"OM AWIGNAMASTU NAMA SIDDHEM OM SWASTIASTU" SEMOGA SEMUA DALAM PERLINDUNGAN TUHAN, SELAMAT MEMBACA DAN SEMOGHA BERMANFAAT.jangan lupa kunjungi videobsaya di link https://youtu.be/-UJdPDAjETM

8/20/2011

Tuhan Itu Esa dan Berada di Mana-mana


Pelinggih Sang Hyang Ider Bhuwana berada di sebelah kiri Balai Pesamuan atau di hulu atau di luanan dari Salu Panjang di Pura Penataran Agung Besakih. Kalau Balai Pesamuan simbol alam semesta tempat para dewa manifestasi Tuhan untuk menurunkan karunia kepada semua ciptaan-Nya, sedangkan Pelinggih Sang Hyang Ider Bhuwana adalah simbol alam semesta atau Bhuwana Agung yang tunggal sebagai stana Tuhan Yang Maha Esa.

===============================

Dua pelinggih warisan arsitektur sakral di Pura Penataran Agung Besakih dapat dijadikan bahan renungan untuk memahami secuil rahasia Tuhan yang amat luas itu. Menurut pemahaman Weda, Tuhan itu esa, tetapi kemahakuasaan Tuhan itu tiada terbatas. Tidak mungkin manusia dapat memahami demikian luasnya kemahakuasaan Tuhan itu.

Adanya dewa-dewa itu tiada lain adalah upaya manusia yang telah berkualifikasi Maharesi untuk menyebutkan kemahakuasaan Tuhan secara terbatas. Kemahakuasaan Tuhan sebagai mahapencipta disebut Dewa Brahma, sebagai pelindung dan pemelihara disebut Dewa Wisnu, sebagai pemeralina disebut Dewa Siwa. Demikian seterusnya.

Tetapi, kemahakuasaan Tuhan bukanlah sebatas itu. Tuhan itu ada di mana-mana yang disebut vyapi vyapaka nirvikara. Artinya, Tuhan ada di mana-mana di tempat yang amat kecil maupun di tempat yang mahaluas sekalipun, tetapi Tuhan selalu mengatasi semuanya itu. Misalnya Tuhan berada di tempat yang busuk, tetapi tidak terpengaruh oleh busuknya tempat tersebut. Demikian juga Tuhan berada di tempat yang harum, tetapi Tuhan tidak terpangaruh oleh harumnya tempat tersebut.

Pelinggih Sang Hyang Ider Bhuwana di Penataran Agung Besakih adalah sebagai simbol yang dapat memberikan umat Hindu pemahaman. Tuhan berada di seluruh alam semesta maupun di luar alam semesta. Apa makna dari perlunya pemahaman bahwa Tuhan berada di mana-mana itu.

Pelinggih Sang Hyang Ider Bhuwana itu dapat dijadikan rujukan agar umat dapat mendayagunakan keyakinan bahwa Tuhan itu berada di mana-mana. Dapat berdaya guna untuk mengontrol dinamika manusia saat berpikir, berkata, dan berbuat. Kalau keyakinan ini kuat eksistensinya dalam diri umat maka keyakinan itu dapat berfungsi memperbaiki kualitas hidup manusia menuju kualitas yang semakin religius.

Sementara ini keyakinan bahwa Tuhan berada di mana-mana mungkin sebatas keyakinan tanpa didayagunakan lebih lanjut dalam membenahi kehidupan sehari-hari. Beragama bukan sekadar beragama secara formal semata. Beragama itu intinya percaya dan bakti pada Tuhan. Beragama harus dilakukan secara lebih sadar dan berencana, sehingga akan dapat lebih berdaya guna untuk mengatasi berbagai persoalan hidup di bumi ini.

Seperti kepercayaan pada Tuhan hendaknya didayagunakan lebih aktif membangun kesadaran diri. Pernyataan Mpu Kuturan yang menyatakan bahwa Bali adalah Padma Bhuwana. Pernyataan ini mengandung makna bahwa Bali sebagai Padma Bhuwana simbol stana Tuhan Yang Maha Esa.

Pelinggih Sang Hyang Ider Bhuwana adalah lambang Padma Bhuwana dalam bentuk arsitektur sakral. Hal ini melambangkan bahwa Tuhan sebagai yang tersuci, tertinggi dan mahakuasa di alam ini. Karena Tuhan sebagai yang tersuci, tertinggi dan mahakuasa di alam ini sangat tidak tepatlah manusia terikat pada dunia ini.

Dunia ini hanyalah media ciptaan Tuhan. Pergunakanlah dunia ini sebagai sarana untuk mencapai kesucian Tuhan. Namun demikian sudah diingatkan di Yajurveda, LX. 1 : Pandanglah dunia ini dengan ketidakterikatan, karena yang langgeng abadi hanyalah Tuhan. Dunia berada pada hukum Tri Kona yaitu Utpati, Stiti dan Pralina.

Ikutilah dunia ini dengan pandangan Tri Kona tersebut. Kalau terikat pada dunia ini umat manusia akan didominasi oleh dinamika Utpati, Stithi dan Pralina itu secara negatif. Gelombang Tri Kona itu sesuatu yang pasti bagi semua ciptaan Tuhan. Manusia harus menerima dengan sadar bahwa semua ciptaan Tuhan itu tidak ada yang lepas dengan hukum Tri Kota itu.

Apa saja yang pernah lahir dan hidup, cepat atau lambat pasti akan mati juga. Semua berada dalam kungkungan ruang dan waktu. Ruang dan waktu ini pun ada di bawah kekuasaan Tri Kona, tidak ada yang langgeng. Suatu saat semua ruang dan waktu itu akan kena hukum Pralaya dari Tuhan.

Ajaran Weda mengajarkan agar manusia terus-menerus berupaya mencari yang langgeng yaitu kebenaran Tuhan Yang Maha Esa. Dengan pemahaman Tuhan itu berada di mana-mana, umat manusia semestinya meyakini bahwa dalam segala aspek kehidupannya Tuhan senantiasa menyertainya.

Karunia akan senantiasa dilimpahkan oleh Tuhan kalau dharma selalu sebagai landasan hidupnya. Derita pun akan dilimpahkan kalau adharma yang dilakukan dalam hidup ini. Sikap hidup yang demikian itu akan menjadi suatu nilai yang utama dalam hidup ini.

Nilai yang diwujudkan adalah nilai menuju kehidupan yang religius. Nilai religius itu adalah sesuatu yang padat makna dengan mendayagunakan unsur rohani sebagai landasan membina kehidupan duniawi. Ini artinya unsur niskala sebagai jiwa kehidupan sekala. Keseimbangan mengaplikasikan niskala dengan sekala sebagai konsep hidup yang didambakan dalam kehidupan ini.

Keyakinan pada keberadaan Tuhan di mana-mana telah menjadi dasar kehidupan sehari-hari, maka karunia pun pasti akan dicapai. Tuhan dalam melimpahkan karunianya melalui dewa-dewa sebagai manifestasinya. Hal ini disimbolkan dalam Balai Pesamuan. Lewat Balai Pesamuanlah disimbolkan Tuhan akan menemui umatnya mencurahkan karunianya sesuai dengan kuantitas, kualitas, kontinuitas dan kapasitas sradha dan bakti umat pada Tuhan.

Tuhan Maha Adil akan selalu melimpahkan karunianya sesuai dengan kadar sradha dan baktinya. Tidak mungkin orang yang berbuat adharma mendapat karunia mulia dalam hidupnya.

* wiana

http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2007/1/31/bd1.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar