"OM AWIGNAMASTU NAMA SIDDHEM OM SWASTIASTU" SEMOGA SEMUA DALAM PERLINDUNGAN TUHAN, SELAMAT MEMBACA DAN SEMOGHA BERMANFAAT.jangan lupa kunjungi videobsaya di link https://youtu.be/-UJdPDAjETM

6/25/2011

Pasang Aksara Bali (Bagian 1)


1. Rangakapan Aksara Suara dan Wianjana

Rangkapan antara aksara suara dengan wianjana, dalam pembentukan suku kata, kata atau kalimat. Penjelasan-penjelasan mengenai rangkapan aksara-aksara- ini telah banyak, cukup kiranya kalau kami kemukakan contoh-contoh dan yang penting-penting saja.
Wianjana + suara (a, ä, i, ï, u, ü, e, ë, o, ö, r, l ) Umpama k + a, ä, i dan lain sebagainya akan menjadi ka kaa ki kii ku kuu ke ke ko kee kra kle
Wianjana + suara + wianjana
t + u + m = tum w + ŗ + t = wrt
aad ditulis hahad ood ditulis hohod
dan sebagainya.
Rangkapan dengan ardasuara:
Karena kedudukannya berubah menjadi suara dan diganti dengan pangangge aksara lalu ditulis sebagai berikut:
Candra candra Bangkuang bangkuang
Dantia dantia
Kemplang kemplang
Tamblang tamblang menghindari susunan tiga
Keterangan
Uger-uger Bali berbunyi: l (dengan sandangan suaranya) tan wenang tumpuk tiga.
Wianjana pada akhir kata yang tidak bersambung dengan suara atau wianjana lainnya ditulis dengan adeg-adeg, umpama: sabun
Penggunaan adeg-adeg dapat kami simpulkan sebagai berikut, yaitu:
Apabila sudah nyarik, yaitu carik siki atau carik kalih.
Menghindari susunan tiga (tumpuk telu)
Untuk mempertahankan pasang, dalam hubungan kalimat: watek ksatria
Kami usulkan dalam hal kalimat meragukan arti, terutama pemakaian ardasuara:
ya ra la wa baik dipakai adeg-adeg.
Coba baca kalimat ini:
1 ngemitrainida
2 kadialunyanupamayang
Lebih jelas kalau ditulis sebagai berikut:
1 ngemit rainida
2 kadialun yanupamayang
(Usul ini ditolak. Alasan: lihat hubungan kalimatnya)
(bb: Belakangan ide pak Tinggen ini dapat diterima pada terbitan Pedoman Pasang Aksara Bali - Disbud 1997)
2. Rangkapan wianjana dan kewargaan aksara

Perlu kami jelaskan, bahwa menurut hasil keputusan Pasamuhan Agung Kecil Bahasa Bali tahun 1963 uger- uger hanya berlaku dalam satu lingga. Sesuai dengan kewargaan aksara-aksara itu, maka rangkapan wianjana itu terdapat rangkaian gantungan gempelan.
Warga talawia
Bunyi Ditulis
Huruf
Menjadi
panca panca
na
nya
sanja sanja
na
nya
pascad pascad
sa
sa-saga (sha)
dusasana dussasana
sa
sa-saga (sha)
pradnyan prajnan
da
a
Keterangan:
Uger-uger Bali akan berbunyi:
Saluiring kruna lingga, yening wenten na kagantungin antuk ca wiadin ja wenang na kagentosin antuk nya
Demikian pula dengan yang lainnya:
Bandingkan contoh-contoh ini:

Warga murdania
Bunyi Ditulis Huruf Menjadi Keterangan
kantha (salah) kantha na na-rambat
pandu (salah) pandu na na-rambat
dusta (salah) dusta sa sa-sapa
kresna (salah) kresna sa sa-sapa
paksa (salah) paksa sa sa-sapa Dalam 1 lingga, tidak boleh dipisahkan
rana (salah) rana na na-rambat karena dan sewarga
bhaskara (salah) bhaskara

menyimpang dari hukum
puspa (salah) puspa

menyimpang dari hukum
Keterangan:
Uger-uger Bali akan berbunyi:
Saluiring kruna lingga, yening wenten na kagantungin antuk ta latik miwah da-madu wenang na punika kagentosin antuk na-rambat (demikian pula dengan yang lain)

Bandingkan contoh-contoh ini:
paksa dengan panaksampi
kantha dengan wententhatit
dan lain sebagainya.

Warga Ostia
Bunyi Ditulis Huruf Menjadi Keterangan
tanbhara tambara na ma
tanmolah tamolah na ma artinya tidak bergerak, diam. Di sini konsonan n hilang dan menjadi tedung (dirga) bagi t.
Warga dantia
Rangkap- rangkapannya sebagai berikut, yaitu.
Aksara rangkap
Dalam kata
nda
sandingucap
ndha
ganda
Aksara rangkap
Dalam kata
sta
asta
sta
asta
Aksara rangkap
Dalam kata
sna
masnea
Keterangan:
Dalam Pasang Bahasa Kawi terdapat perubahan-perubahan wianjana karena disesuaikan dengan wianjana berikutnya, bukan saja dalam satu lingga, tetapi juga kadang-kadang dalam dua lingga, umpama:
dus + shasana = dussasana
dus + kreta = duskreta
jayat + ratta = jayadratta
rama + ayana = ramayana
Demikian pula: tancala niscala kinidunganjuga dan lain sebagainya (dalam bahasa Kawi).
Dalam Bahasa Kawi banyak kita jumpai kata yang tidak dapat diterangkan lagi, karena memang sudah begitu pasangannya. Pasang yang demikian kita sebut saja pasang pageh, misalnya:
stana spathika sri
Mungkin barangkali dipakai untuk pembeda arti, misalnya pada:
Kata dibaca artinya
pala pala bahu
paala pala gembala
phala pala hasil
masih banyak lagi, lihat di pembahasan buku Celah-Celah Kunci Pasang Aksara Bali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar