Pelaksanaan
apresiasi sastra bisa berlangsung dengan baik serta mendapatkan hasil yang optimal bila kegiatan itu dilaksanakan
secara bertahap dan terpadu (Maidar G. Arsyad,1993:157-158). Berkaitan dengan
itu apresiasi dapat dibagi menjadi lima tahapan, diantaranya:
a). Tahap Penikmatan
Tahapan penikmatan tentang apresiasi sastra menurut Suroto (1993:197)
menyatakan, seseorang baru dapat melakukan tindakan membaca, melihat,
menonton/mendengarkan suatu karya seni/sastra. Hal tersebut tidak jauh beda
dengan pendapat yang dikemukakan Natawijaya (1980: 2) yang menyatakan, bahwa
seseorang hanya bersifat seperti penonton yaitu merasakan kesenangan. Dimana
rasa senang itu muncul dalam diri seseorang karena penikmatan tersebut.
Dari kedua pendapat tersebut tentang penikmatan karya sastra, dapat di lihat persamaannya yaitu sama-sama
seperti penonton. Jika demikian, seseorang yang tergolong berada pada tahap
penikmatan hanya dapat merasakan senang dan tidak senang. Dalam hal ini
seseorang belum dapat memahami sepenuhya karya sastra tersebut. Sebagai contoh,
jika menonton suatu film yang bahasanya tidak kita pahami, tetapi kita menyukai
aktor film tersebut maka kita hanya bisa merasakan senang saja.
b).
Tahap Penghargaan
Seseorang dalam tahapan ini melakukan tindakan dengan melihat kebaikan, manfaat atau nilai
karya seni/sastra itu. Sangat
dimungkinkan sesudah membaca atau mendengar karya sastra, penikmat merasakan
adanya manfaat seperti rasa senang, memberikan hiburan, kepuasan, ataupun mampu
memperluas pandangan dan wawasan hidupnya (Suroto,1993:158).
Antara (1985:10) menyatakan” Pada
tahapan penghargaan ini siswa
diajak untuk setengah aktif yaitu bagaimana menimbulkan rasa kekaguman dan rasa
senang. Pemberian rasa pujian, kekaguman dan puasnya kepada karya sastra
sempurna, bernilai, bermanfaat, dan telah merasuk dalam diri siswa.
Kadang-kadang pada siswa timbul rasa ingin memiliki atau mempunyai dan
menguasai karya sastra tersebut”.
Berdasarkan dari kedua pendapat di atas, dapat dikatakan pada tahapan penghargaan
ini seseorang tidak lagi terbatas pada perasaan senang atau tidak senang,
tetapi sudah mulai bertindak untuk memperoleh kebaikan, manfaat atau nilai
karya sastra tersebut. Manfaat itu dapat berupa perasaan senang, memberi
hiburan, kepuasan, atau memperluas pandangan /wawasan hidup.
c). Tahapan
Pemahaman
Pada tahapan pemahaman, menutut Suroto (1993:158) penikmat melakukan
tindakan meneliti, menganalisis unsur intrinsik dan unsur ekstrinsiknya, serta
berusaha menyimpulkannya. Disini penikmat sudah mulai aktif meneliti dan
menganalisis setiap komponen yang membentuk karya tersebut. Akhirnya ia akan
sampai pada sebuah kesimpulan apakah karya sastra tersebut baik atau tidak, sekedar
sebagai hiburan atau lebih dari itu.
Berdasarkan pemahaman terhadap karya
sastra itu, si penikmat betul-betul
selektif meneliti unsur-unsur intrinsik maupun ekstrinsik suatu karya sastra
sehingga ia mampu memahami dan mengerti akan segala sesuatu yang terkandung di
dalamnya.
d). Tahap
Penghayatan
Tahapan penghayatan merupakan
tahapan pembaca menganalisis lebih lanjut karya sastra tersebut, mencari
hakikat atau makna suatu karya sastra serta argumentasinya, membuat penapsiran
dan menyusun argumen berdasarkan analisis yang dibuatnya. Penikmat berusaha menjelaskan dengan
sejelas-jelasnya hasil analisis tersebut, mengapa alur dan unsur-unsur yang
lain demikian. Alasan-alasan yang dikemukakan tentu disertai bukti agar argumen
yang dikemukakannya dapat diterima secara akal sehat (Suroto, 1993:158).
Sementara Antara (1985:10)
mengatakan, bahwa timbulnya rasa pemahaman terhadap unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik menimbulkan kemampuan menghayati dari aspek yang terkecil dari karya
sastra tersebut misalnya: tema, bentuk, otograpi, mengkritik, dan membandingkan
dengan lainnya.
Sesuai dengan pendapat di atas, pada
tahapan ini penikmat mencari hakikat atau makna suatu karya sastra serta
argumentasinyna, membuat penapsiran, menyusun argumen berdasarkan analisis yang
dibuatnya, menyakini apa dan bagaimana hakekat karya sastra itu.
e). Tahap Implikasi atau Penerapan.
Menurut Natawijaya( 1979:3), tahapan
ini bersifat memperoleh daya yang tepat guna, bagaimana dan untuk apa karya
sastra diarahkan kepada suatu manfaat praktis, sesuai dengan tingkat
penghayatan terhadap suatu cipta sastra. Pada tahapan ini diperoleh maksud
untuk membuka pandangan sehingga melahirkan hal-hal yang baru.
Melalui penghayatan tersebut, pada
tahapan implikasi akan timbul kesadaran tentang kebenaran yang diungkapkan oleh
sastrawan pada karya sastranya, kemudian menimbulkan ide-ide baru untuk menghasilkan
sebuah kreativitas berupa penguasaan cipta sastra sehingga melahirkan suatu yang baru. Karya sastra tersebut akan
diarahkan untuk manfaat praktis berupa kepentingan sosial, politik dan budaya
yang tepat guna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar