1.
Pengertian
Mengajar
T.Raka Joni dkk. Berpendapat
bahwa mengajar adalah menyediakan kondisi yang seoptimal-optimalnya bagi
terjadinya proses belajar. Kondisi yang diamksudkan diharapkan dapat memberikan
berbagai kemudahan serta dapat memacu terjadinya proses belajar (T. Raka Joni,
1985:12).
Sumarsono
mengemukakan pendapat mengenai mengajar sebagai berikut. Mengajar bukanlah
memberikan atau mengalihkan ilmu pengetahuan, tetapi menciptakan
lingkungan-lingkungan yang kondusif. Peristiwa belajar terjadi apabila subjek
didik secara aktif berinteraksi dengan lingkungan belajar yang teratur oleh
guru atau pengajar (Sumarsono, 1985:18).
Selanjutnya S.
Nasution mengatakan “Mengajar adalah suatu
aktifitas mengorganisasi atau mengatur lingkugan sebaik-baiknya dan
menghubungkan dengan anak sehingga terjadi proses belajar “(S.Nasution,
1982:3).
Melihat ketiga
pendapat di atas ternyata pengertian mengajar tidaklah jauh berbeda. Ahli-ahli
tersebut sependapat bahwa mengajar itu bukan hanya upaya guru untuk
menyampaikan bahan atau materi pelajaran, tetapi bagaimana siswa dapat
mempelajari bahan atau materi pelajaran itu secara baik. Dengan perkataan lain, mengajar adalah upaya
guru untuk menciptakan situasi dan kondisi yang seoptimal-optimalnya agar siswa
mau belajar. Memotivasi siswa agar siswa itu mau belajar adalah tugas guru yang
amat sukar atau sulit. Untuk itu dituntut kemampuan seorang guru betul-betul
dapat menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimilikinya.
2. Prinsip-Prinsip
Mengajar
Mengajar
merupakan suatu tugas yang tidak ringan bagi seorang guru. Salah satu tugas
yang sangat berat bagi seorang guru adalah membelajarkan siswa agar siswa mau
belajar. Sebab siswa mempunyai latar belakang yang berbeda-beda antara siswa
yang satu dengan siswa yang lain. Perbedaan itu baik dalam hal ekonomi, kemampuan, bakat,
minat, dan sebagainya. Oleh karena itulah, siswa-siswa disebut sebagai individu
yang unik, seperti yang dikatakan oleh (Ny. Roestiyah, 1982 : 2).
Mengingat
tugas yang berat ini, guru yang mengajar di depan kelas harus mempunyai
prinsip-prinsip mengajar yang jelas dan harus dilaksanakan seefektif mungkin.
Adapun prinsip-prinsip mengajar itu seperti yang dikemukakan oleh Roestiyah
yakni: perhatian, aktivitas, apresepsi, peragaan, repetisi, korelasi,
konsentrasi, sosialisasi, individualisasi, dan evaluasi (Roestiyah, 1982 : 8).
3. Keterampilan-keterampilan
Mengajar
Pendapat
yang menyatakan bahwa mengajar adalah proses penyampaian atau penerusan
pengetahuan sudah ditinggalkan oleh banyak orang. Ini berarti guru di dalam
mengajar bukan semata-mata menyampaikan materi pelajaran saja, bahkan yang
lebih penting adalah bagaimana mengusahakan agar materi yang disajikan guru
cepat dimengerti dan diminati oleh siswa. Dengan demikian seorang guru didalam
melaksanakan proses belajar-mengajar haruslah memiliki banyak keterampilan
mengajar, hal ini sesuai dengan pendapat D.N.Pah yakni mengajar adalah
perbuatan yang kompleks, yaitu penggunaan secara intergratif sejumlah
keterampilan untuk menyampaikan pesan atau bahan (D.N. Pah, 1983:1).
Allen
dan Ryan (dikutip oleh T. Raka Joni dkk) mengemukakan pendapat tentang
keterampilan-ketrampilan mengajar sebagai berikut.
1.
Variasi stimulus
(Stimulus variation)
2.
Siasat memulai /
membuka pelajaran (set induction)
3.
Siasat menutup
pelajaran (closure)
4.
Isyarat / sasmita (silence and non verbal cues)
5.
Dorongan terhadap
partisipasi siswa (reinforcement of student partisipation)
6.
Kepastian bertanya (fluence in asking questions)
7.
Pertanyaan menggali
atau melacak (Probing Question)
8.
Pertanyaan tingkat
tinggi (Higher Order Question)
9.
Pertanyaan divergen (Divergen Question)
10. Mengenali tingkah laku yang
tampak (Rokoonizingattenending Behavior)
11. Pengilustrasian
dan penggunaan contoh (Ilustrating and
Use of Example)
12. Berceramah
(Lecturing)
13. Pengulangan
yang direncanakan (Planed Repetiton)
14. Kelengkapan berkomunikasi (Completeness of comunication )
(T.
Raka Joni, dkk. 1985 : 18)
Supaya dapat
menjadi seorang guru yang profesional, maka dia harus mengetahui dan mampu
menerapkan atau melaksanakan keterampilan-keterampilan di atas secara baik.
Sebab tanpa adanya kemauan dan tekad untuk menerapkan keterampilan-keterampilan
mengajar tersebut, maka kemungkinan besar seorang guru akan mengalami kegagalan
dalam proses belajar-mengajar.
4.Hakikat
Belajar
Definisi tentang
belajar banyak dikemukakan oleh para ahli dengan rumusan yang berbeda-beda. Hal
ini disebabkan karena pandangan atau tujuan mereka berlainan.
S. Nasution
mengemukakan pendapat tentang belajar sebagai berikut. Belajar adalah suatu
proses perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai
jumlah pengetahuan saja, melainkan juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan,
sikap, pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri, pendeknya mengenai
segala aspek organisme atau pribadi seseorang. (Nasution, 1982:39).
Pernyataan di
atas mengandung arti bahwa belajar itu menyebabkan adanya perubahan tingkah
laku pada diri siswa. Perubahan itu dapat berupa pengetahuan, keterampilan,
sikap, dan nilai. Kalau siswa tersebut belum menunjukkan perubahan tingkah laku
dalam kehidupan sehari-hari maka anak yang bersangkutan perlu mengalami proses
belajar.
Rohman
Natawijaya (dikutip oleh Ali) berpendapat tentang belajar sebagai berikut.
Belajar adalah peristiwa yang terjadi dengan disadari. Artinya seseorang yang
terlibat dalam peristiwa itu pada akhirnya menyadari bahwa dia telah
mempelajari sesuatu. Dalam praktik di sekolah, hal itu berarti bahwa siswa
menyadari bahwa ia telah mengalami sesuatu terjadinya suatu perubahan (Mohamad
Ali, 1983:37)
Di samping kedua
pendapat ahli di atas, ada juga yang mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses
yang terjadi dalam diri manusia dan berlangsung sepanjang hayat.
Batasan ini
mengandung arti bahwa manusia di dalam kehidupannya atau selama manusia masih
hidup harus tetap belajar. Hal ini dikenal dengan konsep pendidikan sepanjang
hayat atau pendidikan seumur hidup (Life
Long Educatiaon).
Berdasarkan ketiga
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan
tingkah laku pada diri seseorang dan berlangsung sepanjang hayat.
5.Pola
Interaksi Belajar-Mengajar
Belajar dan mengajar
merupakan dua kegiatan yang berbeda tetapi apabila keduanya dihubungkan akan
merupakan dua kegiatan yang sejalan dan searah. Ini berarti kegiatan belajar dan mengajar adalah suatu
proses dan kegiatan yang tidak terpisahkan satu dengan yang lain.
T. Raka Joni dkk.
Mengemukakan pendapat tentang proses belajar-mengajar sebagai berikut. Dalam
proses belajar-mengajar subjek didik atau subjek belajarlah yang primer. Ia
yang primer. Ia yang berkepentingan. Ia yang membutuhkan. Ia sendiri pula yang
akan menentukan berhasil tidaknya usahanya. Dalam hal belajar subjek yang
bersangkutan tidak dapat meminta orang lain untuk mengambil alih tugasnya. Ia
tidak dapat “memborongkan” tugas ini kepada orang lain untuk kepentingan
dirinya. Tugas itu harus dilakukannya sendiri (T. Raka Joni, dkk. 1985:12-13).
Demikian halnya dengan
seorang guru yang melaksanakan proses belajar-mengajar. Kita akan dapat melihat
pola tertentu yang dilakukan oleh seorang guru misalnya guru selalu duduk
posisinya pada saat belajar. Pola semacam ini seharusnya dihindari oleh seorang
guru (ingat prinsip-prinsip mengadakan variasi).
6.
Pengertian
Keterampilan Memberikan Penguatan
Variasi
dalam kegiatan belajar-mengajar yang dimaksudkan disini adalah sebagai proses
perubahan dalam pengajaran, yang dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu:
pengauatan verbal dan penguatan non verbal, variasi dalam gaya mengajar dan
penggunaan pemberian pengauatan.
Keterampilan
mengajar dengan melakukan variasi telah dikenal sejak lama dan dianggap sebagai
keterampilan yang amat penting untuk dikuasai dan dilaksanakan oleh seorang guru.
Artinya keterampilan penguatan itu jangan hanya dimengerti atau dikuasai saja,
tetapi yang lebih penting adalah guru tersebut mampu dan mampu menerapkan dalam
proses belajar-mengajar.
Dalam pelaksanaannya komponen-komponen memberikan penguatan ini memuat
aspek-aspek keterampilan lainnya seperti variasi dalam memberikan penguatan (Reinforcement).
Dari
uraian di atas dapat diartikan bahwa seorang guru di dalam melaksanakan proses
belajar-mengajar, ia harus memiliki keterampilan-keterampilan mengajar yang
memadai. Artinya seorang guru bukan hanya cukup memiliki satu keterampilan
mengajar. Kalau seoarang guru hanya mengandalkan satu keterampilan saja, maka
penulis yakin guru tersebut tidak akan berhasil menunaikan tugasnya yakni dalam
proses belajar-mengajar.
7.Manfaat
Keterampilan Mengadakan Penguatan
Keterampilan
mengadakan penguatan dalam mengajar berhubungan dengan perubahan-perubahan atau
variasi yang dilakukan guru dalam sajiannya dengan salah satu atau gabungan
aspek- aspek mengajar sebagai berikut:
1) Bertalian
dengan meningkatkan perhatian siswa,
2) Bertalian
dengan memudahkan siswa dalam proses belajar-mengajar,
3) Bertalian
dengan memilihara motivasi.
Adapun
manfaat keterampilan mengadakan penguatan (Reinforcement)
bagi seorang guru sebagai berikut:
1) Untuk
menimbulkan dan meningkatkan perhatian siswa kepada aspek-aspek
belajar-mengajar yang relevan.
2) Untuk
memberikan kesempatan berkembang bakat ingin mengetahui dan meyelidiki dari
siswa tentang hal-hal yang baru.
3) Untuk
memupuk tingkah laku yang positif terhadap guru dan sekolah dengan berbagai
cara mengajar yang lebih hidup dan lingkungan belajar yang lebih baik.
4) Untuk
memberi kesempatan kepada siswa mendapatkan cara menerima pelajaran yang
disenanginya.
5)
Untuk lebih
meningkatkan kadar cara
belajar siswa aktif (CBSA) proses
belajar-mengajar dengan melibatkan siswa dengan berbagai pengalaman yang menarik dan
terarah pada berbagai tingkat kognitif.
Mengingat
manfaat keterampilan mengadakan penguatan (Reinforcement)
sangat besar bagi guru di dalam mengajar disatu pihak, dan bagi siswa yang
belajar dipihak yang lain, maka memang seharusnyalah guru menaruh perhatian
yang baik untuk menerapkan atau mempraktikkan di dalam kelas. Janganlah
beranggapan keterampilan ini sebagai sesuatu yang tidak bermanfaat atau sesuatu
yang tidak ada gunanya. Anggapan semacam
ini merupakan kekeliruan yang sangat besar bagi seorang guru.Jadilah guru yang
patut ditiru dan digugu!
8.Prinsip-prinsip
Keterampilan Mengadakan Penggunaan Pengguatan
Seorang
guru di dalam menerapkan keterampilan mengadakan penguatan (reinforcement)
bukan hanya sekedar berbicara dan bertindak, melainkan dia harus memperhatikan
dengan baik prinsip-prinsip yang mendasari keterampilan itu.Adapun tiga prinsip
penggunaan penguatan yang dikemukakan oleh T. Raka Joni (1983:4)
prinsip-prinsip tersebut yang harus diperhatikan oleh guru di dalam mengadakan
keterampilan penggunaan penguatan sebagai berikut.
a. Kehangatan
dan Keantusiasan
Dalam
memberikan penguatan hendaknya diwarnai dengan kehangatan dan antusiasme.suara,
mimik,dan gerak badan guru adalah petunjuk adanya kehangatan dan keantusiasan
sehingga penguatan yang diberikan akan menjadi lebih efektif.
b. Makna
Siswa
dapat mengerti dan menyakini bahwa ia patut diberi penguatan itu, karena sesuai
dengan tingkah laku dan penampilannya. Seperti contoh yang dikemukakan oleh
seorang guru. Bila guru mengatakan kepada siswa,’’Karangan Anda Sangat Baik”,
padahal karangan tersebut bukanlah hasil karya siswa itu sendiri, maka
penguatan yang diberikan tidak bermakna bagi siswa tersebut. Sebaiknya kepada siswa
ini guru menyatakan,”karangan Anda akan lebih baik jika Anda berusaha sendiri”.
Dengan cara ini penguatan yang diberikan itu wajar dan bermakna bagi siswa yang
bersangkutan.
c. Menghindari
Penguatan Respon yang Negatif
Guru
tidak boleh memberikan respon dan komentar yang negatif seperti menghina dan
ejekan yang kasar terhadap siswa jika melakukan pelanggaran atau menjawab salah pertanyaan yang
diajukan.Seperti telah disinggung pada halaman yang lalu, guru cenderung untuk
memberikan respon yang negatif daripada yang positif walaupun teguran dan
hukuman tetap dapat digunakan mengontrol dan membina tingkah laku siswa. Akan
tetapi,respons yang negatif dari guru yang berupa komentar bernada menghina, ejekan, kata-kata kasar, sindiran, dan sejenisnya, perlu dihindari karena
akan mematahkan semangat siswa untuk mengembangkan dirinya. Oleh sebab itu,apabila
siswa tidak dapat memberikan jawaban yang diharapkan, guru jangan langsung
menyalahkan, tetapi memindahkan giliran untuk menjawab pertanyaan tersebut
kepada siswa yang lain. Jika pertanyaan tersebut terjawab oleh siswa lain, maka
siswa tadi tidak akan terlalu tersinggung harga dirinya, dan ia menyadari
kesalahannya. Keadaan ini akan membawa atau membantu dirinya untuk tetap
berusaha belajar sehingga, apabila mendapat giliran lagi. Ia akan mampu
menjawabnya.
9.
Cara
penggunaan pemberian penguatan
a. Penguatan
kepada pribadi tertentu
Penguatan harus jelas ditunjukan kepada
siswa tertentu dengan menyebut namanya sambil memandang kepadanya.Penguatan ini
akan kurang bernilai bagi siswa bila seorang guru mengatakan,”Tepat jawabanmu
itu’’ sambil melihat ke luar kelas
(mungkin
ada sapi yang lewat).
b. Pemberian kepada kelompok kelas
Penguatan juga dapat diberikan kepada
sekelompok siswa; umpamanya, apabila satu kelas telah menyelesaikan tugas
dengan baik; maka guru memperbolehkan siswa bekerja bebas atau istirahat,
tetapi dapat juga menggunakan keterampilan dasar mengajar memberi penguatan
secara verbal (dalam bentuk kata atau kalimat) Seperti: “Bapak bangga dengan
kelas ini.mudah- mudahan dapat dipertahankan untuk seterusnya. Mari kita
bertepuk tangan’’.
c. Pemberian
penguatan dengan segera
Penguatan harus segera diberikan begitu
tingkah laku atau respons siswa muncul.’’Oh, ya. Bapak atau ibu
mengucapkan terima kasih atas karya kalian minggu yang lalu.’’Apakah ungkapan
ini benar atau efektif?
d.
Penguatan tidak
penuh
Jika siswa memberikan
jawaban yang hanya sebagian saja benar, guru hendaknya tidak langsung
memberikan respon menyalahkan siswa itu
Guru sebaiknya memberikan penguatan tidak penuh (parsial) “Ya, jawabanmu
sudah baik, hanya masih perlu dikembangkan sedikit.’’ Tindakan guru selanjutnya
adalah meminta siswa lain untuk menyempurnakan jawaban temannya (keterampilan dasar bertanya apa
yang digunakan?). Andaikan jawaban siswa yang bersangkutan sudah sempurna, maka
siswa yang pertama tadi dapat mengetahui bahwa jawabannya tidak seluruhnya
salah sehingga ia masih memiliki motivasi untuk berusaha menemukan jawaban yang
sempurna.
e.
Variasi dalam
penggunaan
Kalau setiap kali guru
memberi penguatan dan kata yang dipakai ialah, “Bagus’’, maka lama-kelamaan kata
‘’bagus’’ ini tidak lagi bermakna bagi siswa. Hal ini berlaku pula pada
penguatan dengan gerakan yang bersifat monoton, umpamanya hanya dengan
mengacungkan ibu jari saja. Perlu ada variasi dalam penggunaan dan penentuan
jenis komponen penguatan.
10. Komponen-komponen
Pemberian Penguatan
Keterampilan
dasar mengajar memberi penguatan terdiri atas beberapa komponen (Subkomponen)
yang perlu dipahami sehingga kelak dengan
terampil digunakan dalam proses belajar-mengajar. Komponen- komponen
tersebut adalah sebagai berikut .
a.
Penguatan Verbal
Komentar guru berupa kata- kata pujian, dukungan, pengakuan, dan
dorongan yang digunakan untuk menguatkan tingkah laku dan penampilan siswa .Penguatan
verbal ada dua bentuk, yaitu berupa kata - kata dan kalimat.
Penguatan verbal ada dua
bentuk, yaitu berupa kata-kata dan kalimat.
1) Penguatan kata-kata : bagus, ya, benar, tepat, bagus
sekali, tepat sekali, dan lain- lain.
2) Kalimat : Pekerjaan Anda baik sekali! Saya
gembira dengan hasil pekerjaan Anda! Inilah
contoh siswa yang patut diteladani oleh teman-teman sekelasnya.
b. Penguatan
berupa mimik dan gerak badan (non verbal)
Penguatan berupa mimik dan gerak badan
antara lain seperti senyuman,
anggukan, acungan ibu jari, tepuk
tangan, dan kadang-kadang dilaksanakan bersama-sama dengan penguatan verbal.
Misalnya, ketika guru memberikan penguatan verbal “bagus’’, pada saat yang
bersamaan ia mengacungkan jempolnya atau bertepuk tangan.
c. Penguatan
dengan cara mendekati (Proximity)
Penguatan dengan cara mendekati ialah
mendekatkan guru kepada siswa untuk menyatakan adanya perhatian dan kegembiraan
terhadap hasil pekerjaannya.
Hal
ini dapat dilaksanakan dengan cara berdiri di samping siswa, duduk dekat
seorang atau kelompok siswa, berjalan menuju ke arah siswa, duduk dekat seorang
atau kelompok siswa, berjalan di sisi siswa. Seringkali tindakan
guru ini bersamaan dengan pemberian penguatan verbal sehingga suasana hangat
dan antuasias akan terbentuk.
Guru
dapat mengira-ngira
berapa lama ia berada dekat seorang atau kelompok siswa, sebab bila terlalu
lama akan menimbulkan suasana yang tidak baik di kelas, dan manfaat penguatan
akan menurun.
d.
Penguatan dengan
Sentuhan
Guru dapat menyatakan persetujuan dan
penghargaan terhadap siswa atas usaha dan penampilannya dengan cara menepuk
pundak, menjabat tangan atau mengangkat tangan siswa yang menang dalam
pertandingan atau berprestasi di kelas. Penggunaan penguatan dengan sentuhan
harus bijaksana, artinya dipertimbangkan umur, jenis kelamin, latar belakang,
kebudayaan setempat (umpamanya mengelus-elus
rambut siswa).
e.
Penguatan dengan
kegiatan yang menyenangkan
Guru dapat menggunakan kegiatan-kegiatan
atau tugas-tugas yang disenangi siswa sebagai penguatan. Lebih bermakna bagi
siswa kalau kegiatan dan tugas-tugas yang akan digunakan sebagai penguatan itu berhubungan
dengan penampilan yang diberi penguatan. Umpamanya, seorang siswa yang
memperlihatkan kemajuan pelajaran musik ditunjuk untuk menjadi pemimpin paduan
suara sekolah atau diperbolehkan mengguankan alat-alat musik pada jam-jam
bebas. Siswa yang lebih dahulu menyelesaikan pekerjaan dengan baik dalam
pelajaran matematika dapat diminta melakukan tugas membantu teman-temannya yang
mengalami kesulitan dalam pealajran ini. Memberi kesempatan memainkan suatu
permainan, menjadi pemimpin barisan dapat digunakan asalkan disenangi oleh
siswa.
f.
Penguatan berupa simbol
atau benda
Dalam penguatan jenis ini, digunakan
bermacam-macam simbol atau benda, yang terbentuk simbol antara lain dapat
berupa tanda ( ü)
atau â„“ komentar tertulis pada
buku siswa. Sedangkan yang benda dapat berupa kartu bergambar bintang plastik,
lencana dan benda-benda lain yang tidak terlalu mahal harganya, tapi mempunyai
arti simbolis. Walaupun penguatan itu dapat dipakai sebagai insentif yang
berguna, tetapi sebaiknya jangan terlalu sering digunakan, terutama yang berupa
benda, agar tidak terjadi kebiasaan siswa mengharapkan memperoleh benda sebagai
imbalan terhadap penampilannya. Meski demikian, komentar tertulis pada buku
pekerjaan siswa yang berarti pengakuan keberhasilannya dan pemberian saran
kontruktif kepadanya akan tetap besar nilainya bagi siswa dalam masa belajarnya
(T.Raka Joni, 1983: 6-8).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar