, dan arti korespondensi menurut Dewey adalah kegunaan praktis.
D. Konfirmasi
1. Aspek Kuantitatif dan Kualitatif Konfirmasi
Dasar untuk memastikan kebenaran penjelasan atau kebenaran prediksi, sebagian ahli menggunakan aspek kuantitatif, dan sebagian lain menggunakan aspek kualitatif.
2. Teori Konfirmasi
Decision theory menerapkan kepastian berdasar keputusan “apakah hubungan antara hipotesis dengan evidensi memang memiliki manfaat aktual”. Kriteria “manfaat aktual” memang menjadi bersifat subyektif.
BAGIAN KEDUA
LOGIKA INFERENSI
A. Logika
Studi
logika adalah studi tentang tipe-tipe tata fikir. Bila dilacak studi logika ini
berangkat dari Yunani kuni, ke Arabia, lalu Eropa, Abad Tengah, ke era Pasca
Renaisance yang matematik, dilanjutkan ke abad XIX dan abad XX. Tradisi logika
Barat berkelanjutan seperti jalur diatas. Sedangkan filsafat India dan Cina
berkembang terpisah.
B. Logika Formil Kategorik
Yang
dimaksud logika formil kategorik adalah logika Aristoteles beserta
modifikasi-modifikasi yang bertujuan menyempurnakan logika Aristoteles.
C. Logika Matematik Aksiomatik
Pemikiran
tradisional kuno lainnya dapat kita jumpai pula pada Euclides dan Archimedes.
Tesis yang diterima adalah bahwa struktur ilmu yang lengkap semestinya tampil
dalam pernyataan dalam sistem deduktif. Aristoteles menekankan pentingnya
kesimpulan deduktif.
D. Logika dalam Paradigma Kuantitatif
1. Logika Induktif Probabilistik
Logika
matematik yang digunakan dalam positivisme adalah sistem logika induktif
probabilistik. Untuk menguji validitas digunakan uji verifikasi.
2. Logika Deduktif Probabilistik
Realisme
baru menggunakan logika matematik pula. Adapun sistem logika yang digunakan
adalah sistem logika deduktif probabilistik. Perlu diingat bahwa realisme
adalah aliran yang menuntut pembuktian kebenaran perlu didukung, oleh teori dan
empiri. Keduanya harus ada dan saling mendukung. Realisme baru menuntut adanya
teori terkonstruk (Kuhn, Lakatos, Laudan) dan adanya empiri yang terkonstruk
pula (Hacking).
3. Logika Paradigmatik : Uji Inferensi Logik
Kuantitatif
Rasanya
aneh menampilkan term logika paradigmatik. Maksudnya sama dengan upaya penulis
menampilkan term logika kualitatif grounded, yaitu untuk menampilkan alternatif
komparatif guna membuat inferensi logik.
4. Inferensi Logik Kuantitatif
Model
uji inferensi logik kuantitatif setepatnya digunakan, bila para peneliti
menggunakan pendekatan positivistik, postpositivistik rasionalistik, realisme
baru, atau quantum logik.
E. Logik dengan Paradigma Kualitatif
Logika
paradigma kualitatif dapat penulis pilahkan menjadi dua, yaitu : logika untuk
phenomenologi antropologik dan logika untuk bahasa. Logika phenomenologi
antropologik penulis sebut pula sebagai logika kualitatif grounded. Logika
bahasa dapat dipilahkan menjadi dua, yaitu logika linguistik yang positivistik
(yang terpusat pada sintaksis) dan logika phenomenologi hermeneutik.
1. Logika kualitatif Grounded
Dalam
banyak pustaka, model grounded yang dalam buku penulis. Metodologi Penelitian
Kualitatif penulis luaskan model-modelnya dengan nama pendekatan
phenomenologik, diklasifikasikan sebagai model pengembangan ilmu ideographik.
Ilmu yang tidak merancangkan membuat inferensi, melainkan ilmu yang bersifat
mencandra, ilmu yang hendak mendeskripsikan.
2. Logika Linguistik, Semantik dan Hermeneutik
Inferensi
logik dalam bahasa dikenal setidaknya dua tahapan, yaitu : pertama, logika
linguistik yang positivistik, yang menggunakan struktur kalimat dan fungsi
kata-kata sebagai dasar analisisnya; kedua, logika phenomenologi, hermeneutik
dengan perkembangan dari phenomenologi sosial, strukturalisme semiotik atau
semantik, dan phenomenologi hermeneutik. Berturut-turut dibahas lebih lanjut,
masing-masing tersebut.
a. Strukturalisme klasik
Strukturalisme
klasik seperti de Saussure memfokuskan pada analisis tata bahasa. Dikenal dua
bentuk linguistic codes, yaitu : elaborated code dan restricted code.
b. Strukturalisme Levi-Strauss
Strukturalisme
Levi-Strauss, yang juga disebut strukturalisme genetik, berasumsi bahwa karya
sastra seseorang, tidak dapat lepas dari latar belakang sosialnya.
c. Strukturalisme Dinamik
Realitas
sosial tersebut dilukiskan lewat novel imaginer. Menurut hemat penulis analisis
ini lebih dekat untuk disebut strukturalisme dinamik daripada genetik.
d. Strukturalisme Semiotik/Semantik
Strukturalisme
berikut adalah strukturalisme semiotik atau strukturalisme-semantik.
e. Logika Hermeneutik
Logika
linguistik yang semantik dapat pula disebut : logika hermeneutik. Kebenaran
dicari dengan menganalisis makna
simbolik dengan pembacaan heuristik atau pembacaan hermeneutik.
F. Logika Reflektif Deduktif Probabilistik
1. Logika Reflektif Deduktif Tematik
Logika
yang digunakan dalam realisme metaphisik berakar pada positivisme. Positivisme
menggunakan sistem logika induktif probabilistik. Realisme metaphisik menolak
penggunaan sistem indeuktif tersebut dan menggantinya dengan sistem logika
deduktif probabilistik.
2. Logika Deduktif Paradigmatik : Uji Inferensi
Esensial
Inferensi
logik esensial paradigmatik dapat menggunakan
pendekatan postpositivistik, phenomenologik, realisme metaphisik, atapun
linguistik dekonstruksi. Dari saran tersebut semoga terpahami oleh pembaca,
pemuaraan dari logika hermeneutik yang mencari makna, phneomenologik yang
generative, realisme yang mengembangkan logika paradigmatik.
G. Logika Pragmatik
1. Logika Pragmatik Era Pertama
Rasionalitas
dalam pragmatisme telah direduksi menjadi yang berguna, yang bermanfaat atau
yang berfungsi. Model ini telah ditinggalkan sejak tahun 1940-an.
2. Logika Pragmatik Meta-Etik
Rasionalitas
dalam pragmatisme meta-etik mereduksi problem teoretik dan moralitas menjadi
kepentingan pragmatik.
BAGIAN KETIGA
TELAAH KONSTRUK TEORI
A. Teori Ilmu
Apakah teori ilmu itu ? Ada dua kutub arti teori. Kutub pertama adalah teori sebagai hukum
eksperimenseperti hukum Boyle tentang proporsi konstan zat kimia, hukum Mendel
tentang keturunan, yang dapat langsung diuji lewat observasi. Sedangkan kutub kedua adalah hukum sebagai
kalkulus formal seperti teori relativitas dari Einstein dan teori evolusi
Darwin.
B. Temuan Ilmiah Substantif Mendasar
Temuan teori atom ini merupakan temuan ilmiah
substantif mendasar. Banyak temuan teori
ilmiah substantif mendasar, dan akan diela borasi lebih jauh pada Bagian
Terapan buku ini.
C. Hukum – hukum Keteraturan
Bila
diringkaskan, apakah teori itu ? Teori
adalah pernyataan yang berisi kesimpulan tentang adanya keteraturan
substantif. Menemukan keteraturan itulah
tugas ilmuan, dan dengan kemampuan kreatif rekayasa. Kita perlu membedakan tiga keteraturan, yaitu
: keteraturan alam, keteraturan kehidupan sosial manusia, dan keteraturan
rekayasa teknologi.
1. Hukum Keteraturan Alam
Alam semesta ini memiliki keteraturan yang determinate. Ilmu pengetahuan alam bisa disebut hard
science, karena segala proses alam yang berupa benda anorganik sampai
organik dan hubungan satu dengan lainnya dapat dieskplanasikan dan
diprediksikan relatif tepat.
2. Hukum Keteraturan Hidup Manusia
Hidup manusia itu memiliki keragaman sangat
luas. Yang satu lebih suka kerja keras,
yang lain menyukai hidup santai, yang satu tampil ulet meski selalu gagal, yang
lain mudah putus asa; yang satu berteguh pada prinsif, dan tergilas habis.
3. Hukum Keteraturan Rekayasa Teknologi
Produk teknologi merupakan produk kombinasi antara
pemahaman ilmuan tntang keteraturan esensial yang determinate dengan
upaya rekayasakreatif manusia mengikuti hukum keteraturan sunnatullah.
D. Pendekatan
Berbeda pendekatan yang digunakan, akan berbeda
teori yang akan dihasilkan. Struktur
teori Positivistik dibangun atas relevan
tidaknya sesuatu dengan sesuatu lain.
Kebenaran ilmiah diuji lewat uji indukatif verifikatif. Struktur
teorinya sebatas struktur korelasional saja.
E. Mengembangkan Struktur
Realisme metaphisik mengejar makna rasional, dari empiri
sensual, logik, etik, dan transenden lewat penghayatan empirik dengan pencarian
esensi secara reflektif dan intuitif.
F. Konsep dan Definisi
Unsur konstruk paling elementer dalam struktur teori
adalah definisi atau batasan atau penjelasan sesuatu konsep. Setidaknya ada tiga fungsi bahas, yaitu :
funsi ekspresif, efektif, dan fungsi logik.
Untuk studi ilmu pada umumnya fungsi logik yang dominan. Fungsi ekspresif akan banyak mewarnai studi
seni; sedangkan fungsi efektif aktual-praktis banyak mewarnai studi teknologi.
1. Fungsi Logik Definisi
Fungsi logik dari definisi adalah memberikan batas arti
atau makna simbolik dari sesuatu konsep, sehingga definisi disamaartikan dengan
batasan.
2. Defisi
Nominasi
Defisi nominalis merupakan penjelasan atas sesuatu istilah
dengan menggunakan kata lain yang lebih dikenal.
3. Definisi
Realis
Definisi realis memberikan penjelasan atau batasan berdasar
isi yang terkandung dalam konsep yang didefinisikan. Menjelaskan isi dapat dilakukan secara
analitik, disebut definisi analitik.
4. Definisi
Praktis
Disamping definisi – definisi tersebut dikenal
pula definisi praktis. Tujuan
praktis menjadi ciri khas penjelasannya.
Definisi yang mementingkan penjelasan kegunaannya atau fungsinya disebut
definisi fungsional.
5. Definisi Paradigmatik
Dengan berkembangnya tata fikir mu’takir sekarang
ini, seperti berfikir morphogenetik, berpikir divergen, berpikir horisontal,
berfikir kreatif, berfikir holographik, dan lain – lain, dan teoritik, dataran
moral kultural, moral transeden, dan juga munculnya tata fikir kompleks yang
operasional pragmatik, maka nampaknya perlu dikenalkan klaster keempat dari
definisi, yaitu : definisi paradigmatik.
G. Konstruk Teori
Telah dikemukakan unsur konstruk paling elementer dalam
struktur teori adalah definisi atau batasan atau penjelasan tentang sesuatu konsep.
1. Konstruk
teori Model Korespondensi
Konstruk berfikir korespondensi adalah bahwa
kebenaran sesuatu dibuktikan dengan cara menemukan relasi relevan dengan
sesuatu lain. Tampilan korespondensi
tersebut beragam mulai dari korelasi, kausal, kontributif, sampai mutual. Konstruk berfikir statistik kuantitatif dan
juga pendekatan positivistik menggunakan cara ini.
2. Konstruk Teori Model Koherensi
Konstruk teori model koherensi merentang dari koheren dalam
makna moral. Konstruk koheren dalam makna
rasional adalah kesesuaian sesuatu dengan skema rasional tertentu, termasuk
juga kesesuaian sesuatu dengan kebenaran obyektif rasional universal dari
Popper.
3. Konstruk
Teori Model Paradigmatik
Struktur berfikir paradigmatik berupaya mengkonstruk beragam
konsep dalam tatanan tertentu : menyederhanakan yang kompleks. Tatanan tersebut dapat mengandung relasi
beragam, dengan kemungkinan – kemungkinan ada yang holographik. Konstruk teori dari Blalock model dinamik
dapat penulis masukan dalam kelompok ini.
Pada model dinamik Blalock, konsep – konsep ditata dalam hubungan
beragam, ada yang linier positif, ada yang linier negatif ada yang nonlinier,
dan mungkin pula ada keragaman dalam intensitas dan tempo.
H. Reduksionisme, Instrumentaisme, dan Realisme
Dengan fikiran cerdas para pembaca akan melihat nuansa
pemikiran instrumentalis dan realis yang menjadi samar-samar batasnya ketika
instrumentalis menampilkan konflik sebagai universal tool dengan jenis logam sebagai substansi pada
realis.
BAGIAN KEEMPAT
ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, DAN AKSIOLOGI
A. Filsafat Ilmu dan Cabang-cabangnya
Di Bagian Pendahuluan sampai Bagian Ketiga
telah ditelaah tentang empat substantif filsafat ilmu, yaitu : kenyataan,
kebenaran, kepastian, dan logika inferensi.
Bagian Keempat akan membahas tentang cabang-cabang utama filsafat ilmu,
yaitu : ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
B. Ontologi
Obyek telaah ontologi adalah yang ada. Studi tentang yang ada, pada dataran
studi filsafat pasa umumnya dilakunak oleh filsafat mataphisika. Istilah ontologi banyak digunakan ketika kita
membahas yang ada dalam konteks filsafat ilmu.
1. Obyek
Formal
Obyek formal ontologi
adalah hakikat seluruh relitas.
2. Metode
Dalam Ontologi
Secara umum a priori dikenal sebagai cara
berfikir dan cara pembuktian deduktif, sedanfg empiri sebagai konsekuensi. Sedangkan a posteriori dikenal sebagai cara
befikir dan cara tata silogistik pembuktian a posteriori tersebut diatas
menjadi nyata bahwa pembuktian a posteriori tidak identik dengan pembuktian
induktif.
3. Ontologi
Naturalistik
Ontologi yang lebh dikembangkan pesat setelah
tahun 1960-an adalah ontologi naturalistik.
Ontologi ini menolak yang ada yang supernatural, menolak yang
mental dan menolak universal Platonik.
4. Heidegger
Dalam pandangan Heidegger
pilah dari ilmu positif.
C. Pembenaran (Justifikasi) Epistemik
Sejak tahun 1960 epistemologi berkembang pesat.
Edmund Gettier memulai polemiknya dengan mempertanyakan apakah pembenaran (Justifikasi) terhadap yang diyakini itu cukup untuk
disebut ilmu ? Catatan penulis : yang
diyakini harap dipilahkan dari keyakinan (agama, ideologi, dan
semacamnya). Bahwa telaah yang diyakini
sebagian akan masuk ke keyakinan agama, memang.
1. Teori
Pembenaran Tradisional
Menurut teori ini sesuatu yang diyakini itu
tidak terlepas dari keseluruhan sistem yang diyakininya, sehingga pembenaran
terhadap sesuatu yang diyakini, dapat dilacak keterkaitannya dengan keseluruh
sistem yang diyakininya.
2. Pembenaran Evidentialisme dan Naturalisme
Evidentialist adalah penganut internalist yang khas.
Bagi evidentialist pembenaran itu dibangun oleh persepsi kita, oleh
mental sel kita. Bagi evidentialist
pembenaran yang diyakini itu diperoleh karena adanya dukungan evidensi.
D. Epistemologi Subyektif dan Pragmatik
Epistemologi subyektif memberikan implikasi
pada standar rasional tentang hal yang diyakini. Menggunakan standar rasional berarti
bahwa sesuatu yang diyakini sebagai
benar itu tentunya memiliki sifat reliabel, ajeg. Bila ajeg sebagai standar, maka para
reliabilis itu pada hakekatnya adalah obyektivis. Sebaliknya, karena yang diyakini benar
tersebut perlu terolah secara reflektif, maka sifatnya menjadi kembali
subyektif.
E. Epistemologi Moral dan Religious
Epistemologi
moral menelaah evaluasi epistemik tentang keputusan moral dan teori-teori
moral. Meski epistemologi moral itu
membahas pula mataethik, tetapi karena perkembangan mataethink telah mengarah
ke telaah pada makna, bukan pada moral, maka epistemologi moral menjadi
kehilangan arah. Ethik normatif telah
bergeser mempertanyakan makna, yang membekukan perkembangan epistemologi moral
itu sendiri.
F. Kebenaran Epistemologik
Sejarah ilmu membuktikan betapa ilmuan
terdahulu menampilkan tesis dan teori yang secara berkelanjutan disanggah atau
dimodifikasi atau diperkaya oleh ilmuwan berikutnya. Kebenaran-kebenaran yang ditampilkan berupa
tesis atau teori yang bersifat kondisional, sejauh medianya demikian, sampelnya
itu , desainnya demikian, dan seterusnya.
Dengan demikian kebenaran yang diperoleh dengan cara kerja demikian
adalah kebenaran epistemologik.
G. Aksiologi
1. Aksiologi Max Scheler
Telaah Scheler tentang ethik kontras denga
Kant. Kant bicara Sollen
(kemestian), sedangkan Scheler memandang bahw kemestian itu sesuatu yang
dibuat-buat. Perbuata ethik menurut
Scheler adalah berbuat baik(ideales Seinsolen) yang spontan dan jujur. Struktur simpansi menurut Scheler dapat
dibedakan menjadi : Auffassung (mengerti perasaan orang lain), Mitfuechlen
(dapat ikut merasakan), dan Einsfuehlen (perasaan menyatu).
2. Ethik Keilmuan yang Dinegasi dan Didegradasi
Dalam konteks
mendegradasi, sementara ahli menurunkan
makna moral menjadi kemestian untuk kebaikan diri dan masyarakat, dan menjadi
telaah simpasi seperti pada Scheler di atas.
3. Orientasi Weltanschauung Pasca Perang Dunia
II
Para
filosof Pasca PD II mulai merekontruksi pandangan ilmunya, setelah diperoleh
pengalaman betapa invensi-invensi ilmiah telah disalahgunakan untuk memenangkan
perang; memang alasanya cukup rasional tetapi kontradiktoris : menghentikan
kesewenang-wenangan orang lain, dengan cara menampilkan kesewenang-wenangan
lain.
4. Tradisi Keilmuan Yunani, Islam, dan Barat
Dalam buku New Horizon in Muslm Education,
Ali Ashraf memberikan evaluasi bahwa semua jeis sainsyang dilakukan Yunani dan
Islam menggunakan pendekatan ontologis, sedangkan sains Barat menggunakan
pendekatan manipulatif–manfaat.
H. Kebenaran Tunggal
Kebenaran tunggal yang hakiki penulis sebut sebagai
kebenaran substantif dan kebenaran esensial, yang tampil sebagai keteraturan
substantif dan keteraturan esensial semesta, yang sifatnya obyektif
universal. Dalam pengakuan pada
kebenaran transendensi keteraturan substansial dan esensial itu merupakan AL Haq
min Rabbika.
BAGIAN KELIMA
POSITIVISME
A.
Positivisme Paradigma IPA
1.
Positivisme
Istilah positivisme digunakan pertama kali oleh Saint
Simon (sekitar1825). Positivisme
berakar pada empirisme. Prinsip filosifik tentang positivisme
dikembangkan pertama kali oleh empirist Inggris Francis Bacon (sekitar
1600).
2.
Positivisme Sosial
Positivisme sosial merupakan penjabaran lebih
jauh dari kebutuhan masyarakat dan sejarah.
August Comte dan John Stuart Mill
merupakan tokoh-tokoh utama positivisme sosial.
a.
Filsafat Positivistik Augus Comte
Filsafat positivistik Comte tampil dalam studinya tentang
sejarah perkembangan alam fikir manusia.
Matematika bukan ilmu, melainkan alat berfikir logik.
b.
Metodelogi A. Comte
Alat penelitian yang pertama menurut Comte adalah
observasi. Kita mengobservasi fakta; dan
kalimat yang penuh tautologi hanyalah pekerjaan sia-sia.
c.
Sosiologi A. Comte
Comte-lah yang pertama-tama menggunakan istilah sosiologi
untuk menggantikan istilah sosiologi untuk
menggantikan istilah phisique sociale dari Quetelet. Comte membedakan antara social statistic
dan social dynamics. Pembedaan tersebut hanyalah untuk tujuan
analisis. Keduanya menganalisis fakta
sosial yang sama, hanya dengan tujuan berbeda, yang pertama menelaah
perubahan-perubahan jenjang tersebut.
d.
Bentham dan Mill
Mill berpendapat bahwa kebebasan manusia itu bagaikan a
sacred fortress (benteng suci) yang aman dari penyusupan otoritas
apapun. Wawasan yang menjadi marak pada
akhir abad XX ini.
3.
Positivisme Evolusioner
Positivisme evolusioner
berangkat dari phisika dan biologi.
Digunakan doktrin evolusi biologik.
a.
Herbert Spencer
Konsep evolusi Spencer diilhami konsep evolusi
biologik. Dalam konsepnya, evolusi
merupakan proses dari sederhana ke kompleks.
b.
Haeckel dan Monisme
Haeckel memandang bahwa hal dan kesadaran itu menampilkan
sifat yang berbeda, tetapi mengenai substansi yang satu, monistik.
4.
Positivisme Kritis
a.
Mach dan Avenarius
Bagi Match dan Avenarius, fakta (sebagaimana para
positivist lainnya memandang), menjadi satu-satunya jenis unsur untuk membangun
realitas. Realitas bagi keduanya adalah sejumlah rangkaian hubungan beragam hal
indriawi yang relatif stabil.
b.
Pearson
Konsep hukum menurut positivisme klasik merupakan relasi
konstan sejumlah fakta, sedangkan menurut Karl Pearson merupakan suatu
deskripsi tentang dunia luar, bukan persepsi. Sementara mach memandang hukum
sebagai deskripsi tentan phenomena yang diharapkan.
c.
Petzoldt
Segaris dengan Mach, Joseph Petzold mengajukan konsep law
of univocal determination sebagai pengganti prinsip kausalitas. Menurut Petzold
hukum ini memungkinkan orang memilih kondisi mana yang diperkirakan lebih
efektif terhadap determinasi suatu phenomena.
5.
Unifikasi Ilmu (Positivisme dalam Paradigma IPA)
Ilmu sosial abad XIX dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan
alam (IPA) yang berkembang marak sejak abad XVIII. Problim sosial dan problim
moral kehidupan manusia dianalisis dengan menggunakan logika induktif,
sebagaimana digunakan oleh IPA.
6.
Empirik Sensual Reduksionis
Dalam positivisme sering konteks dua marah dan dua senyum
yang berbeda tidak dapat dideskripsikan. Inilah reduksionisme positivisme yang
banyak dikritik.
B.
Positivisme Linguistik
1.
Order of Logic dalam berilmu Pengetahuan
Sejak maraknya IPA, sistem logika Aristoteles digantikan
oleh sistem logika yang mampu mendukung pengembangan IPA. Sejak abad XVIII
peran first order of logic, yaitu logika yang menggunakan logika dari ilmu
matematika menjadi satu-satunya logika yang menguasai pengembangan Ipa, dan akhirnya merambah sebagai
satu-satunya logika yang digunakan untuk mengembangkan semua ilmu sampai awal
abad X. Asumsi dasar yang dipakai adalah bahwa struktur logika matematik itu
isomorphik terhadap struktur kehidupan, baik alam maupun manusia.
2.
Strukturalisme de Saussure
Strukturlisme de Saussure diberangkatkan dari tiga premis,
yaitu pertama, karya sastra merupakan kesatuan sistematis yang mempunyai makna,
bukan individual, tetapi makna umum; kedua, unsur bahasa atau sastra pada
dasarnya saling berhubungan dalam kombinasi atau dalam kontras; dan ketiga,
unsur-unsur tersebut mempunyai arti konvensional, bukan inhaerent.
C.
Positivisme Fungsional
Positivisme fungsional yang menggunakan paradigma IPA ada
era positivisme dengan urunan terutama Thomas Kuhn dan hacking akan mengokohkan
sosok paradigma kuantitatif.
1.
Positivisme Logik
Positivisme modern dikembangkan oleh filosof abad XX dan
dikenal sebagai positivist logik. Yang memberi nama positivisme logik adalah
A.E. Blumberg dan Herbert Feigel pada tahun 1932. Nama lain antara lain :
empirisme logik dan neopositivisme. Tradisi kelompok Wina yang empiristik
mengembangkan terus diskusinya. Pada tahun 1922 Moritz Schilk mulai bergabung
dan menjadi menonjol. Pada tahun 1926 Rudolph Carnap bergabung pula, dan
menjadi tokoh sentralnya. Perlu dicatat disini bahwa kelompok Wina itu
minoritas di Eropa, yang dominan adalah tradisi Jerman yang menganut idealisme
Kant.
a.
Kelompok Wina dengan yang Sefaham di Luar Jerman
b. Kritik terhadap Filsafat
Tradisional
c.
Positivisme dan Ethik
d. Prinsip variabilitas
2.
Positivisme Fungsional
Positivisme modern juga dikenal sebagai positivisme
fungsional. Kerangka pikir positivisme modern tetap menggunakan paradigma
kuantitatif matematik yang diasumsikan isomorphik dengan IPA. Positivisme
modern disebut pula sebagai positivisme fungsional, karena mengadopsi analogi
biologik dan analogi mekhanik dalam telaah manusia. Sistem biologik dan sistem
mekhanik dipakai untukmemahami perilaku manusia.
a.
Dari struktur ke fungsi
b. Dari mekanik ke organik
c.
Telos : Dari Non Rasional ke Rasional
BAGIAN KEENAM
FILSAFAT PHENOMENOLOGI :
POSTPOSITIVISME PARADIGMA KUALITATIF
A.
Phenomenologi Antropologik
Berpikir dalam phenomenologi antropologik mengarah ke
mencari esensi, mencari sifat generatif, mencari kesimpulan ideographik, dan
filsafat yang memberikan landasan adalah phenomenologi Husserl.
1.
Phenomenologi edmund Husserl
Istilah phenomenologi telah digunakan lama, sejak Lambert
yang sezaman dengan Kant, juga Hegel, sampai Pierce dengan arti yang
berbeda-beda. Pada era Lambert diartikan sebagai ilusi atas pengalaman. Kant
membedakan antara phenomenon dan noumenon. Yang pertama sebagai obyek yang kita
alami, dan kejadian sebagaimana hal itu terjadi.
2.
Phenomonologi Antropologik
Pendekatan phenomenologik antropologik dapat diringkaskan
dalam perkembangan dari phenomenologi, interpretif Greerzt ke grounded reseach
Glasser-Strauss, ke ethonomethodologi Bogdan, ke paradigma naturalistik Guba,
dan interaksi simbolik Blumer.
B.
Dari Semiotik sampai Hermeneutik
1.
Orientasi Umum
Studi semantik adalah studi tentang signs, tentang
simbol-simbol, tentang fungsi bahasa sebagai tanda-tanda yang menampilkan
pemikiran yang mempunyai makna. Semantik dalam makna luas mencakup studi
sintaksis, semantik dan pragmatik.
2.
Bahasa
Teori linguistik menyatakan bahwa grammar menyediakan
sejumlah aturan mendeskripsikan sejumlah sifat-sifat semantik sebagai dasar
untuk menampilkan ekspresi kita, dan menyediakan sejumlah atuan kombinasi
sintaktikal yang menjadikan ekspresi kita mempunyai makna.
3.
Bahasa, Berpikir, Mind dan Filsafat Bahasa
Filsafat bahasa mulai berkembang dengan telaah analitik
filosofik Wittgenstein tentang bahasa. Noam Chomskylah yang pertama-tama
mengangkat bahasa sebagai disiplin linguistik. Grice dan Quinelah yang
mengangkat meaning sebagai intensionalitas si pembicara dan meaning dalam
konteks kejadiannya. Davidson lebih lanjut mengetengahkan tentang struktur
semantik. Untuk memahami bahasa termasuk unsur-unsurnya. Tarski lebih lanjut
mengembangkan formal language. Davidson mengembangkan lebih lanjut tentang
interpretasi yang dapat berbeda antara si pembicara dan yang dibicarakan.
4.
Bertrand russel dan Wittgenstein tentang Bahasa
Pengakuan Russel bahwa yang universal itu bukan murni
empiri, merupakan perintisan filsafati meninggalkan positivisme. Dalam berilmu
pengetahuan kita perlu mencari teori teori ilmu, bukan sekedar menemukan yang
murni empiri.
5.
Pendekatan Ekstrinsik : Strukturalisme Sosial
Strukturalisme sosial mencakup strukturalisme genetik
(yang antropologik) dan strukturalisme dinamik. Dalam istilah lain
strukturalisme sosial dapat dikembangkan menjadi subdisiplin sosiolinguistik.
6.
Strukturalisme Semiotik
Semiotik atau studi tentang tanda-tanda; dan penamaan
strukturalisme semiotik dapat diganti dengan nama semantik atau studi bahasa
yang berupaya mencari makna dari bahasa.
7.
Hermeneutik Phenomenologik
Martin Heidegger adalah filosof yang pertama kali
menggunakan istilah phenomenologi hermeneutik pada tahun 1919. Arti kata
hermenutik adalah the art of understanding, yaitu metoda dan prinsip untuk
memahami text. Pada tahun 1919 dan ditegaskan lebih lanjut pada tahun 1927
Heidgger menggunakan kata hermenutik sebagai ragam alternatif interpretasi
berlandaskan pemahaman yang ada.
8.
Pendekatan Intrinsik : Semantik
Perlu dijelaskan tentang posisi semantik. Semantik
termasuk pendekatan intrinsik, sama dengan linguistik de Saussure, yang juga
termasuk pendekatan intrinsik. Bedanya yang linguistik de Saussure termasuk
aliran positivisme dan fokus telaahnya adalah linguistik.
9.
Filsafat Hermeneutik
Arti kata hermeneutik adalah the art of understanding
yaitu metoda dan prinsip untuk memahami teks. Pada abas XX arti hermenutik
telah berkembang menjadi pandangan filosofik yang dekat dengan Hans-Georg
Gadamer dan Paul Ricouer serta pendahulunya Wilhelm Dilthey dan Martin
Heidgger.
10. Phenomenologi
Aesthetis dan Phenomenologi Mu’takhir
Sedangkan Michel Dufrene dalam bukunya Phenomenologic de
l’experience esthetique (1953) mengemukakan bedanya karya sastra dengan karya
lain adalah bahwa karya sastra merupakan en-soi (being in itself), sedangkan
karya lain merupakan karya pour-soi (being for itself).
BAGIAN KETUJUH
TEORI KRITIS
A.
Teori Kritis
Teori kritis ditumbuhkan dan dikembangkan oleh Frankfurt
Institute for Social Science mulai tahun 1930. Generasi pertama pengembang
teori tersebut antara lain : Horkheimer, Adorno, Marcus dan Erich Fromm. Adapun
Juergen Habermas, Apel dan Wellmer termasuk generasi kedua.
B.
Teori Konflik dan Teori Kritis
Dari sisi filsafat ilmu, teori konflik termasuk
positivisme modern yang menggunakan berpikir instrumental; sedangkan teori
krisis termasuk postpositivisme dengan Weltanschauung yang landasan filsafatnya
mungkin phenomenoloik dan sebagian lain realisme metaphisik.
C.
Asumsi Dasar Teori Kritis
Patti Lather mengetengahkan bahwa pendekatan teori kritis
termasuk pendekatan era postpositif, yang mencari makna di balik yang empiri,
dan menolak value-free. Pendekatan teori kritis mempunyai komitmen yang tinggi
kepada tata sosial yang lebih adil.
D.
Ragam Teori Kritis
Berturut-turut akan penulis bahas 5 model teori kritis
yang dikembangkan oleh berbagai cabang ilmu. Mencermati kompleksitas
pemikirannya, maka urutan telaahnya penulis bahas dari yang lebih terfahami.
Pertama akan dibahas Teori Kritis Freirian, Teori Kritis dalam Studi Sosiologi,
Teori Krisis Habermas; dan akhirnya ditelaah Teori Kritis dalam Hukum.
1.
Freirian
Paulo Freire dibahas pertama dalam ragam teori kritis
karena pemikiran yang mendasar, menjangkau grass root, sehingga mudah difahami.
2.
Research Praxis
Research as praxis dapat dijumpai pada beberapa
penelitian, seperti Bullogh dan Gitlin (1985) mengadakan studi kasus seorang
guru SM, studi yang mendorong keberanian untuk menelaah kembali makna
resistensi dan posisinya dalam teori produktivitas kultural dan ekonomik.
3.
Teori Kritis dalam Studi Sosiologi
Dari orientasi umum tentang teori kritis, dan konsep dasar
teori kritis pada tingkat grass root dan pada telaah praxis, penulis hendak
mengangkat teori kritis sebagai terapan studi berdasarkan contoh-contoh yang
penulis angkat dari buku “Sociology a Critical Approach” tulisan KJ. Neubeck
dan DS. Glasberg 91996).
a) Kritik terhadap Teori
Stratifikasi
(1) Inequality ekonomik
(2) Inequality tingkat
kesehatan berdasar Ras
(3) Inequality pendapatan
berdasar ras dan gender
(4) Inequality pendapatan
berdasar gender dan tingkat pendidikan
(5) Inequality upah pekerja
per jam antar negara
4.
Teori Kritis Habermas
Habermas termasuk pemikir kritis terhadap pemikiran Marxis
ataupun Neo-Marxis Habermas memaparkan empat alasan historis mengapa konsep
Marx tidak lagi relevan dengan zaman kita, yang disebut sebagai late
capitalism. Politik tidak lagi menjadi superstruktur. Standar hidup menjadi
semakin baik, sehingga revolusi tidak dapat lagi di gerakkan dengan term-term
ekonomi. Antagonisme proletar-borjuis menjadi semakin tidak valid dengan
munculnya kelas menengah yang semakin besar jumlahnya. Terbukti jalan sosialis
tidak terwujud.
5.
Teori Kritis di Bidang Hukum
Teori kritis di bidang hukum tersebut sangat relevan
dipakai untuk mengkritik pula praktik hukum di Indonesia. Banyak terjadi
keanehan-keanehan dalam yurisprudensi leberal di Indonesia sekarang ini, yang
oleh para pemimpin berhati nurani tinggi menyebutnya sebagai tidak sesuai
dengan rasa keadilan masyarakat. praktik hukum liberal di banyak negara
sekarang ini sudah meninggalkan filsafat keadilan baik oleh para yurisnya, para
penuntut keadilannya dan malahan telah digunakan secara semena-mena oleh banyak
pihak.
BAGIAN KEDELAPAN
PRAGMATISME META-ETIK
A.
Pendahuluan
Perlu dijelaskan disini bahwa ada dua era pragmatisme.
Era pertama adalah era positivistik dengan tokoh-tokohnya : Pierce 9105
(pragmatisme praktis), William james-1909 (pragmatisme fungsional) dan John
Dewey (pragmatisme manfaat). Pragmatisme era pertama mati dengan banyak kritik
antara lain dari Bertrand Russel 91939) dan Rudolph Carnap (1949).
B.
Pragmatisme Era Pertama
1.
Idee Utama dan Keragaman Pragmatisme
Filsafat idealisme dan realisme sulit untuk bertemu.
Pragmatisme mempertemukannya; bukan sebagai sintesa, dan bukan sebagai
pendekatan baru, melainkan sekedar sebagai suatu core idee untuk
mengaplikasikan pemikiran pragmatik. Meskipun demikian ada keragaman.
2.
Teori Kebenaran Pragmatik
Teori kebenaran pragmatik akan lebih mudah difahami bila
digunakan pernyataan Pierce berikut ini “Tidak ada beda makna dari sesuatu yang
lebih daripada kemungkinan perbedaan praktik”. Itu bertentangan dengan pendapat
Descartes yang rasionalis subyektif yang menyatakan bahwa sesuatu substansi
itujelas karena subyek dapat melihat jelas tanpa harus obyek itu benar-benar
jelas, adalah tuntutan para realist.
3.
Pragmatisme Sebagai Filsafat
Filsafat pragmatisme merupakan suatu metoda
memfilosofikan makna teori. Selalu saja ada perbedaan dalam memberi makna
pragmatisme antara Pierce, James, dan Dewey. Tetapi James mengakui Pierce
sebagai penemu pragmatisme.
4.
Instrumentalisme
Dalam sosiologi kaum instrumentalist mendudukkan hukum
bukan sebagai sesuatu yang normatif, melainkan sebagai instrumen untuk mencapai
sesuatu, mirip dengan Dewey, ends menjadi means pada tahap berikutnya.
George Berkeley adalah instrumentalist dalam hukum
mekanika. Berkeley mengkritik konsep : daya tarik, daya kohesi, dan daya campur
sebagai konsep yang menyesatkan, dan Berkeley menggantinya dengan hukum sesuatu
benda akan bergerak dengan cara dan dalam kondisi tertentu.
5.
Praxis dalam Komparasi
Muara pragmatisme adalah Praxis, Filsofik dapat
dibandingkan tiga konsep : pertama, teori terapan, kedua, rekayasa dan
tekhnologi, dan ketiga, praxis.
a.
Teori Terapan
b.
Rekayasa dan tekhnologi
c.
Paxis
C.
Pragmatisme Era Kedua
Pragmatisme era kedua juga disebut pragmatisme metaethik.
Para profesional seperti dokter, hakim dan lainnya memerlukan acuan etika
profesional untuk membuat keputusan bertindak. Tuntutan ini dirasakan perlunya
sejak tahun 1970an.
1.
Pragmatisme Richard Rorty
Rorty mendapat pengaruh Thomas Kuhn dalam pendekatan sosial
politik. Quine mendapat pengaruh Kuhn untuk mengembangkan natural science,
sedangkan Rorty mendapat pengaruh Kuhn untuk mengembangkan social sciences.
Pragmatisme Rorty tidak melandaskan pada pragmatisme positivistik yang
Platonik, melainkan melandaskan pada Hegelian.
2.
Applied Ethics
Applied ethics merupakan aplikasi teori moral untuk membuat
keputusan moral tentang tindakan praktis tertentu yang menyangkut kebijakan
profesional dan membuat keputusan teknologik.
D.
Etika Pragmatik
Tentang etika bagi tekhnologi, baik dalam makna etika
rekayasa tekhnologi maupun rekayasa sosial, serta etika pengembangan ilmu
pengetahuan, tekhnologi, dan eksperimentasi..
BAGIAN KESEMBILAN
REALISME METAPHISIK
A.
Karl Raimund Popper
Popper merupakan seorang filosof ilmu alam dan ilmu
sosial dari Austria. Dialah pengembang realisme metaphisik. Realisme Popper
berangkat dari positivisme logik.
1. Menolak Teori Verifikasi
Teori tersebut mendasarkan pada mitos, dan
mengembangkannya menjadi ilmu dengan cara mengadakan uji kritis subyektif.
Mereka mengakumulasi bukti empirik untuk membuat generalisasi. Hume
mengemukakan tesis bahwa generalisasi induktif itu secara logis tidak valid.
2. Membangun Teori
Menurut Popper perkembangan ilmu dimulai dari usulan
hipotesis yang imajinatif, yang merupakan insight individual dan tak
terprediksikan apakah dapat menjadi teori. Hipotesis imajinatif tersebut dalam
klasifikasi penulis lebih berupa grand-theory daripada teori substantif.
Insight yang telah dituangkan menjadi hipotesis tersebut diuji secara deduktif
dengan uji fafsifikasi. Fungsi pengujiannya adalah untuk membuktikan
kesalahan-kesalahan hipotesis tersebut. Karena hipotesisnya disusun deduktif,
dan lebih berupa grand theory, maka pengujian tersebut berfungsi untuk
menajamkan daerah keberlakuan hipotesis besar tersebut, bukan berfungsi menolak
total hipotesis tersebut. Banyak ahli skeptis terhadap pengujian falsifikasi
menggantikan uji verifikasi.
3. Determinisme Keteraturan
Semesta
Salah satu promovendi penulis menampilkan grand-theory
model Popper, tetapi vailiditasnya diuji secara grounded pada grass root.
Evaluasi penulis sebagai promotor ? Agar grand theory tidak menjadi mitos, uji
empirik pada core-nya memang dapat menjadi alternatif. Bukan sekedar akumulasi
observasi induktif, yang pada pembuktian Hume dan Popper memang tidak valid.
4. Metaphisika Popper
Metaphisika Popper penulis teruskan pada kebenaran
transendental. Kebenaran obyektif universal Popper yang mengakui keteraturan
semesta yang diciptakan oleh alam itu sendiri, penulis teruskan ke kebenaran
obyektif transendental, berupa keteratuan semesta ciptaan Al Khalik.
B.
Realisme Moral
Proses penyusunan teori moral ini dimulai dari penetapan
moral yang dipilih, dilanjutkan dengan pemilihan prinsip-prinsip yang hendak
digunakan.
C.
Konstruk (Grand-Theory / Grand-concepts) dan Uji
Falsifikasi
Pada model uji verifikasi dihimpun data yang mendukung
teori atau hipotesis spesifik yang diketengahkan. Adapun model uji falsifikasi
dihimpun data yang menolak keberlakuan teori yang sangat luas menjadi teori
yang tetap luas tetapi ditajamkan ketidak berlakuannya pada kawasan tertentu.
Model uji yang digunakan pada realisme metaphisik ini juga menggunakan teori
kebenaran probabilistik.
D.
Mencari Model untuk Pengembangan Ilmu Agama
Pembuktian kebenaran model Popper tersebut secara
ontologik penulis modifikasi dengan pengakuan adanya kebenaran transendental,
disamping pengakuan moral etik yang obyektif universal.
E.
Deterministik dan Indeterministik Kebenaran
Bila disimpulkan kebenaran positivistik, bukanlah
kebenaran tuntas; kebenaran rasionalistik bukanlah kebenaran yang tuntas;
kebenaran dikhotomik ilmu dan wahyu, bukanlah kebenaran yang memecahkan
masalah; kebenaran integratif antara ilmu dengan wahyu adalah kebenaran yang
tuntas dan memberikan kepada kita pedoman hidup manusia ilmuwan.
1.
Stratifikasi Kebenaran
Kebenaran yang penulis tawarkan adalah kebenaran monistik
mulifaset. Kebenaran insaniyah adalah kebenaran yang dibangun oleh akal budi
manusia, yang tumbuh dari zaman ke zaman. Kebenaran Ilahiyah adalah kebenaran
yang terutang dalam nash Qur’an dan Hadits.
2.
Menjangkau Berbagai Kebenaran Dimensional
Kebenaran itu dimensional, kebenaran insaniyah mempunyai
derajat kebenaran sesuai dengan kemampuan akal fikir manusia (valid based on
theoretical construct). Kebenaran Ilahiyah memiliki derajat kebenaran mutlak
sebagai kebenaran kebijakan yang moralistik. Kebenaran insaniyah menempuh jalan
benar, bila berusaha untuk selalu mengacu kepada kebenaran Ilahiyah.
3.
Deterministik dan Indeterministik Kebenaran
Diintegrasikan dalam faham sunni : iradat manusia
ditampilkan dalam sikap indeterminisme rasional, dan kodrat Allah ditampilkan
dalam sikap determinisme transendental.
F.
Alternatif Model Pengembangan Ilmu Menjadi Islami
Kejernihan akal budi memungkinkan
manusia menangkap makna integral dari moralitas Qur’an dan sunnaturrasul. Perlu
disadari bahwa ada dua pemaknaan yaitu pemaknaan substantif serta
instrumentatif, dan pemaknaan dalam arti tafsir serta dalam arti takwil.
G.
Mengganti Studi Tokoh dengan Studi Paradigmatik
Dalam kuliah-kuliah di S2 dan S3
program studi ilmu umum, penulis mengkritik uji validasi hasil-hasil penelitian
parsial, karena menjadikan kita hanya mengumpulkan tulang-tulang berserakan.
BAGIAN KESEPULUH
PENGEMBANGAN PARADIGMA KUANTITATIF DARI
POSITIVISME MENJADI REALISME BARU
Bagian kesepuluh ini dimaksudkan untuk mengokohkan
paradigma kuantitatif positivistik menjadi paradigma kuantitatif
postpositivistik. Makna dalam postpositivistisme paradigma kuantitatif
ditampilkan dalam makna konstruktivitas teoretik dan konstruktivitas entitas
empiri. Berbagai kelemahan positivisme telah diatasi oleh banyak ahli sejak
dari Mill dan Jevon sampai Feyerabend, Kuhn, Lakatos, Laudan, Hacking dan Rom
Harre. Penulis berupaya mengkomprehensifkan menjadi sosok realisme baru dan
ditampilkan peran knowing yang konstruktural dan peran being yang konstruktural
pula.
A.
Realisme Baru atau Rasionalisme Baru
Realisme baru muncul pada awal abad XX sebagai oposisi
terhadap doktrin idealist bahwa persepsi obyek tergantung pada eksistensi aksi
mengenal obyek itu sendiri. Brentano dan Meinong menyatakan bahwa fikir yang
mengenal atau mempersepsi itu independen terhadap aksi mempersepsi obyek. Realisme baru Amerika dan
Inggris mempertahankan independensi kesadaran pada obyek dengan obyek itu
sendiri. Tokoh-tokoh awal realisme baru dapat disebut seperti Montaque, Perry,
Nunn, Bertrand Russel dan Moore.
B.
Rasionalitas sebagai Instrumen dan Tujuan
Rasioalitas sebagai instrumen, paralel dengan pendapat
ahli lain yang menggunakan matematika sebagai instrumen untuk pembuktian.
Tugasnya hanyalah membantu sesuatu disiplin ilmu untuk memberikan eksplanasi
atau memberikan inferensi agar telaahnya menjadi rasional, alasan-alasan atau
penjelasan hubungan kasualnya dapat diuji kembali atau dapat diinferensikan.
C.
Naturalisme dan Rasionalisme
Pertama-tama penulis hendak menelaah tentang rasionalitas
sebagai tujuan. Judul naturalisme dan rasionalisme tersebut bila dilengkapkan
sesuai dengan isi uraian di sub bagian ini semestinya menjadi hubungan
positivisme yang empiristis dengan filosofi naturalistik yang telaahnya juga
sekaligus mengikuti berpikir rasionalisme dan idealisme. Untuk memudahkan
penulis memfokuskan telaahnya pada salah satu filosof yang menonjol dalam hal
tersebut yaitu Morris R. Cohen.
1.
Naturalisme, Positivisme dan Rasionalisme Cohen
Generalisasi induktif memang menjadi ciri utama
positivisme. Tertata logis mengandung arti metodologis dan ontologis.
Metodologis tertata logis berarti diikutinya prosedur menata obyek fikir secara
logis. Sedangkan ontologis tertata logis berarti digunakannya hukum logika dan
matematika bukan hanya untuk membuat inferensi, melainkan juga sebagai
deskripsi tata relasi abstrak.
2.
Invariansi
Prinsip kedua Cohen adalah invariansi atau tiada keragaman
relasi dalam makna universal, meskipun ada keragaman relasi spesifik. Ilmu
bukan mengobservasi fakta spesifik, melainkan mencari yang universal. Dengan
mencermati pada keragaman relasi berbagai yang spesifik itu, kita hanya dapat
mengetengahkan sesuatu yang probabilistik. Dalam logika dan matematika kita
dapat memperoleh sesuatu yang pasti, tetapi dalam keseharian kita hanya dapat
menampilkan kemungkinan benar, tanpa dapat menolak tentang adanya kemungkinan
salah.
3.
Polaritas
Prinsip polaritas adalah lawan dari tercampur satu sama
lain. Sifat poler itu terjadi pada banyak hal, seperti : hitam dan putih, ideal
dan riil, aktual dan fiktif, dan banyak lagi. Cohen menampilkan konsep bahwa
dua yang dipertentangkan tidak akan menghasilkan yang baik. Dari rentang dua
kutuh hitam putih akan tampil warna warna nuansif abu-abu tua, lebih muda,
putih tua, putih cerah.
4.
Etika Cohen
Hidup akan banyak menghadapi pilihan. Bila pilihan itu
ditata sebagai dua yang dipertentangkan, hidup ini jadi berat. Cohen menawarkan
untuk melihat alternatif bukan sebagai dua yang kontrer, melainkan melihat
sebagai dua kutuh poler, hal mana terdapat ragam pilihan yang nuansif.
D.
Rasionalisme
Rasionalisme pada dasarnya kontras terhadap empirisme.
Kebenaran substantif dalam visi rasionalisme diperoleh lewat kekuatan argumentasi
rasio manusia.
E.
Rasionalitas Positivistik dan Postpositivistik
1. Rasionalisme dan
Idealisme Ditinggalkan Orang
2. Kebenaran Koherensi
3. Epistemologi Rasional
F.
Rasionalitas dalam Tata Logik Positivisme
Konstruk teori positivisme diberangkatkan dari kebenaran
korespondensi. Korespondensi antara sesuatu dengan sesuatu lain yang empiris.
Relevansi sesuatu dengan sesuatu lain dibuktikan dengan uji korespondensi.
Banyak ahli mulai memperhatikan bahwa bukti uji yang diperoleh dengan
pendekatan positivisme hanya dalam keragaman linier.
G.
Realisme Ilmiah, Realisme Baru atau Rasionalisme
Baru
Realisme pada garis besarnya adalah sintesis antara
idealisme Immanuel Kant dengan empirisme John Lock. Rasionalisme Descartes
sering juga dikontraskan dengan empirisme, sama seperti idealisme.
H.
Visualisasi Metodologik Positivistik
Berpikir positivistim adalah berpikir spesifik, berpikir
entang empiri yang teramati, yang terukur, dan dapat dieliminasi serta
dimanipulasikan dari satuan besarnya. Satuan terkecil obyek penelitian positivistik
disebut variabel.
I.
Perkembangan Pemikiran Induktivisme Mill
Pembahasan ini dimaksudkan untuk memahami perkembangan
pemikian guna menyusun bangunan realisme baru, berangkat dari induktivisme,
instrumentalisme, rekonstruksi paradigmatik dan akhirnya menampilkan realisme
baru.
1.
John Stuart Mill : Induktivisme
Mill lebih lanjut mengemukakan bahwa hubungan kausal
menjadi sangat penting bagi pengembangan ilmu. Mill membedakan hubungan kausal
dan hubungan aksidental, dan lebih lanjut membedakan sekuensi kausal dan
sekuensi aksidental. Dalam pengembangan positivisme selanjutnya digunakan
teknik uji kebenaran dengan teknik uji korespondensi.
2.
Jevons : Hypothetico-Deduktif
William Stanley Jevons, guru besar logika di Universitas
Manchester (1866) menentang tesis konteks justifikasi dari Mill. Jevons
mensyaratkan dua hal untuk menampilkan hipotesis, yaitu menunjuk bahwa sesuai
phenomena tidak sesuai dengan well confirmed laws, dan menunjuk bahwa
konsekuensi hipotesis yang disusun apakah sesuai dengan observasi. Untuk
menunjukkan kesesuaian hipotesis dan kosnekuensinya Jevons setuju dengan Mill,
yaitu menggunakan argumentasi deduktif. Meskipun demikian Jevons menolak
penggunaan schemata induktif. Jevons menawarkan kembali penggunaan pengujian
deduktif dari Aristoteles, Galileo, Newton dan Herschel yaitu digunakannya
wawasan hypothetico-deduktif.
3.
Berkeley : Instrumentalisme
Berkeley berpendapat
berbeda, tarik menarik antara massa tidak ada, yang ada adalah tarik menarik
antar forces. Menurut Berkeley kondisi tertentu yang membuat berbagai sesuatu
bergerak. Keberadaan sesuatu menjadi tidak ada bila tidak ada forces yang
menyebabkan adanya gerakan.
J.
Konstruk Paradigmatik
1.
Fakta Relevan
Yang menjadi data penelitian adalah fakta relevan; yaitu
fakta yang sesuai dengan tujuan penelitian kita. Akta relevan tersebut menjadi
fakta terkonstruk atau fakta terseleksi oleh idee kita, teori kita, rasional
kita atau moral kita.
2.
Normal Science
Normal science menurut Thomas Kuhn berarti penelitian yang
secara kokoh melandaskan pada hasil dari satu atau banyak penelitian terdahulu.
3.
Tiga Kelas Fakta
Hasil penelitian oleh Thomas Kuhn dibedakan menjadi tiga
kelas fakta. Kelas pertama, fakta yang mampu mengungkap ketidakjelasan, seperti
panjang gelombang, konduktivitas listrik, titik didih, dan banyak lagi. Kelas
kedua, fakta baru yang perlu dicari guna menjelaskan teori, misalnya teori
relativisme Einstein, pada terapan-teraan spesifik. Kelas ketiga, adalah fakta
yang berguna untuk mengartikulasikan teori paradigmatik. Untuk pencarian fakta
semacam itu peneliti perlu memasuki kawasan yang ambigu, kawasan esoterik,
kawasan paling perifer.
4.
Pengembangan Tata Pikir Logik
Dalam buku penulis Metodologi Penelitian Kualitatif telah
penulis ketengahkan lebih dari 60 istilah yang mengandung konsep beragam tata
pikir, yang penulis kelompokkan dalam lebih dari 10 klaster atas kriteria
tertentu, dan pada setiap klaster disajikan dalam telah pengembangan tata pikir
dari yang lebih elementer ke yang lebih kompleks atau sebaliknya.
a. Tata pikir untuk
membangun grand-theory atau sistematika
b. Tata logik yang
mempengaruhi kualitas ontologik
c. Tata logik epistemologik
5.
Konstruk Paradigmatik
Telah dikemukakan bahwa sejarah ilmu didominasi oleh
berpikir dalam logika deduktif probabilistik. Itu berarti pula bahwa
pengembangan ilmu model konstruk teoretik mendahului pencarian bukti empirik
faktual menjadi penting. Dari uraian diatas tentang paradigma konstruk deduktif
dapat dikembangkan dari berpikir teoretik sesuatu ilmu dan dari berpikir pada
dataran tertentu dapat diangkat lebih jauh pada konstruk yang disebut konstruk
paradigmatik.
K.
Grand-concepts dan grand-theory pada realisme baru
Perlu dipahami perbedaan grand-theory pada
postpositivistik rasionalistik dengan pada realisme baru. Grand theory yang
dikembangkan penulis pada pospositivistik rasionalistik merupakan hasil
berpikir reflektif antara hasil penelitian spesifik dan pengideean peneliti
untuk memperluas abstraksi obyek penelitian spesifik menjadi obyek penelitian
lebih luas. Adapun realisme baru dalam makna paradigmatik Kuhn, Lakatos, Laudan
di konstruk secara rasional.
L.
Keunggulan Paradigma daripada Kerangka Teori
Penulis mengakui bahwa menggunakan
paradigma atau wacana pengembangan deduktif dari Thomas Kuhn lebih unggul
daripada menggunakan grand-theory atau grand-concepts seperti yang penulis
ketengahkan diatas, meskipun tujuannya sama mengatasi kemandegan pengembangan
ilmu sejak abad XIX dan awal abad XX, atau dalam istilah penulis : telah
terjadi proses pemiskinan teori sejak metodologi positivisme (tanpa grand
concepts).
M. Konstruk
Deduktif Eksperimental Hacking
Di muka telah disinggung bahwa
konstruk deduktif dikembangkan oleh Hacking sampai sejauh hasil eksperimen.
Hacking lulusan Cambridge dan mungkin sekarang masih mengajar di Toronto, mengetengahkan
bahwa konseptualisasi deduktif dapat disupport dari hasil manipulasi
eksperimental.
N.
Model Paradigma Kuhn, Lakatos dan Laudan
Dari ketiga hal tersebut, nampaknya perlu dijelaskan tentang
tujuan kognitif. Berpikir rasional dalam tujuan kognitif ini akan menjangkau
sejauh epistemologik logik saja, atau menjangkau yang etik atau malahan hendak
menjangkai yang transendensi.
O.
Konstruk Empiri
Entitas empirik terkonstruk dapat
pula ditampilkan berupa pemaknaan bahwa keragaman teori dalam ilmu sosial yang
semua saling bertahan pada teorinya terjadi karena ilmu sosial merupakan soft
science.
P.
Paradigma sebagai Wacana
Itu berarti bahwa era mendatang
bukan hanya teori dan implementasi serta implikasi spesifik dan kasuistik yang
perlu dikembangkan lebih cepat, demikian pula paradigma menjadi perlu
diperkembangkan terus.
BAGIAN KESEBELAS
PENJELAJAHAN POSTMODERNISME
A.
Perkembangan Embrio Konsep Postmodern
Pada tahun 1930-an muncul romantisme dalam seni sastra
dan realisme serta naturalisme dalam seni rupa. Pada dasawarsa 1940-an muncul
individualisme, esksistensialisme dan humanisme universal di kalangan karya
sastra. Pada tahun 1950-an dan 1960-an faham maxisme dan realisme sosial masuk
di lingkungan karya sastra. Di lingkungan seni rupa muncul ekspresionisme,
surealisme, kubisme dan abstraktisme. Di lingkungan karya sastra muncul
sufisme, eskapisme, formalisme, strukturalisme, dadaisme, surealisme feminisme,
dan freudianisme. Dari deskripsi diatas tampak indikasi bahwa aestetic
discourses lebih berkembang individual, atau dalam bahasa Mikel Dufrene karya
sastra merupakan karua en-soi, atau malahan dalam pemaknaan posmo dapat menjadi
en-moi.
B.
Holisme dan Postmodernisme
Holisme merupakan gebrakan terhadap hard science yang
analitik dalam ilmu-ilmu sosial.
C.
Rasionalitas dan Kebebasan
Postmodernisasi tetap mengakui rasionalitas, tetapi
memberi kebebasan kepada manusia untuk menempuh jalan kritis-kreatif-divergen
dalam mencari kebenaran. Posmo bukan hendak membuktikan kebenaran, melainkan
hendak mencari kebenaran.
D.
Perkembangan Logosentrisme
Dengan logosentrisme manusia kehilangan dirinya sebagai
subyek. Dengan strukturalisme de Saussure manusia tidak lagi menjadi subyek
bahasa, bukan subyek berpikir, dan bukan subyek tindakan, melainkan menjadi
yang dibicarakan. Yaitu yang dibicarakan sesuai struktur bahasa, struktur
sistem sosial-ekonomi. Manusia bukan lagi mencipta struktur dan mengendalikan
sistem, melainkan menjadi obyek yang dikendalikan oleh struktur dan sistem.
E.
Postmodernisasi
Postmodernisasi telah muncul sebagai konsep dalam
arsitektur pada akhir 1940-an, dan dalam sastra pada tahun 1960-an. Tetapi
digunakan sebagai konsep umum baru muncul setelah konsep poststrukturalis
muncul.
F.
Dekonstruksi dan Postsstrukturalisme
Derrida mengembangkan lebih lanjut pemikiran tersebut
Derrida mulai mengkritik telaah filosofik tentang “yang ada”. Sejak zaman
Yunani kuni sampai Husserl ilmu pengetahuan mewariskan metafisika yang
mengajarkan tentang “yang ada” itu hadir secara langsung sebagai realitas.
Derrida menolak bahwa yang kita hadapi itu realitas langsung.
G.
Hermenutik Gadamer
Hermeneutik Gadamer penulis angkat dari buku Wahrheit und
Methode Edisi II tahun 1965 yang diterjemahkan menjadi Truth and Method tahun
1975. buku tersebut dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama membahas human
sciences dengan fokus pada understanding of the being, bukan mencari teori
seperti natural sciences. Bagian kedua membahas tentang peran realitas sejarah
terhadap relativitas pemahaman manusia. bagian ketiga membahas tentang peran bahasa
dalam pergeseran ontologi hermeneutik dari bahasa sebagai experience of the
world menuju universalitas hermeneutik.
1. Pemahaman
2. Realitas
3. Bahasa
4. Kreator
H.
Dekonstruksi Syari’ah
Telah berabad-abad dunia Islam mengacu pada ayat-ayat
Madaniah, fiqihnya pun dibangun oleh para ulama dengan mendasarkan pada ayat
Madaniyah. An-Naim Guru Besar di Universitas Uppsala kelahiran Sudan, dan juga
Arkoun Guru Besar Sorbonne kelahiran Aljazair mencermati dan membandingkan
dengan ayat dan surat Makkiyah. Keduanya menarik kesimulan bahwa yang Madaniyah
mempromosikan konfrontasi, pembatasan kebebasan individu, dan diskriminatif
terhadap wanita ataupun terhadap non-muslim. Sedangkan yang Makkiyah lebih
mengandung universalisme Islam.
I.
Pluralisme
Dalam era globalisasi, postmodern dapat diartikan sebagai
keterbukaan menolak ketaatan pada satu otoritas, dan semakin menyadari bahwa
kebenaran memang terlalu besar untuk dimonopoli satu sistem dan keragaman
pandangan itu menjadi lebih indah. Keseragaman sering membelenggu kebebasan
manusia.
J.
Postmodernisme Menghadapi Radikalisme dan
Fundamentalisme
Pada era modernisme positivistik realitas sosial dimaknai
dalam paradigma, empirisme, obyektivisme, dan rasionalisme. Era modernisme
pospositivistik berupaya mencari makna di balik empiri dan mulai mengangkat
nilai moral. Sedangkan pada era postmodernisme realitas sosial dilihat sebagai
realitas yang pluralistik, yang relatif dan yang memerlukan pencerahan
rasional. Sikap dialogis, empatik dan toleran membuat orang sadar tentang adanya
pluralitas, relativitas dan perlunya memahami satu sama lain.
K.
Postmodernisme dan Media Massa
Pada sisi lain informasi telah mengakselarasi konteks
hubungan internasional, yang menuntut kepekaan kehadiran the other, kepekaan
untuk tidak mengklaim gaya berpikir tertentu sebagai berlaku universal,
kepekaan untuk mengakui keragaman.
L.
Postmodernisme dan Indeterminate Future Events
Relativisme posmo bukan relativisme nihilistik, melainkan
relativisme yang mengakui bahwa kebenaran yang sekarang dicapai belum mampu
mengungkap kebenaran hakiki semesta, dan tidak akan mampu memprediksikan
indeterminate future events.
M. NonStandard
Logic
Nonstandard logic menjadi salah satu karakteristik utama
Postmodernisme : yang berpegang pada dua karakter dasar ilmuwan masa depan,
yaitu : rasionalitas dan kebebasan. Rasionalitas dan kebebasan PostModernisme
paradigma kuantitatif tampil dalam quantum logic. Dan paradigma kualitatif
tampil dalam paraconsistent logic.
1.
Teori Quantum dan Quantum Logics
Dengan adanya interphenomena yang belum dapat
terinterpretasikan Reichenbach menawarkan penggantian a two valued logics :
truth-false menjadi a three valued logics : truth-indeterminate-false. A three
valued logics akan menjadi landasan logika quantum dalam era postmodern.
2.
Paraconsisten Logics
Informasi tidak consistent lain berupa penggunaan
teori-teori yang menjadikan interpretasinya kontradiktif ataupun paradoxal.
Klaster L tata pikir yang penulis susun dan sajikan dalam buku Metodologi
Penelitian Kualitatif menjadi tepat digunakan untuk paraconsistent logics.
N.
PostModern Ethics
1.
Tanpa Ethical Code
Meskipun
tanpa ethical code atau standar, Alan Wolfe (1983) mengetengahkan bahwa
kapasitas moral makhluk manusia menjadi penjamin pelestarian makhluk manusia.
Sejalan dengan teori moral imperatif dari Kant.
2.
Multiple Membership dengan Ethical Code Asimetris
Keanggotaan
kelompok pada era modern dan posmo adalah multiple membership. Multiple
membership dalam modernisme menggunakan ethical code yang sama. Adapun multiple
membership dalam posmo membuat hubungan I-thou menjadi asimetris. Moralitas
yang digunakan sebagai landasan kebersamaan tidak simetris.
3.
Tekhnologi hanya Means
Berpikir
modern mendudukkan tekhnologi sebagai means untuk mencapai ends, dan
selanjutnya ends menjadi means; proses demikian berlangsung berkelanjutan.
O.
PostModern dan Masa Depan
Postmodernisme
memiliki karakteristik dinamik. Tuntutan membuat temuan baru, tidak lagi
memerluakn berpuluh tahun atau bertahun, melainkan sudah berkembang menjadi
berbulan. Dalam information technologi, COO (Chief Organization Officer)
Microsoft mendeskripsikan bukan lagi perlu sekian tahun untuk membuat invensi,
melainkan dituntut adanya invensi baru setiap 18 bulan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar